Skip to Content

Odi Shalahuddin

Cerpen: Terjepit

Cerpen: Terjepit

oase.kompas.com - Satu persatu orang-orang pergi mengikuti keluarganya pindah ke tempat yang lebih jauh dari kota. Satu persatu rumah-rumah lama di bongkar, sawah-sawah dikeringkan dan berdirilah bangunan-bangunan rumah bagus di kampung ini sebagai penggantinya. Kampung yang akhirnya tidak bisa dibilang lagi sebagai kampung.

Wakil dan Tuhan

katanya sang raja adalah wakil Tuhan di muka bumi

maka segala titahnya adalah hal yang tak bisa terbantah

katanya suara rakyat adalah suara Tuhan

Tuhan, Aku Yakin Kau Tak Lelah

bencana demi bencana yang melanda Indonesia

kuyakin bukan adzab darimu, Tuhan

tapi irama alam semesta yang tidak lagi berada dalam putarannya

Hanya ada satu kata: Lawan (Tentang Wiji Thukul)

Seruan di atas, pastilah bukan kalimat yang asing di telinga, terutama bagi orang-orang yang pernah terlibat di dalam aksi-aksi jalanan. Di antara kita, bisa jadi ada yang sering melontarkan seruan tersebut, tidak hanya dalam aksi, mungkin juga dalam pertemuan-pertemuan atau dalam pembicaraan santai sambil ngopi dengan beberapa kawan.  

Membaca Wajah Indonesia

aku tak tahu lagi apa harus dikata

membaca wajahmu, Indonesia

tak henti bersolek, namun tak pernah lenyapkan berbagai luka

bahkan kurasa semakin terbuka saja

Dusta Para Politisi

banyak orang pintar di sini

makan bangku sekolah tak cukup sebiji

tak puas jadi akademisi beralih profesi

terdamparnya menjadi politisi

hobi menebar janji-janji

Pangris = Jepang Baris

Pangris, Jepang Baris*)

Barisan-barisan haus sensasi

Memainkan imajinasi liar

pada sosok-sosok tak bertuan

yang menyelip pada ruang-ruang kota

 

Kita sudah ditelanjangi

Tiada ruang bagi kita untuk bersembunyi

Ketika kamera-kamera telah mengintai

Setiap langkah perjalanan kita, pun saat tertidur

 

Tuhan, Jaga Hati Kami agar Tak Tergoda

telah terbukti

tak perlu disangsikan lagi

bangsa ini memiliki solidaritas tinggi

 

pada berbagai kasus saudara kita mengalami derita.

Cerpen: Pengkhianatan

Cerpen: Pengkhianatan

oase.kompas.com - Dia datang lagi. Selalu saja pada saat yang kuanggap tidak tepat. Saat aku mulai merasakan mabuk. Saat merasakan diri terbebas untuk menyatukan diri dalam irama lagu yang menghentak. Saat para penyanyi dengan para dancer meliuk-liukkan tubuhnya di panggung. Saat orang-orang segera bergegas turun bergoyang.

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler