Skip to Content

prosa liris

TARIAN API

Di pendulum rasa masih tersimpan basin keringatmu. Menyihirku

menjadi kepompong di tepi kolam lebat ilalang. Di tempatmu berdiri

PENAMBANG LUKA

Pada remang

langit berarak sesak ke arah kita. Melambai ke penjuru

gerah mengusir udara. Tersayat aku oleh patahan kata-kata

DALANG DI BALIK LAYAR

Mematut diri dan bersolek lama cermin kau tatap. Sedikit merutuk dan bersungut

waktu serupa miang mencabar pikat. Gurat kusam itu serupa jejak kemarau meranggas

SEPEKAN TERAKHIR

Di penghujung hari sepekan terakhir itu kita bersua. Binar rindu di matamu

meletup nyaliku hendak merangkul. Tapi urung. Selalu saja aku kehilangan

NYANYIAN TULANG RUSUK

Pernah kita adu nyali memperdebatkan sebuah musabab. Adam pokok pencipta petaka

katamu menuding sengit. Urat lehermu tegang seumpama kawat tali jemuran. Penuh dengki

SUNSET DI PANTAI BUSAN

Berselonjor menatap kaki langit. Lidah ombak menjilati bibir pantai Busan menjelang

matahari turun sepenggala. Lalu lalang kapal barang menuju dermaga mengingatkan kita

DI PENGHUJUNG PAGI

Di penghujung pagi terang tanah embun menjuntai pada ujung dedaun. Berkilau dalam samar

cahaya fajar segera memupus. Ada yang terbata bangun dalam kesiap. Nanar menatap sekeliling

JERAH

Ingin apa kuperbuat lagi. Acap jendela kau buka keluhmu tak berjeda. Awas tatapmu

enggan berpaling pada hijau rumput tetangga. Dari balik daun pintu kukunyah gemeretak

KERONTANG

Di daun jendela selalu termenung. Bulan sepenggal membentuk sabit

pucat di lingkar mega menuju mati. Ada ketakutan saat kau masuki dini hari

DEGUP YANG HILANG

Pada dada suamimu sering tak kau temui degup jantungnya kala kau susup

telinga peka itu mengurai tanya. Sesekali terabaikan. Seperti kau ingin menguak

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler