Skip to Content

prosa liris

BUNGA JANTUNG

Tak hendak kuhitung waktu lewat. Begitu sempit jarak kini tercipta. Selarik napasmu

kudengar berat nian terbeban. Begitu banyak air mata menangisi nasib. Dan malam ini

SONATA KENANGAN

Engkau berkenalan denganku ketika huruf jatuh dari lembaran

kitab kusam yang kau baca gemetar di tangan. Belum sempurna rasa

KETIKA TIBA WAKTUNYA

Seperti inilah diriku. Mengawang langit awan berarak tak jinak. Liar serupa pikirku

dalam alur arah tak berujung. Semesta sungguh luas, tapi hatiku kadang picik memetakan

TERJEBAK KEINGINAN SENDIRI

Biarkan kucangkul ladang baru, pintaku padamu kala pagi enggan beranjak pergi. Dingin

membuatmu meringkuk di bawah selimut. Tak ada dekap manja seperti musim jumpa pertama

KARAM

Beribu mil laut kau belah untuk sampai pada sebuah tujuan. Di situ kau mukim sementara

di sini kau tinggal selembar hati masih perawan: anak semata wayang kita kau beri nama

ODE BUAT (KOMUNITAS) JENDELASASTRA DOT COM

Kita pancung kalimat sepuas mau. Terpenggal jadi kata-kata mencari induk semang

dalam pikiran kita merenung, menyimpan diri sendiri. Inilah kita, kau, dan juga aku

SECANGKIR TEH DI PAGI HARI

Kusesap gurih teh dalam cangkir pagi hari. Legit di ujung lidah membetik selera sambilan

menerawangi semangat pemetiknya di lereng sejuk Jawa Barat. Di perkebunan milik PN itu

LAUTAN AIR MATA

Di selasar negeri Serambi Mekkah kita bertukar pandang. Luas padang dan puing

menimbun para pendulang nyawa dalam sekejap. Merentet ke selatan bau amis memenuhi

DALAM PERSEKUTUAN

Engkau mendengus sembari mengendus. Aromaku kental kencur sangat belia. Tetapi

jangan kau buang tatap dan menuding. Berbekal semangat dilahirkannya aku dari rahim

SENYAP MALAM INI

Tak ada suara. Senyap malam ini sejak kuusir kau dari bilik yang menyimpan nama

perempuan lain dalam sosok bukan dirimu. Merah bibirnya bergincu memicuku berlari

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler