Skip to Content

Puisi Kehidupan

menanti musim

tumbuhnya benih di tanah ini tidak bisa dipaksakan

meskipun musim hujan telah tiba

yang kita anggap segala biji akan tumbuh

untuk menampilkan kesejukan

serentak

Seperti Batu

Seperti batu, dia diam namun Ketika dilempar dia mematikan

Seperti batu, terlihat tidak berharga namun pasti dibutuhkan

rinai hujan pagi ini

rinai hujan pagi ini begitu meneduhkan

bunga dan taman tak butuh sentuhan tanganku

yang hampir tiap pagi kubelai dengan percikan air

namun di sisi lain

maka dengarlah suara alam itu

biarkan gemercik air dari pancuran itu terus berlagu

biarkan gesek daun bambu menemaninya

sambil menikmati cipratan air yang mematuk batu 

jangan terlalu gusar

jangan terlalu gusar 

ketika keladi yang engkau tanam belum tumbuh 

karena memang ia sedang menunggu saatnya

ia sedang menunggu musim yang tepat

ketika keletihan merayap

ketika keletihan merayap pada sekujur tubuhmu 

berhentilah sejenak sambil menikmati dinginnya malam

lepas kejenuhanmu meski hanya ada kelamnya mega

jika engkau memilih mengikutiku

jika engkau memilih mengikutiku dan tetap bersamaku

peganglah erat keyakinanmu

karena aku akan melaju dengan sepeda ontelku

pada jalan licin, meluncur dan berliku

dalam persimpangan

jika aku tak menyambut kehadiranmu

galau tetap menyelimuti setiap hirupan nafasku

dan jemarikupun tak lagi mengalirkan bait-bait puisi

kenapa engkau cemburu

kutulis nama-nama yang pernah menjadi kekasihku

kulukis wajah-wajah menawan yang pernah menjadi kekasihku

kukenang kekasih-kekasihku dalam puisi

kusiramkan air keteduhan

kusiramkan air setiap pagi pada kembang-kembang yang kutaman

karena aku mengerti ia akan digempur oleh teriknya matahari

kusiramkan air pada kembang-kembang yang kutaman

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler