Skip to Content

Renungan

DUA BOCAH

Terpancar senyum ceria dari dua insan manusia

Senyum yang seakan benar mengalir alami dari hati

Terseling tingkah nan lucu serta polos

Jalan Gelap

Kau begitu liar padahal ku labuhkan rinduku padamu kau halalkan segala demi mimpimu

Berdialog dengan embun

Aku     : Ini lhoo.. aku bukan siapa siapa..

             Yaaa.. aku berbicara padamu embuuun..

             Mengapa kau sombong sekalii?

             Ayooo lihat aku..

Embun : Mengapa aku harus melihatmu? kau kan bukan siapa siapa!

KEKASIHKU,.. (YA RASULULLAH)

Kekasih...

Aku ingat,

ketika engkau menghimpit perutmu dengan batu

agar lenyap rasa lapar

dan engkau tetap tersenyum

 

Kekasih...

Dicubit Nurani


            Biarkan angan itu melambung jauh, melewati garis tipis yang kau kira tembok keras…..

Malam jumat

Malam jumat

 

Sunyi,

tenang,

Penuh misteri.

Kembali


Ketika matahari  tlah dijemput sang bulan

Sedang  kepakan ini  belum jua terhenti

Kadang letih mendera namun bagai tak perduli kepakan semakin tinggi

Saat sang bulan tlah berdiri mengangkangi  jagad ini

Bentangan  kian lebar dan kepakan makin kuat

Nocturnal...

beriring rembulan mencari pundi pundi

hitam dan kelam menjadi rimba diantara diri

kadang langkah tertahan sepi

namun mimpi teronggok diantara kisi kisi

 

CATATAN DI CADIK BIRU

"resah" ucapku pada segumpal waktu yang menjelang dalam sekelumit jedah malam menjelang subuh.
tengadahku kemudian pada semesta yang masih memperlihatkan warna kelamnya, warna yang tercampur aduk pada kelam dan hitamnya nilai-nilai norma yang tergelayut pada jedah di batas-batas aksara dan kata.
tanyaku ringkih kemudian menjejak pada seonggok kata yang disebut duri, “mengapa kau sebut duri?, ketika kisah asmaradana termaktub dalam kitab-kitab cinta di selasar waktu”
diam dan diam kembali semesta yang merajuk pada kaki langit, memeluk kaki-kaki semesta dan merinaikan air mata darah pada setiap tetes-tetesnya di kelamnya lembah yang membujur dan melintang di batas cakrawala.

CATATAN DARI LEMBAH KESUNYIAN

malam semakin menunjukkan taringnya, dengan tikaman dingin yang menyentuh pundak dan kedua kakiku, yang tanpa alas, melangkah menyusuri jalan setapak lembah. jalan yang sering kulalui, ketika rembulan berubah warna menjadi merah saga. netraku menatap liar di heningnya malam, menatap setiap sudut waktu yang berkelebat hitam dan pongah, di sela pepohonan yang entah telah berumur berapa puluh tahun. bayang-bayang yang berkelebat cepat dan hitam menyeruak di sela dedaunan, dan sekonyong-konyong telah berdiri di hadapanku.

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler