Skip to Content

(semoga ini) puisi

Tuhanku Menghitung Dosa

 

 

Dari sekarang

Waktu lebih baik

Sejenak membalik dan terbalik

Mengingatkan dosaku

 

Aku ingin tanyakan teman

Lidah

"Lidah"

Ludahmu muncrat, menerobos ledeng, selokan, ke kali-kali
meransak ke huluan
kau sulap ludah jadi lidah hingga lidah tumpah berserakan

Gang Sepuluh

aku tertegun dengan rembulan yang malu

di antara ranting-ranting pohon jambu,

dan jalan depan rumahku penuh dengan suara klakson melengking

Merah di Pucuk Daun

Mencari baskara di ladang terik yang menikam

Dupak

Aku melihat kirana

Malu di antara jemari pohon

Di marka jalan

 

Segelas tehpun kuminum

 

Di tepi jalan

Kirana bersembunyi

Jiwamu Berpuisi di Naungan Senja

Jiwamu Berpuisi di Naungan Senja

: Drs. Syahrul, M.Pd

 

Masih terang aljabar mengalir dari suara paraumu

Benih Semata Wayang

Di ladang ia menanam,

Menggali dengan sebuah ranting,

Yang kering dan rayapan.

 

Di ladang ia menuangkan minumam,

Mengucur perlahan dari bibir gayung,

Yang pecah tak beraturan.

 

Membungkuk dan memandang,

Angin angin datang merobohkan,

Lidinya kecil, lidinya menopang.

 

Sajak Rindu Teruntuk Perempuan Pendulang Rembulan

Sajak Rindu Teruntuk Perempuan Pendulang Rembulan

 

Dilarut Malam

Dilarut Malam

 

 

Di larut malam ingatan kian terang

doa

Sejenak aku berdiri mengundang awan,

 

Ku rukuk kan hingga berarak mendung hitam,

 

Dalam sujudku hujan menderas tanpa henti,

 

Ucapku lirih,

 

Bukan gelegar doa yang menyambar,

 

Simpuh aku dalam luka,

 

Dan hanya telapak tangan menengadah hujan,

 

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler