Skip to Content

Catatan Akhir Menjadi Santri TMI

Foto Ach. Fauzi Pratama

           Saya gak tahu harus memulai catatan ini dari mana, apakah dari huruf A, ataukah dari huruf Alif karena disaat saya menulis catatan ini rasanya agak melan kolik sekali, namun saya harus berani menulis catatan ini karena catatan ini mengandung masa yang penuh dengan kedukaan dan kesukaan, dimana saya serta teman-teman seperjuangan angkatan 36 melakukan pendakian di suatu gunung dan gunung tersebut kami beri nama gunung jauhari yang sebentar lagi kami akan menapak atap keindahannya dan atap tersebut kami beri nama atap wisuda atau puncak tertinggi di gunung jauhari. Pada hakekatnya catatan harian ini sangat singkat sekali, akan tetapi hal demikian tidak menjadi masalah karena catatan ini ku-tulis bermula dari keberanian hidup saya.


           Kelas I hingga sekarang sudah terlampaui oleh keberanian jiwa kami untuk selalu teguh dalam mengarungi hidup ini tentunya kami melampauinya dengan suka dan duka. Rasa suka disini adalah masa-masa yang sangat berharga (beribadah, belajar dan berlatih) dan rasa dukanya adalah ketika teman-teman kami gugur sebelum menapak atap keindahan yang sebentar akan tiba dan yang paling membuat kami sedih ketika guru kami, pahlawan kami, pejuang kami, sahabat kami, kyai kami, KH. Idris Jauhari jatuh sakit sehingga kami selalu berdoa agar beliau di berikan kesembuhan karena kami rindu dengan deritan kalam beliau yang selalu menasehati kami, mengajari kami, mendidik kami dan mengajak kami untuk selalu bersyukur kepada Allah. dan Alhamdulillah sekarang beliau hadir di tengah kami meski beliau masih sakit, semoga Bpk Kyai diberikan kesehatan dan keberanian untuk menjalani hidup ini.

            Namun, ketika saya duduk di kelas IV ada kenangan tersendiri bagi saya dan teman-teman lama saya (ganspala yang sekarang dibekukan menjadi pecinta lingkungan) yaitu disaat kami keluar pondok tanpa izin untuk melakukan pendakian ke gunung arjuno (gunung tertinggi di jawa timur setelah semeru). Alhamdulillha pendakian tersebut berjalan dengan harapan dan kami diberikan kekuatan sama Ilahi untuk menaklukkan gunung tersebut dan setibanya kami di pondok, kami dipanggil oleh MPO, setelah dua hari kemudian, kami di botak bersih dan membuat surat pernyataan sampai ke mudir marhalah dan membacakannya didepan santri yang lain. Namun waktu itu juga saya sering berfikir untuk apa saya lakukan semua ini jika akhirnya yang ada hanya penyesalan, maksudnya karena kegiatan tersebut dilakukan dengan terpaksa, karena saat itu dipaksa oleh seneor kami, tidak hanya itu, keluar pondok tanpa seizin dari pihak terkait adalah hal sangat munafik. Meski  pendakian tersebut dilakukan dengan tidak wajar  namun menjadi kenangan tersendiri bagi saya karena keindahannya dan hutan-hutan yang memberikan kedinginan selalu menghantuiku, sejak saat itulah saya sering lari ke gunung di hari liburan karena bagi saya gunung adalah tempat yang damai.

            Hari-hari di kelas VI adalah hari yang ditunggu oleh semua santri TMI Al-amien. Kini kami Zhertavorise dan Ard. Zhavisca sedang menikmatinya, mulai dari suka dan duka terus kami nikmati dan dari beberapa program sudah kami terlampaui dengan penuh keberanian. Sahabat sahabatku diakhir kelas VI ini kita tidak boleh menyerah pada kemunafikan, kita harus sadar bahwa yang kita lakukan selama ini jauh dari harapan maka untuk itu mari kita jaga persahabatan kita, jangan sampai syaitan-syaitan yang busuk menghalangi cita-cita dan perjalanan kita. Mari berjuang untuk membahagiakan Bpk kyai, ayah, bunda dan guru-guru kita karena kitalah harapan mereka, kitalah harapan bangsa dan kita harus berusaha  untuk membahagiakan ayah dan bunda karena mereka berdualah yang selama ini memberikan biaya kepada kita di pondok ini. Kawan pendakian di gunung jauhari sebentar lagi akan usai, kita semua akan tiba dimana saya, kalian akan di wisuda dan kita akan tiba apabila kita selalu taat kepada Allah dan kepada Bpk kyai.

            Sahabat sahabatku hari ini adalah hari dimana hari yang lama akan segera berlalu dan diganti dengan hari yang baru atau sejarah baru, tentunya kita tak lagi bersama, kita tak lagi tertawa bersama akan tetapi kenangan kenangan menjadi santri TMI Al-amien Prenduan akan tetap hidup dan menjadi sejarah di hati saya. Hanya saja saya pribadi sangat berharap agar kalian tidak pernah menjadi orang yang hipokritis dan selalu memelihara terhadap diplomasi agar tidak luntur.
Selamat berjuang sahabat-sahabatku dan arungilah hidup ini dengan penuh keberanian.

Sahabatmu
Ach. Fauzi Pratama

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler