Skip to Content

Gaya Drama / Teater Realis

Foto Fahmi N Mustaqim
files/user/196/Tampilan_dalam_film_Therese_Raquin_karya_Zola.jpg
Tampilan_dalam_film_Therese_Raquin_karya_Zola.jpg

Realisme muncul sebagai sebuah gerakan dalam penciptaan karya-seni modern untuk menggambarkan masyarakat apa adanya (meskipun masyarakat yang digambarkan itu adalah masyarakat dekaden, dan menyinggung perasaan apresiator/penonton).

Gerakan ini muncul sebagai bagian dari keinginan para seniman realis untuk menyuguhkan kebenaran-kebenaran tentang manusia dan keberadaan-keberadaannya secara realistik, logis, apa adanya, sehingga pengembangan pemahaman/pengetahuan tentang manusia dan keberadaan-keberadaannya, benar-benar mempunyai dasar-dasar yang kuat.

Gerakan ini berkembang setelah: 1) ide-ide tentang kebebasan, persaudaraan dan persamaan hak yang dicita-citakan kaum romantik tidak pernah tercapai; dan bahkan, setelah Napoleon berkuasa, dan revolusi industri pecah, yang dicita-citakan itu makin jauh panggang dari api karena manusia semakin hari semakin menderita; 2) ajaran positivisme dari August Comte mengajarkan bahwa untuk dapat memahami manusia dan mengatasi keadaan-keadaan negatifnya, penelitian, observasi dan eksperimen perlu dilakukan; dan 3) teori evolusi Charles Darwin membahanakan bahwa manusia yang hidup pada saat ini, adalah manusia-manusia dari gen yang unggul; dan bahwa persaingan antar gen terus terjadi selama manusia hidup.

 

 

A.  Yang Menjadi Asumsi-Asumsi Pokok Seniman Pencipta Karya-Karya Bergaya Realis

1)  yang disebut sebagai kebenaran adalah hal-hal yang relatif dapat diuji secara empirik; dan semua kebenaran yang tidak dapat diuji secara empirik, dapat dianggap relatif tahkyul

2) manusia pada dasarnya tidak bebas dalam menentukan kemenjadian dirinya karena mereka ditentukan oleh lingkungan dan genetika orangtuanya.

3) untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi manusia, perlu adanya pengembangan ilmu-pengetahuan; dan bahwa pengembangan ilmu-pengetahuan hanya mungkin dicapai dengan penelitian-penelitian, observasi-observasi dan lain sebagainya apabila manusia berhenti membohongi dirinya sendiri (semata-mata karena mereka senang melihat yang baik-baik tentang keberadaan mereka).  (Manusia harus berani melihat kenyataan-kenyataan dirinya yang sebenarnya)

 

 

B.  Tokoh-Tokoh Gaya Realis

1) Aleksandre Dumas Fils (1824-1895), seorang novelis/dramawan dengan karya-karyanya antara lain “Atala” (1848); “The Lady of the Camellias” (1848), “Diane de Lys” (1853), “L’Ami des femmes” (1864).

2) Emile Augier (1820-1889) dengan karya-karyanya antara lain “L’Aventuriere” (1848), “Marriage d’Olympe (1855), “Madame Caverlet” (1876) dan “Les Fourchambault” (1879).

3) Henrik Ibsen (1828-1906) dengan karya-karyanya antara lain “Catiline (1850), “Norma” (1851), “The Pretenders” (1863), “Brand” (1866), “Peer Gynt” (1867), “A Doll’s House” (1879), “Ghosts” (1881) dan “An Enemy of the People” (1882).

4) Anton P. Chekov (1860-1904) dengan karya-karyanya antara lain “Platonov” (1881), “The Bear” (1888), “The Seagull” (1896), “Uncle Vanya” (1897), “The Cherry Orchad” (1904).

 

 

C.  Gaya drama/teater realis adalah gaya yang:

1) bersifat komunal terbatas dan dianut oleh sekelompok seniman realis yang hidup pada permulaan jaman modern;

2) umumnya menampilkan tema-tema yang berkenaan dengan kehidupan yang dianggap sebenarnya dari manusia-manusia atau mahkluk-mahkluk lain;

3) dibuat bukan karena ada dan ingin menampilkan perasaan-perasaan kagum atau indah (terhadap keberadaan manusia/mahkluk lain), tetapi justru menampilkan perasaan-perasaan prihatin dan sikap-sikap pesimistik terhadap keberadaan manusia/mahkluk lain itu akibat adanya pengaruh faktor-faktor tertentu seperti lingkungan (sosial, ekonomi, politik), genetika dan lain-lain;

4) dalam banyak kasus, karya di mana gaya yang dimaksud ini, menggejala, dibuat dengan operasionalnya pandangan-pandangan hidup yang relatif bersifat deterministik terhadap keberadaan manusia di muka-bumi ini;

5) dibuat dengan adanya keinginan mengajak penonton/apresiator tergugah secara emosional dan intelektual, kemudian memahami secara logis yang terjadi dalam kehidupan tokoh-tokoh utama yang diceritakan; dan mungkin dapat bertindak secara logis untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami manusia lain yang sama seperti yang dialami oleh tokoh-tokoh utama yang diceritakan;

6) dibuat dari unsur-unsur pembentuk cerita (terutama tokoh, peristiwa dan setting) yang realistik dan mungkin sudah ada/dikenal secara luas atau justru baru tetapi yang diciptakan dengan melekatkan ciri-ciri realistik keberadaan unsur-unsur itu;

7) dalam banyak kasus, karya di mana gaya yang dimaksud ini, menggejala, dibuat dengan operasionalnya keinginan menampilkan keidealan (dalam konteks realistik); dan mengandung detail-detail figuratif yang sungguh-sungguh membentuk atmosfir-atmosfir realistik dalam keberadaan karya-karya itu;

8) dibuat dengan adanya anutan faham pemikiran kaum realis dan adanya kecenderungan mengekspresikan yang dianggap benar-benar terjadi/mungkin terjadi dalam kehidupan ini;

9)  dibuat dengan adanya penerapan aturan-aturan/konvensi-konvensi tertentu yang bersifat umum/diterapkan oleh para dramawan/teaterawan lain.

 

B.  Adagium-Adagium/Asumsi-Asumsi Dasar

1)  yang disebut sebagai kebenaran adalah hal-hal yang dapat diuji secara empirik; dan semua kebenaran yang tidak dapat diuji secara empirik, dapat dianggap tahkyul

2) manusia pada dasarnya tidak bebas dalam menentukan kemenjadian dirinya karena mereka ditentukan oleh lingkungan dan genetika orangtuanya.

2) untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi manusia, perlu adanya pengembangan ilmu-pengetahuan; dan bahwa pengembangan ilmu-pengetahuan hanya mungkin dicapai dengan penelitian-penelitian, observasi-observasi dan lain sebagainya apabila manusia berhenti membohongi dirinya sendiri (semata-mata karena mereka senang melihat yang baik-baik tentang keberadaan mereka).  (Manusia harus berani melihat kenyataan-kenyataan dirinya yang sebenarnya)

 

Tokoh-tokoh:

1) Emile Zola (1849-1902) dengan karyanya “Therese Raquin” (1867).

2) Leo Tolstoy (1828-1910) dengan karyanya “The Power of Darkness” (1886).

3) August Strindberg (1849-1912) dengan beberapa karyanya, antara lain: “Father” dan “Miss Julie”.

4) Eugene O’Neill (1886-1953) dengan karya-karyanya antara lain “Beyond the Horizon” (1920), “Anna Christie” (1922) dan “Desire under the Elms” (1924).

 

Gaya drama/teater naturalis adalah gaya yang:

1) bersifat komunal terbatas dan dianut oleh sekelompok seniman naturalis (terutama seniman seni lukis) yang hidup pada permulaan jaman modern;

2) umumnya menampilkan tema-tema yang berkenaan dengan kehidupan yang memprihatinkan dari manusia-manusia kecil atau mahkluk-mahkluk lain yang tidak dikenal;

3) dibuat bukan karena ada dan ingin menampilkan perasaan-perasaan kagum atau indah (terhadap keberadaan manusia/mahkluk lain), tetapi justru menampilkan perasaan-perasaan prihatin dan sikap-sikap pesimistik terhadap keberadaan manusia/ mahkluk lain itu akibat adanya pengaruh faktor-faktor tertentu seperti lingkungan (sosial, ekonomi, politik), genetika dan lain-lain;

4) dalam banyak kasus, karya di mana gaya yang dimaksud ini, menggejala, dibuat dengan operasionalnya pandangan-pandangan hidup yang sungguh-sungguh bersifat deterministik terhadap keberadaan manusia di muka-bumi ini;

5) dibuat dengan adanya keinginan mengajak penonton/apresiator tergugah secara emosional dan intelektual, kemudian memahami secara logis yang terjadi dalam kehidupan tokoh-tokoh utama yang diceritakan; dan mungkin dapat bertindak secara logis untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami manusia lain yang sama seperti yang dialami oleh tokoh-tokoh utama yang diceritakan;

6) dibuat dari unsur-unsur pembentuk cerita (terutama tokoh, peristiwa dan setting) yang realistik dan mungkin sudah ada/dikenal secara luas atau justru baru tetapi yang diciptakan dengan melekatkan ciri-ciri realistik keberadaan unsur-unsur itu;

7) dalam banyak kasus, karya di mana gaya yang dimaksud ini, menggejala, dibuat dengan operasionalnya keinginan menampilkan keidealan (dalam konteks naturalistik); dan mengandung detail-detail figuratif yang sungguh-sungguh membentuk atmosfir-atmosfir naturalistik dalam keberadaan karya-karya itu;

8) dibuat dengan adanya anutan faham pemikiran kaum naturalis dan adanya kecenderungan mengekspresikan yang dianggap benar-benar terjadi/mungkin terjadi dalam kehidupan ini;

9)  dibuat dengan adanya penerapan aturan-aturan/konvensi-konvensi tertentu yang bersifat umum/diterapkan, terutama, oleh para ilmuwan dalam mengkaji realitas untuk adanya pengembangan ilmu.

 

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler