Skip to Content

GAYA DRAMA/TEATER SIMBOLIK

Foto Fahmi N Mustaqim
files/user/196/Rancangan_Tata_Pentas_Hamlet_karya_Shakespeare_oleh_Edward_Gordon_Craig_1902.jpg
Rancangan_Tata_Pentas_Hamlet_karya_Shakespeare_oleh_Edward_Gordon_Craig_1902.jpg

GAYA DRAMA/TEATER SIMBOLIK

(Gerakan ke Intuisi dan Penghargaan terhadap Individualitas Paling Awal)

 

Gaya simbolik dalam dunia penciptaan drama/teater merupakan salah-satu gaya modern di mana intuisi dan penghargaan terhadap individualitas semakin mengemuka dalam penerapannya.

Simbolisme sebenarnya muncul sebagai suatu gerakan paling awal dalam penciptaan karya seni yang ditujukan untuk menandingi penciptaan karya seni bergaya realisme dan naturalisme yang menurut anggapan kaum simbolik, terlalu berorientasi pada akal/logika.

 

A.  Adagium-Adagium/Asumsi-Asumsi Dasar

1) intuisi adalah bagian dari keberadaan jiwa manusia yang harus diberi tempat dalam penciptaan-penciptaan karya seni dan lain-lain karena intuisi merupakan bagian jiwa yang lebih mungkin mengenal kenyataan/kebenaran secara alamiah dibanding dengan akal semata,

2) sejarah adalah sumber kenyataan/kebenaran yang paling tepat; dan oleh karenanya harus menjadi objek-objek ungkap karya-karya seni bergaya simbolik,

3) kesamaran/ketidakjelasan dan kemisteriusan kenyataan-kenyataan justru adalah keberadaan-keberadaan/gejala-gejala yang harus didalami/diungkap kebenarannya,

4) penonton tidak boleh diarahkan/dicenderungkan kepada suatu kecenderungan yang membutakan kemampuannya untuk memahami yang dikemukakan secara intuitif, melainkan dikondisikan agar kemampuan intuitifnya operasional.

 

B.  Tokoh-Tokoh Gaya Realis dalam Penciptaan Karya-Karya Drama/Teater

1.  Maurice Maeterlinck (1862-1949) dengan karya-karyanya antara lain “La Princese Maleine” (1889), “Pelleas and Melisande” (1893), “La Mort de Tintagiles” (1894), “L’Oiseau Bleau” (1909), “Judas de Kerioth” (1929).

2.  Richard Wagner (1813-1883) seorang musikus pencipta opera dengan karya-karyanya antara lain “Rienzi” (1840), “The Flying Dutchman” (1843), “Tannhauser” (1845),  “Lohengrin” (1850), “Das Rheingold” (1853), “Siegfried” (1856) dan “Tristan und Isolde” (1856).

3.  Adolphe Appia (1862-1928) dengan karya-karya tata pentasnya antara lain tata pentas untuk pertunjukan opera karya Wagner “Tristan und Isolde” (1923) dan “Ring” (1924-1925)’.

4.  Gordon Craig (1872-1966) seorang aktor, sutradara dan penata pentas dengan karya-karyanya antara lain “Dido and Aeneas”, “Venice Preserved” “Hamlet” (1902) dan “The Prelenders” (1926).

5.  Federico Garcia Lorca (1899-1936) dengan karya-karyanya antara lain “El Maleficio de la Mariposa” (1920), “Retablillo de Don Cristobal” (1923), “Bodas de Sangre” (1932), “Yerma” (1934), “La Casa de Bernarda Alba” (1936), dan “Los Sueros de mi Prima Aurelia” (1938).

 

C.  Ciri Gaya drama/teater Simbolik

1. bersifat terbatas dan dianut oleh sekelompok seniman simbolik,

2.  umumnya menampilkan tema-tema yang berkenaan dengan kehidupan yang bersejarah seseorang atau beberapa tokoh,

3. dibuat untuk menampilkan persoalan-persoalan yang dianggap samar, misterius tetapi yang mengandung kenyataan/kebenaran yang mungkin dapat dipahami,

4. dibuat agar apresiator dapat mempergunakan intuisinya untuk memahami kebenaran-kebenaran yang dianggap masih terselubung.

 

 

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler