Skip to Content

Menerjemah Pemikiran Teroris

Foto Eko Prastiawan Adi Saputra

 

Teror bom sudah menjadi bencana yang tabu didengar oleh kita belakangan ini. Bagaimana tidak, dikutip dari Detik.com, di bulan Mei 2017 ini saja sudah ada beberapa bom yang meledak di 4 tempat berbeda, yaitu di Filipina (Manila, 6 Mei), Thailand (Pattani, 9 Mei), Inggris (Manchester Arena, 22 Mei) dan yang terakhir bom meledak di daerah Kampung Melayu, Jakarta Timur 24 Mei 2017.

Dengan terjadinya teror bom di keempat tempat berbeda ini, kemudian memunculkan beberapa praanggapan atau opini dari beberapa orang, salah satunya Ali Amrozi adik Amrozi terpidana mati kasus bom bali 2002 silam. Menurut Ali, teror bom sebelum Kampung Melayu bisa jadi merupakan inspirasi pelaku bom Kampung Melayu. Pendapatnya bukan tidak beralasan. Dikutip dari jawapos.com, Ali mengatakan bahwa pelaku masih bisa dikategorikan sebagai pelaku amatir sebab bom yang dihasilkan masih berdaya rendah, penyusunannya yang tidak benar dan jelas pelakunya belum mempunyai kemampuan yang baik.

Ada salah satu pendapat dari Ali yang saya sepakat dengan hal itu. Yaitu mengenai semangat pelaku bom Kampung Melayu ini. Meskipun kemampuan secara teknis sangat payah, tetapi semangat beragama yang serampangan menjadi ladang subur semangat terorisme. Karena bisa jadi hari ini kemampuannya masih amatir namun tidak menutup kemungkinan kedepan mereka menjadi pelaku profesional.

Anggapan seperti ini bukan kemudian saya lebih membela terorisme. Hal ini saya utarakan tidak lain hanya ingin memberi pengertian bahwa semangat yang demikian merupakan hal yang tidak mudah dijinakkan seperti halnya bom yang mereka ciptakan. 

Pandangan kami demikian adanya, meledaknya bom di Kampung Melayu juga tidak bisa dipisahkan dengan masalah agama. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, semangat beragama yang serampangan memicu tumbuh suburnya terorisme. Teror bom semacam ini bisa jadi adalah bentuk ancaman kepada umat Islam dan umat Kristiani yang kita tahu saat ini umat Islam menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan dan umat Kristiani dalam perayaan Isa Almasih. 

Dalam hal ini kami tidak bisa mengusulkan pembenahan kaum beragama kepada pemerintah. Karena kita tahu bahwa kaum beragama kembali kepada masalah persepsi masing-masing. Tetapi kaum beragama memiliki anggapan yang demikian, orang akan memandang agama secara parsial atau radikal. Untuk mewujudkan masyarakat yang aman dan damai tanpa teror, kaum beragama harus memahami agama secara integral.

Ledakan bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu kemarin adalah bukti bahwa radikalisme benar-benar nyata ada di sekitar kita. Bukankah beda teroris dengan radikalis hanya apakah dia mewujudkan isi otaknya menjadi tindakan atau tidak?

Jika ingin mencari isi kepala yang sama dengan tindakan pelaku bom bunuh diri kemarin, maka saat ini stoknya melimpah di negeri ini. Alam pikir yang menuhankan kepercayaannya sebagai kebenaran mutlak, cara pandang dunia yang hitam putih merupakan pemikiran radikalis yang berpotensi besar menjadi teroris. Cara berpikir yang semacam ini adalah cara berpikir yang hanya butuh satu langkah untuk menjadi teroris.

Memahami agama secara integral bisa menjadi solusi mewujudkan masyarakat yang aman, damai, tanpa teror dan sebagainya. Memahami agama secara integral yang dimaksud adalah memahami agama berdasarkan konteks dan tidak hanya berdasarkan teks semata. Pemikiran berdasarkan konteks akan mewujudkan sikap toleran, bukan dalam hal akidah tetapi lebih kepada persoalan muamalat.

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler