Skip to Content

SASTRA DAERAH: SENI KESUSASTRAAN BATAK KARO

Foto SIHALOHOLISTICK

Seni Sastra Karo memiliki dua bentuk, yakni lisan dan tulisan. Namun, sastra bentuk lisan lebih dikenal dan lebih sering digunakan dibandingkan tulisan.
Sastra Lisan

Pada umumnya dalam berkomunikasi dengan sesamanya, orang Karo mempergunakan bahasa Karo. Dalam berkomunikasi atau pembicaraan sehari-hari, penggunaan bahasa Karo ini tidak memerlukan suatu bentuk atau susunan dan aturan yang baku, yang penting apa yang dikehendaki atau yang perlu disampaikan bisa dimengerti oleh lawan bicara/pendengar.

   Namun untuk keperluan tertentu, seperti ungkapan keluh kesah, pembicaraan adat, bernyanyi, dan lain sebagainya dilakukan pemilihan kosa kata yang dianggap paling sesuai. Kosa kata yang dimaksud adalah apa yang disebut oleh orang Karo sebagai cakap lumat (bahasa halus). Cakap lumat adalah dialog yang diselang-selingi dengan pepatah, perumpamaan, pantun dan gurindam. Pemakaian cakap lumat ini sering dipergunakan dalam upacara adat seperti Upacara perkawinan, memasuki rumah baru, dan dalam pergaulan muda-mudi (ungkapan percintaan).

   Berdasarkan dari beberapa sumber,, penulis menyimpulkan bahwa seni sastra Karo dibedakan atas beberapa kategori, diantaranya:

 

  1. Tabas-abas (mantra), yaitu sejenis mantra yang diucapkan atau dilantunkan untuk mengobati orang yang sakit. Mantra ini biasanya diucapkan/digunakan oleh seorang Guru sibaso (dukun).
  2. Kuning-kuningan, yaitu sejenis teka-teki yang biasa digunakan oleh anak-anak, muda-mudi maupun orang tua di waktu senggang, sebagai permainan untuk mengasah otak.
  3. Ndung-dungen, yaitu sejenis pantun Karo yang terdiri dari empat baris. Dua baris terdiri dari sampiran, dan dua baris berikutnya merupakan isi.
  4. Bilang-bilang, yaitu dendang duka yang merupakan ratapan seseorang yang sedang berduka. Misalnya kerana teringat dengan ibunya yang telah meninggal dunia; ataupun meratapi kekasih yang telah meninggalkan dirinya kerana sesuatu hal. Dahulu Bilang-bilang ini ditulis dengan aksara Karo di sepotong bambuatau kulit kayu, isinya adalah jeritan hati sipenulisnya. Semenjak dahulu bilang-bilang ini biasanya terfokus pada suasana kepedihan/kesedihan. Oleh karena itu ada juga yang mengatakan bilang-bilang sebagai “Dengang duka”.
  5. Turi-turin, adalah cerita yang berbentuk prosa yang isinya tentang asal-usul marga, asal usul kampung, cerita tentang orang sakti, cerita lucu, dan lain sebagainya. Turi-turin biasanya diceritakan orang-orang tua kepada anak atau cucunya pada malam hari sebagai pengantar tidur. Beberapa judul ceritanya antara lain: Beru Patimar, Panglima Cimpa Gabor-gabor, Gosing si Aji Bonar, dan sebagainya.(ibid & blog Julianus Limbeng)

Sastra Tulis (AKSARA KARO)

 

Tulisen(aksara) Karo, adalah salah satu aksara kuno yang ada di nusantara. Yang merupakan kumpulan dari tanda-tanda(karakter/simbol-simbol) utuk menyatakan sesuatu, yang pemakaiannya dimengerti dan disepakati, yakni oleh masyarakat penggunanya, yaitu: masyarakat Karo itu sendiri. Tulisen Karo merupakan milik dari masyarakat(etnis) Karo atau dengan kata lain, tulisen yang tumbuh dan berkembang di masyarakat (etnis) Karo serta tersebar luas, dipergunakan dan diajarkan(awalnya dengan bahasa pengantar, cakap Karo) di ruang lingkup Karo yang dulunya meliputi pesisir timur di Sumatera (Oostkust van Sumatera) bagian utara dan dataran tinggi Karo yang terbentang luas diatas pegunungan Bukit Barisan.



Pemakaian Tulisen(aksara) Karo

Indung Surat ( Huruf Induk )

 

Indung Surat (Huruf Induk) dalam Tulisen (aksara) Karo terdiri dari 21 indung surat, yang dimana semua Indung Surat(huruf induk) itu selalu diakhiri dengan bunyi “a”, kecuali pada dua indung surat yang berdiri sendiri, yakni: huruf “I (i)” dan “U(u)” (indung surat “I(i)” dan “U(u)” yang hanya dipakai sebagai huruf awal pada kata maupun kalimat saja). Sehingga di dalam penulisan aksara Karo selalu dipakai anak surat(anak huruf/huruf bantu) sebagai pembantu atau penjelas. Berikut contoh-contoh penggunaan tulisan Karo!

Contoh :

Anak Surat
Anak Surat dalam tulisen(aksara) Karo, terdiri atas tiga(3) golongan, yang memiliki fungsinya
masing-masing, yaitu:
    i. Menghilangkan(mematikan) bunyi “a” (penengen/pemantik)
   ii. Mengubah bunyi “a” menjadi bunyi “i, u, é, e, dan o”
  iii. Menambahkan bunyi “ng” dan “h”

i. Penengen/pemantik(.._..)

Penengen/pemantik, berfungsi untuk menghilangkan(mematikan) bunyi “a” pada indung surat,sehingga menjadi huruf yang berdiri tunggal(berdiri sendiri). Misalkan “Ha” menjadi “H(h)”-saja, “Ka” menjadi “K(k)”-saja dan seterusnya. Karena, “a” yang mengikuti pada indung surat sudah dihilangkan(dimatikan)! Adapun tanda(carakter) yang dipakai untuk menghilangkan “a” pada indung surat adalah “ (.._..)” yang diletakkan tepat dibelakan indung surat yang bunyi “a” –nya ingin dihilangkan(dimatikan). Sehingga akan menjadi huruf-huruf tunggal(berdiri sendiri): “H – K – B – P – N – W – G – J – D – R – M – T – S – Y – Ng. – L – C – Nd. – Mb.” Lihat tabel berikut yang menunjukkan indung surat yang telah diberi penengen/pemantik!


Berikut contoh penggunaan tanda penengen/pemantik “(.._..) ” pada penulisan aksara Karo:
Contoh: 1. “Makanan”

Karna aksara Karo belum bisa di ketikan semua di internet seperti tulisan aksara Cina atau Arab
jadi download aja di sini DOWNLOAD
Sumber;
repository.usu.ac.id
doc.Bastanta P.Sembiring

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler