Skip to Content

Menafsir Puisi Denilsa Dengan Ilmu Tajwid

Foto Balya Nur

Entahlah. Barangkali tidak ada penyair yang tidak pernah menulis puisi cinta. Paling tidak puisi yang hanya menghiasai buku hariannya. Saya hanya tertarik membaca puisi cinta yang saya tulis sendiri. Saya membaca puisi cinta karya orang lain sekedarnya saja. Sampai pada hari senin, 17 Pebruari, saya membaca puisi di Fikisana, kompasiana, rubrik puisi. Puisi berjudul “ Cintaku Seperti Ilmu Tajwid “ karya Denilsa S. Bokings http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2014/02/17/cintaku-seperti-ilmu-tajwid-632571.html mengejutkan saya. Barangkali saya memang kurang banyak membaca, tapi cinta yang dianalogikan dengan ilmu tajwid baru pertama kali saya temukan. Kalau misalnya ada yang pernah membaca seblelumnya izinkan saya malu sejenak. Kita baca dulu deh puisinya.Huruf miring/italic dari saya untuk memudahkan “pencarian” ilmu tajwidnya.

CINTAKU SEPERTI ILMU TAJWID

Saat pertama kali berjumpa denganmu, aku bagaikan berjumpa dengan saktah, hanya bisa terpana dengan menahan nafas sebentar

Aku di matamu mungkin bagaikan nun mati diantara idgham billaghunnah, terlihat, tapi dianggap tak ada…

Aku ungkapkan maksud dan tujuan perasaanku seperti idzhar, jelas dan terang

Namamu ibarat ikhfa bagiku, selalu mendengung-dengung di telingaku

Jika mim mati bertemu ba disebut ikhfa syafawi, maka jika aku bertemu dirimu, itu disebut cinta

Sejenak pandangan kita bertemu, lalu tiba-tiba semua itu seperti idgham mutamaatsilain, melebur jadi satu.

Cintaku padamu seperti mad lazim, paling panjang di antara yang lainnya

Setelah kau terima cintaku nanti, hatiku rasanya seperti qalqalah kubro, terpantul-pantul dengan keras

Dan akhirnya setelah lama kita bersama, cinta kita seperti iqlab, ditandai dengan dua hati yang menyatu

Sayangku padamu seperti mad thobi’i dalam Al-Qur’an. Buanyaaakkk beneerrrrr….

Semoga dalam hubungan kita ini seperti idgham bilaghunnah yang cuma berdua, lam dan ro’

Meski perhatianku gak terlihat seperti alif lam syamsiah, namun cintaku padamu seperti alif lam qomariah, terbaca jelas

Kau & aku sepeti idgham mutajanisain, perjumpaan 2 huruf yang sama makhrajnya tapi berlainan sifatnya

Dan layaknya huruf tafkhim, namamu pun bercetak tebal di pikiranku

Semoga aku jadi yang terakhir untuk kamu seperti mad aridlisukun

Subhanallah…

Sungguh bahagia insan yang telah menemukan cinta sejatinya, mereka ibarat tasbih & benang pengikatnya yang terajut menjadi satu untaian yang selalu disentuh satu demi satu oleh insan mulia yang bibirnya basah akan cinta kepada Rabb

—————–

Entahlah. Barangkali saya memang tidak perduli barangkali juga tidak paham pada struktur puisi. Baik dari janis fisik maupun jenis batin. Tipografi puisi ini seperti susunan kata-kata mutiara. Diksinya juga lempang saja, jujur apa adanya, tidak pakai bahasa figuratif, makanya jangan bicara imaji. Tapi ketika saya masuk pada “tajwid,” saya menemukan juga imaji auditif. Agak merepotkan dan lumayan bikin bingung memang. Puisi ini masuk rubrik puisi, maka sebut saja puisi.

Untuk memahami makna puisi ini, ya mesti mengerti ilmu tajwid. Ilmu cara membaca AlQur’an yang baik dan benar. Bagi yang sudah paham, syukurlah. Silakan nikmati puisi ini. Bagi yang belum, saya bantu pengertian seperlunya. anggap saja sebagai catatan kaki. Memangnya puisi esai saja yang pakai catatan kaki.

Saktah adalah tanda berhenti membaca sambil menahan nafas beberapa detik,lalu melanjutkan membaca.

“ hanya bisa terpana dengan menahan nafas sebentar”

Idgham bilaghunah membaca idgham yang tidak didengungkan. Huruf nun mati tidak diangap ada ( dilebur/dihilangkan ) jika bertemu dengan huruf idgham.

“terlihat, tapi dianggap tak ada…”

Izhhar (bukan idzhar) huruf yang dibaca dengan suara jelas,mantap.

“jelas dan terang “

Ikhfa bila huruf nun atau tanwin bertemu dengan huruf ikhfa, maka huruf nun atau tanwin dibaca samar, dengan getaran kecil lidah hingga terdengar seperti dengungan kecil.

“selalu mendengung-dengung di telingaku”

Ikhfa syafawi huru mim bertebu dengan huruf ba, mim dibaca agak samar dengan bibir seperti gemetar. Beda dengan ikhfa yang menggetarkan lidah.

“maka jika aku bertemu dirimu, itu disebut cinta”

Analogi ini memang agak kurang pas. Lebih pas jika danalogikan bibir agak gemetar ketika pertama mengucapkan kata cinta atau semacam itulah.

Idgham mutamatsilain pertemuan dua huruf yang sama, dua huruf itu dibaca dobel.

“ seperti idgham mutamaatsilain, melebur jadi satu. “

Mad Lazim tanda baca yang harus dibaca panjang, lebih panjang dari mad ashli ( thobi’i )

“ Cintaku padamu seperti mad lazim, paling panjang di antara yang lainnya.”

Qolqolah qubro Huruf akhir dari setiap kalimat yang dibaca dobel, dan sedikit memantul.

“hatiku rasanya seperti qalqalah kubro, terpantul-pantul dengan keras “

Iqlab huruf nun yang berubah bunyi menjadi huruf mim jika bertemu dengan huruf ba

“ditandai dengan dua hati yang menyatu “

Mad Thobi’i  panjangnya dua harkat, paling banyak terdapat dalam Al quran.

“Buanyaaakkk beneerrrrr….”

huruf idghom bilaghunah ada dua, lam dan ro

“Semoga dalam hubungan kita ini seperti idgham bilaghunnah yang cuma berdua, lam dan ro’ “

Alif lam syamsiah huruf alif lam yang lebur dengan huruf setalahnya. Alif lam Qomariyah huruf alif lam yang tidak lebur dengan huruf setalahnya.

“cintaku padamu seperti alif lam qomariah, terbaca jelas”

Idgham mutajanitsain dua huruf yang berlainan tapi mirip kedengarannya . Contoh : ‘ta’ dengan ‘tho,’ ‘ta’ dengan ‘da’ dan lainnya. Huruf pertama harus mengalah (lebur ) dengan huruf kedua.

“Kau & aku sepeti idgham mutajanisain “

Sayangnya, tanda baca ( & ) mengesankan puisi ini seperti “bukan puisi.”

huruf takhfim adalah huruf yang harus dibaca dengan tebal. Contoh : ‘ra’ fathah, dhomah atau lafadz Allah yang tidak didahului oleh tanda baca kasroh.

“namamu pun bercetak tebal di pikiranku “

Mad aridlisukun terbentuk mad ( dibaca panjang ) pada tiap akhir kalimat atau tanda berhenti.

“Semoga aku jadi yang terakhir untuk kamu seperti mad aridlisukun “

Sabar ya..sebentar lagi selesai. Nampaknya penulis puisi ini cukup berhasil menggali “hikmah“ pelajaran tajwid yang sama sekali tidak terpikir oleh ahli baca Al Qur’an sekalipun. Bahkan lebih aneh lagi, sedikit pun tidak pernah sebelumnya terlintas dalam pikiran saya menafsirkan puisi  pakai ilmu tajwid, tapi begitulah faktanya. Tapi tentu saja penjelasan saya soal tajwid kurang memadai untuk memahami puisi ini. Jika Anda muslim, sebaiknya belajar ilmu tajwid untuk memahami puisi ini. Jika puisi ini Anda anggap tidak penting, maka belajar tajwid pastilah penting. Iya nggak?

17 Pebruari 2014

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler