Skip to Content

PENGARUH ISLAM TERHADAP TEATER TRADISI MELAYU

Foto Hafash Giring Angin

Oleh: Hafash Giring Angin*

 

Teater tradisi Melayu tidak terlepas dari pengaruh religi dan magi yang berabad-abad lamanya masuk ke Indonesia. Hal ini tidak bisa dilepaskan karena Hindu dan Budha telah lebih dulu hidup dan berkembang  yang ditandai dengan masuknya budaya kelautan India ke Sumatera. Namun demikian, budaya India ini kurang berpengaruh kepada mereka karena Melayu itu sendiri identik dengan Islam. Kedua sejarah pemahaman tentang keyakinan ini mengalami transformasi yang begitu kuat terbukti dengan praktik kedua keyakinan antara magi dan Islam yang sampai hari ini masih hidup dan berlangsung dalam bentuk pentas yang ditampilkan. Dalam magi kita bisa melihat seperti digunakannya sarana mantra dan medium yang dalam beberapa hal bertentangan dengan Islam.  Kendati dalam satu sisi bertentangan, namun praktik-praktik magi tetap menjadi bagian dari sarana penting yang sulit dihilangkan karena sudah berurat akar dan menjadi kesatuan dengan adat-istiadat keseharian mereka.

Kalau dilihat dari segi sejarah beserta asal-usulnya, agama Hindu dan Budha telah lebih dahulu hidup dan bertahan di kawasan Melayu pada abad ke-7 sampai abad ke-13 sekitar 600 tahun ditambah dengan masuknya budaya India lewat agama yang menimbulkan perubahan besar dalam munculnya lembaga kenegaraan baru yakni kerajaan. Namun dalam perkembangannya agama Budha lebih berkembang dari pada Hindu. Mengapa orang-orang Melayu lebih memilih Budha dari pada Hindu karena orang-orang Budha lebih filosofis, independen, pragmatik, egaliter, siap dalam persaingan dan memiliki harga diri yang tinggi, menawarkan persamaan dan kebebasan individu tanpa mengenal perbedaan kasta dan hierarki agama yang ketat sebagaimana yang disinggung Jakob Sumardjo (2002:33) bahwa : Jiwa dan rohani Melayu lebih sesuai menerima budhisme dari hinduisme. Prinsip kesatuan tiga yang menekankan kebebasan dan persamaan sesuai dengan ajaran budha yang terbuka bagi jenis lelaki dan perempuan, terbuka untuk semua orang tanpa membedakan golongan dan kasta. Dan sifat pragmatik orang pesisir lebih cocok dengan segi filosofis-rasional ajaran budha. Jelaslah bahwa pemilihan Sriwijaya atas agama budha, bukan suatu kebetulan lantaran yang datang ke sana bhiksu-bhiksu budhis, tetapi karena sesuai dengan dasar primordial sukunya.

Apa yang disinggung Jakob Sumardjo dalam analisanya menunjukkan bukti yang jelas, karena secara geografis masyarakat Melayu adalah masyarakat ladang yang mudah terbuka dalam menerima perubahan. Hal ini dapat dibuktikan dari pola dan cara kerja mereka yang  mengembangkan usahanya dalam niaga perdagangan internasionalnya dengan menjual hasil-hasil hutan dari pedalaman Sumatera dan Kalimantan. Bertolak pada proses perniagaan yang dimulai dari Pasai (Aceh sekarang) dengan Arab, Cina dan India, maka masyarakat Melayu menaruh kepercayaan dengan agama yang baru dikenalnya ini. Apalagi dengan ditemukan beberapa bukti lembaga-lembaga kerajaan di Pasai dan beberapa makam yang mengukuhkan kepercayaan dan keyakinan terhadap Islam. Sebagaimana yang dituturkan Jakob Sumardjo (2002:53) menyatakan bahwa: Dalam buku-buku sejarah disebutkan bahwa awal kurun waktu zaman Islam di Indonesia adalah tahun 1297 dengan ditemukannya makam Malik al-Saleh di Pasai. Jadi masyarakat Islam pertama telah terbentuk di daerah Aceh dalam lembaga kerajaan, pada waktu kerajaan Hindu Majapahit sedang berdiri. Menilik pembagian zaman agama dan budaya di Indonesia berdasarkan bukti berdirinya kerajaan-kerajaan seperti terlihat pada zaman Hindu di Kerajaan Kutai dan Taruma, maka awal zaman Islam juga harus dimulai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam yang pertama di Indonesia.

Dengan beberapa uraian dan persinggungan sejarah pemahaman religi dan Islam di atas, maka pengaruh ini memberikan kekayaan dan khazanah tersendiri bagi perkembangan sejarah Melayu dalam mengembangkan budayanya. Namun sebagai masyarakat yang sangat patuh dan longgar kepercayaannya, antara agama dan religi tetap mereka pelihara, karena keduanya menyatu menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. Bagi kalangan kaum agamis, agama adalah agama dan religi adalah religi keduanya tidak bisa disamakan. Tapi dalam kalangan tertentu, agama dan kesenian sudah menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan. Hal ini terbukti pada kedekatan antara tradisi berpantun yang dibumbui nilai-nilai Islami dan paham mistisisme dalam praktek permainan. Kendati demikian, pengaruh ke-Islaman tetap lebih dominan yang mencerminkan misi Islam yang sangat kental. Sementara dalam religi berkait dengan kekuatan adikodrati (supranatural) untuk menolong manusia dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dinilai tidak dapat dihayati dengan kemampuan manusiawi.

Melayu yang penduduknya kemungkinan besar pemeluk agama Islam yang paling longgar kepatuhannya pada kaidah agama, sangat menjaga batasan-batasan di luar konteks Islam. kendati magi dan religi sangat dominan dalam permainan, namun orang-orang Melayu sangat mawas diri dalam menjaga keimanannya. Hal demikian, karena Islam mempunyai pengaruh persatuan yang sedemikian luas dan berurat berakar dalam sejarah kehidupan Samudera Pasai dan Selat Malaka dalam periode abad ke 13 sampai awal abad ke 16. Pengaruh ini dapat dilihat pada aspek spritualitas, perdagangan, politik dan produk kebudayaan yang sampai saat ini masih tetap berlangsung. Hal ini terlihat dalam tradisi dengan nilai Islam yang begitu mendalam terutama pada aspek penyajian yang mencerminkan penyebaran misi Islam. Transformasi spiritual keagamaan dan kebudayaan ini merupakan fitrah yang mesti terjadi dalam diri manuisa.

Dalam hal ini, Hamdi Salad (2000:11-82) mensinyalir sebuah pendapat bahwa: Dalam khazanah Islam, apa yang disebut fitrah itu memiliki kedekatan makna dan hakekat proses-proses kreatif yang mendasarkan pemahamanya melalui kekuatan intelektual dan intuitif yang dikaruniakan Allah bersamaan dengan peniupan roh pada janin dalam rahim (konteks penciptaan dan kelahiran manusia). Fitrah manusia itu secara singkat dapat dikategorikan sebagai potensi untuk beragama yaitu iman, keyakinan yang bersifat teologis, berpikir yaitu pengetahuan yang bersifat emperis dan berolah rasa pada naluri keindahan yang bersifat estetis. Begitulah kira-kira, sejak Islam menjadi agama sentral di sekitar kawasan Arab dan kemudian merombak secara revolusioner terhadap pola-pola kehidupan dan kebudayaan yang mapan, telah menyata sebagai sejarah penting dari pertumbuhannya. Bahakan seluruh tradisi dan berbagai dimensinya dalam dunia seni (khususnya dalam bidang sastra), termasuk juga bentuk-bentuk seni yang berasal dari bangsa-bangsa lain yang hidup dalam kekuasaannya, dengan mudah dapat dialihkan fungsi dan tujuannya ke dalam jangkauan Islam.

Ruang-ruang fiksi dalam teater tradisi Melayu yang tersentuh oleh imajinasi-imajinasi setelah masuknya Islam, banyak terlihat pada beberapa penamaan yang menggunakan bahasa Arab. Penciptaan tokoh Khalifah dan Syekh dalam teater tradisi Mendu adalah salah satu bukti pengaruh dominasi Islam yang diartikan sebagai pemimpin yang memegang andil besar dalam mengatur dan mengarahkan pertunjukan. Sementara Syekh diucapkan untuk menunjuk pada kemampuan seseorang yang dituakan karena ilmu dan pengalaman. Semua penamaan ini merujuk pada Islamisasi seni Melayu yang mempunyai idealisasi pencitraan yang sangat dalam. Begitu halnya nama-nama seperti Abdul Muluk, Siti Rofiah, pada lakon Dulmuluk juga mengisyaratkan pengaruh dominasi misi Islam yang sangat kental dan mendalam.

Dalam hal yang lain kita melihat syair-syair Abdul Muluk yang ditulis dengan huruf arab, manuskrip Mendu yang menampilkan kisah Langkadura dan Laksemalik serta punggawanya juga yang ditulis dengan bahasa Arab kuno menguatkan keyakinan bahwa Islam telah merasuk begitu kuat dalam keyakinan mereka. Begitu pula dengan pantun-pantun yang kerap mewarnai pementasan teater ini dalam setiap adegannya sangat santun menggambarkan filosofi ke-Islaman yang kental dan mendalam. Bahasa tutur ini yang disajikan dalam teater tradisi Melayu menjadi lebih harmonis seiring dengan masuknya nuansa tasawuf dalam pantun Melayu Islam. Harmoni dalam lakon teater ini dapat kita temukan pada syair dan lagu Mendu yang diurai lewat pantun berladun yang merupakan salah satu acara pokok pembukaan dan perkenalan yang sekaligus meminta izin kepada tuan rumah untuk bermain seperti yang terurai di bawah ini.

Raja bertitah kepada Mamak Menteri, Wazir, Pahlawan dan rakyat jelata.

Dengan bismillah menanak nasi

Nasi ditanak di api lilin

Dengan bismillah mengurai pantun dan nyanyi

Kami semua numpang bermain

 

Bismillah mempunyai dimensi ketuhanan dan filosofi keimanan yang dalam. Ketika pementasan Mendu diawali dengan membaca bismillah, secara tidak langsung para pemain ingin menunjukkan betapa mereka sebagai hamba berkesenian selalu butuh untuk terus berhubungan dengan Allah Robbul Jalal (hablun minallah). Ini merupakan pengejewantahan ajaran nabi Muhammad Saw yang dalam salah satu sabdanya menegaskan bahwa segala sesuatu yang tidak dimulai degan bismillah adalah sia-sia. Betapa tinggi budi pekerti yang ditanamkan, ketika dengan pantun ini para pemain meminta izin menggelar pentas Mendu. Sebuah kesalehan sosial dengan mempertontonkan harmonisasi hubungan antar manusia (hablun minannas) yang menjadi warna budaya ketimuran. Kemudian disambung oleh Mamak Menteri yang berisi tentang premis ketaatan.

 

Ladun juga diladun bukab ladun sembarang ladun

Ladun datang dari barat

Lakonlah lakon bukan sembarang lakon

Lakon nan ada di dalam surat

 

Kejujuran niat untuk berlakon dalam bentuk putaran sesuai dengan batasan-batasan yang tersurat pada sampiran dan isi ini adalah bentuk ketaatan yang bercermin pada disiplin diri masing-masing pemain, di mana filosofi dari berladun ini adalah personifikasi dari gerakan-gerkan tawaf semesta. Sampiran dan isi di atas adalah gambaran metamorfosis manusia yang tengah beranjak dalam semangat ketaatan dan pengabdian. Optimisme yang tertuang di balik semua itu adalah bahwa manusia sebagai aktor dalam panggung sandiwara kehidupan tak dapat memisahkan diri dari batasan-batasan yang sudah dibingkai dalam sebuah naskah skenario sang sutradara. Ketaatan yang terbentuk dan improvisasi yang dikembangkan dalam kreativitas mampu menghadirkan petunjukan yang dinamis dn harmonis. Raja memberi tanggapan positif dengan berkata premis tentang ketawadu’an.

 

Minta jugalah terbit hendak menuang timah

Timah tertuang di api pelita

Mintalah tabik encik tuan di rumah

Kami bermain belum biasa.

 

Penulis mempunyai pandangan bahwa harkat manusia itu sama. Yang membedakan kualitas mereka  adalah dimensi tingkat ketaqwanya. Filosofi kerendahan hati sebagaimana terurai dalam  sampiran dan isi di atas, merupakan  ekspresi dari semangat  kebersahajaan yang senantiasa terjalin dalam ukhuwah antara pemain dan penontonnya. Ajaran tentang tawadu’ (rendah hati) mengandung keluhuran nilai akhlak-alkarimah yang dinamis tanpa arogansi yang harmonis tanpa apriori. Semangat yang ditanamkan ini selain menjadi tontonan juga yang lebih penting menjadi tuntunan

 

Mamak menteri kemudian menyambung

Buah cempedak bertangkai tiga

Ambil galah tolong julukkan

Kami budak baru belajar

Kalau tersalah tolong tinjukkan

 

Premis lagu yang berisikan sikap keendahatian ini mempunyai dimensi luas, bahwa siapa pun manusia harus senantiasa setia dengan proses hidup yang dijalani. Ajaran-ajaran moral bernuansa Islam dalam bahasa pantun, juga tersirat pada lagu beremas yang dinyanyikan semua pemain dalam pertunjukan malam itu dan keluar menuju halaman panggung dengan membuat dua barisan yang teratur dan saling berhadapan serta menyanyi bersama seperti dalam paduan koor.

 

Pucuk pauh delimalah batu

Hai anak sembilan tangan

Ditapaklah tanagan

Tempat jauh negeri yang Satu

Hilang di mata jangan di hatilah jangan

Lepas beremas beremaslah pula

Hai emaslah sekupang

Lima dibagilah lima

Lepas beraaf bermaaflah pula

Maaflah seorang

Sayag bemaaflah semuanya.

 

Ini adalah salam perpisahan yang merupakan simbol kedamaian dan keselarasan bagi sesama pemain. Sebuah salam yang menunjuk pada indahnya persaudaraan dan kebersamaan. Apa yang tertuang dalam pantun di atas merupakan khazanah budaya ke-Islaman (Mengenai Melayu dan Islam ini diakui oleh para Ilmuan Barat bernama Wilkinson. Ia mengatakan bahwa Malayan: Malay; (occasionally) Moslem, e.g. masok Melayu (to turn Mohammedan). In early times the word did not cover the whole Malay world; and even Abdullah draws a distinction between anak Malaka (Malaka Native) and orang Melayu, (Muhammad takari,2001:2)

Dengan demikian, etnisitas dalam tamadun Melayu merujuk pada universalisme Islam serta diikuti oleh ras, adat istiadat Melayu dan berbagai prasarat setempat di Dunia Melayu. Secara bersama seluruh etnik di Alam Melayu dapat menyatukan diri dalam berbagai budaya Pan-Melayu, menjadi pelaku utama budaya di Nusantara ini. Selanjutnya dalam bidang seni pertunjukan, etnik Melayu memiliki akar yang memperkuat jati dirinya. Idem dalam tulisan Muhammad Takari) yang diserap oleh sebahagiaan besar masyarakat daerah tempatan, sehingga secara kultural mereka mampu berkomunikasi dengan  nilai-nilai Islam yang diyakini. Hampir dalam segala aspek, kehidupan masyarakat Melayu dibingkai dan dituntun oleh kebenaran ajaran Islam yang secara ideal disesuaikannya dengan nilai-nilai adat-istiadat dan kepercayaan setempat. Noerid Haloei Radam (2001:41-42) berpendapat bahwa : Agama Islam diserap oleh sebagian besar masyarakat di negeri ini sehingga secara kultural menjadikan nilai-nilai Islam sebagai landasan ideal kebudayaan mereka. Pada dasarnya sistem pengetahuan mereka dibingkai dan dituntun oleh ajaran ini. Hampir dalam segala aspek kehidupan masyarakat disesuaikan dengan nilai Islam. Meskipun ada tindakan-tindakan mereka yang secara kasat mata tidak menunjukkan ke-Islaman, namun hal ini lebih dimungkinkan dilihat sebagai suatu tradisi saja yang tidak mempunyai hakikat keagamaan religi. Kalau pun ada, kemungkinan besar hanya berada pada tarap keyakinan.

Kesenian dalam kebudayaan orang Melayu hanya sebagai persoalan duniawi saja. Sekiranya ada kesenian yang bersentuhan dengan persoalan ke-Islaman, eksistensinya tidak lebih hanya sebatas sarana dakwah atau dalam rangka mengkhusukkan diri dalam berhubungan dengan Tuhan. Eksistensi kesenian mereka berada pada tingkat hablumminannas dalam batas-batas persoalan tradisi dan adat. Maka tak ayal, dalam praktek penyajiannya, tak urung masih memperagakan tata cara adat tempatan yang bersifat mistik dan profan. Satu contoh Islamisasi pada Mendu, di mana ayat-ayat Al-Qur’an ayat 40 Kaf seribu dinar yang diucapkan seorang Syekh (Mantra yang bernuansa dengan kalimat-kalimat qur’ani ini dibacakan oleh seorang Syekh bernama Ajar Bintan pemain senior teater tradisi Mendu dari Sedanau Bunguran Barat pada tanggal 25 Nofember 2006) menjadi bagian dalam upacara adat tempatan. Ayat itu berbunyi “kafaaka robbuka kam yakfika wafikatan fiika…kaqi kurbatahu yaku kaukaban kaana yahi kaukab falak” yang dibacakan ke air dalam kendi kemudian diletakkan di tempat arena pertunjukan sebelum memulai pentas. Aspek hikayat yang terurai dalam mantra ini menunjukkan bahwa telah terjadi Islamisasi dalam permainan mereka. Osman,(1988:104) menuturkan sebuah pemikiran bahwa : Pada peringkat sadar orang Melayu, pemisahan antara kepercayaan warisan ini dengan agama Islam dapat dilihat pada pelbagai corak manifestasinya. Misalnya seseorang itu tidak membedakan langsung antara kepercayaan tradisonal dengan ajaran Islam, seperti yang dapat dilihat pada mantera yang juga disebut dengan doa dan mengandungi ayat-ayat al-qur’an sekurang-kurangnya didahului dengan bismillah. Ada pula orang yang membedakan antara mantera, jampi atau serapah dari pada doa, yaitu pada peringkat sadar sudah ada pengkhususan yaitu pengkhususan antara apa yang dianggap sebagai di luar kehendak agama tetapi dilakukan karena keperluan hidup sehari-hari. Pengkhususan ini jelas kelihatan dalam perlakuan sehari-hari apabila masjid cuma digunakan untuk upacara-upacara menyemah, berhantu atau berjin. Pengkhususan juga didapati dalam kehidupan sehari-hari dengan adanya dua macam ahli spesialis dalam sebuah komuniti Melayu, yaitu Imam dan Bomoh (pawang atau dukun). Tetapi hakekat bahwa seorang Imam kadang-kadang berlaku sebagai seorang bomoh juga menunjukkan hakekat sebaliknya, yaitu pengkhususan tadi tidak berlaku lagi. Kadang-kadang kita dapati upacara agama dan upacara warisan dijalankan serentak misalnya selepas pawang menepung tawar doa selamat pula dibacakan oleh Imam.

Salah satu yang menjadi penopang kebenaran ajaran ini adalah hadirnya pantun dan syair yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehari-hari. Bahkan pantun dalam acara-acara tertentu sudah menjadi ikon yang disimbolkan sebagai sumber kekuatan dalam membentuk perilaku masyarakat komunal di alam raya pedesaan, di kantor, di masjid atau di tempat-tempat interaksi kebudayaan lain, sehingga pantun itu sendiri memiliki kekuatan dan menjadi bagian komunikasi spiritualitas mereka sehari-hari. Tak ayal, dalam setiap kekaryaan dalam pantun, Islam menjadi sebuah propaganda yang dilisankan dan dituturkan dalam peragaan pemainnya. Dalam Mendu, Makyong, Dulmuluk, dan Mamanda selalu muncul kalimat yang menyinggung kebenaran Islam. Hampir seluruh masyarakat etnik Melayu dari Malaka, Pasai, Aceh, Sumatera dan Melayu  yang ada di Indonesia merujuk pada Islam. Sumardjo (2002:5-54) menengarai bahwa: Peranan Negara-negara kelautan Pasai, Malaka dan Aceh amat besar dalam penyebaran Islam di Indonesia. Bahkan Aceh Darussalam memegang peranan penting terhadap pengembangan Islam di pelosok-pelosok Sumatera sendiri. Dakwah Islam itu bukan hanya terjadi di sekitar selat Malaka, tetapi juga di Cina selatan, Kanton dan Pulau Hainan, di mana  banyak pemukim-pedagang Arab dan Parsi bahkan juga Campa. Kehadiran mereka ini telah dilakukan jauh sebelum zaman Islam, karena mereka berniaga sutera dengan Cina. Di samping itu, mereka juga membeli kapur barus dari Kepulauan Barus di pantai barat Sumatera. Kapur barus penting peranannya untuk ramuan mumi di Mesir. Tidak mengherankan apabila Barus juga masuk wilayah peng-islaman pertama di Indonesia sezaman dengan Tajik. Kemashuran Barus masih tersisa pada abad ke 16 ketika nama Hamzah Fanzuri dikenal sebagai ahli tasawuf Melayu.

Namun setelah dikaji pemahaman antara Islam dan religi di tengah-tengah masyarakat berbaur menjadi satu ketika masuknya unsur-unsur kepercayaan animesme dan totemisme. Seperti kepercayaan pada benda-benda ghaib yang bersifat mistik yang dilakukan Syekh atau Shaman untuk memanggil para dewa dan roh-roh agar hadir dalam lingkup pertunjukan merupakan unsur-unsur primordial yang melekat dalam cara-cara mereka sebelum mempertunjukkan pentas. Termasuk dengan penggunaan sarana yang melewati medium-medium tertentu adalah kepercayaan primordial yang banyak terpengaruh kepercayaan adat untuk memanggil roh-roh agar hadir dalam ruang manusia. Dewa yang diyakini hadir adalah dewa yang menguasai penjuru seperti Dewa air (timur), dewa angin (barat), dewa tanah (utara), dewa api (selatan). Sebagaimana yang disinggung oleh Koentjaraningrat (1977:269) mengatakan bahwa: Tak pernah ada satu macam bentuk religi saja, seperti fetishisme, animesme, monotheisme atau lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari kita melihat bahwa bentuk-bentuk kepercayaan itu merupakan unsur-unsur yang selalu tercampur dan terjalin erat dengan berbagai unsur keagamaan dalam masyarakat. Suatu religi bisa merupakan suatu kompleks unsur yang terdiri dari unsur-unsur animesme, pra-animisme, totemisme, mistik dan sebagainya sehingga religi tersebut, walaupun pada lahirnya bersifat monoteisme, toh dalam kenyataan mengandung unsur-unsur politeisme, animesme, pre-animisme atau mistik dan sebagainya.

Atas dasar konsepsi Koentjaraningrat ini, teater tradisi dengan segala kepercayaan dan ke-tradisionalannya, masih tetap mengaku sebagai Islam, baik sekedar pengakuan maupun benar-benar menjalankan ibadah sholat atau yang setengah hati menjalankannya. Bagaimana pun mereka tetap percaya bahwa Islam adalah sandaran mereka dengan tetap menaruh pada kepercayaan-kepercayaan tertentu seperti adanya roh yang dapat merasuk ke dalam tubuh manusia sehingga mengalami keadaan yang tidak sadar (trance).

 

*Penulis adalah kreator di Panggung Budaya Nusantara Bogor.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler