Skip to Content

Tawan Logika

Foto KristoforusArakian
files/user/8047/IMG-20181101-WA0004.jpg

Pergulatan sejarah dalam urutan waktu bagai rotasi kehidupan dalam kronologi sejarah yang berputar pelan namun penuh misteri. Arena pertikaian sejarah diarea realitas layaknya gambar lukisan yang indah namun terlihat kusam dalam bingkai yang buram. Perjuangan mencapai orientasi kadang tidak seindah yang terlukis dalam alam imajinasi. Jalanan terasa panjang dan sang waktu seakan memisterikan cita-cita yang menjadi iming-iming setiap insane proses, insane pejuang. Waktu seakan melantunkan nada-nada perjuangan yang dalam ritme yang meninabobokn kawanan pejuang. Menghipnotis kawanan pejuang seakan dunia menyajikan seuntaian waktu yang bgitu panjang namun begitu cepatjuga terlupakan. Benturan demi benturan kehendak individual yang terakumulasi dalam setiap aksi kemanusiaan dengan kondisi objektif yang terlukis dialam realitas kadag sulit untuk dinafikan dimana jauh dan amat sangat kontrakdiksi. Kawanan pejuang terkapar letih menapaki hari ketika dunia seakan mendesain kehidupan yang indah namun seakan sacral untuk dijamah ketika pelaku-pelaku atau tokoh-tokoh didalamnya penuh dengan hierarki yang dekat dengan para pejuang namun terasa sulit untuk menggontrol bahkan bukan hanya para pejuang saja namun badan kekuasan Legislatif sebagai representative dari masyarakat awam, dari masyarakat pribumi, masyarakat Low Class juga sulit untuk menggontrol apalagi mengevaluasi kenerja peneran utama atau sang Eksekutor dengan dewa dunia (Presiden) sebagai sutradaraNya. Para insane-insan pejuang lainnya lati terbirit-birit seperti tengah berpapasan dengan malaikat pencabut nyawa yang diutus Tuhan lantaran suara-suara minoritas seakan menjadi suara Mistik dalam sinetron-sinetron horror hinggah ribuan-ribuan serdadu-serdadu istana yang katanya sebgaai badan keamanan malah seperti anjing pelacak yang dipacu tuk dijadikan tameng hinggah suara-suara minoritas itu tidak sampai mengusik telinga sang Dewa Dunia (Presiden). Bahkan lebih ironis lagi aspirasi-aspirasi minoritas telah dibiarkan membentur istana hinggah terpantul kembali dan biasnya semakin mengerikan (Tragis). Namun semangat yang mengalir dalam darah para pejuang seakan memacu adrenalin untuk kembali meneriakan perjuangan, mendidik para penguasa dengan perlawanan. Sengatan matahari seakan jadi saudara, peluh dan debu jalanan seakan menjadi sahabat kala dunia dengan arogan, apatis, hedonis menyajikan gambar indah namun dibingkai dalam potret bingkai yang suram disana ada kemunafikan, kebobrokan Moralitas manusia, mati nurani kemanusiaan. Sedang istana didandani aroma terapi wangian membuat sang dewa dunia nyaman diatas singgasananya menyaksikan dunia yang merintih dan menjerit kesakitan, merintih kelaparan, dimana anak-anak bangsa memilih menjadi gelandangan biang Keladi munculnya premanisme, komunisme lantaran tuntutan hidup dan potret kebijaksanaan yang terbeli kepentingan. Rintihan dan tanggisan dipelosok negeri lebih tragis dari nyanyian dukacita bangsa saat tengah dijajah menyaksikan bangsa merdeka dilacuri kaum-kaum Liberalisme titipan para penjajah yang didezain sang dewa dunia. Agama dipersenjatai, bidaya diperkosa sedang hukum dimanipulasi demi kepentingan (interest) dewa dunia diboncengi liberalism konyol. Para minoritas tidak sanggup mendapat sebulir gandum tanpa menemukan sepucuk pistol didalamnya. Dunia seakan milik para milisi dengan dewa dunia sebagai sutradarahnya sedang minoritas hanya sebagai penonton dan korban sebagai bias daripada keArogannya para milisi. Para representative kaum-kaum minoritas sudah tuli bahkan buta,bahkan bisu sudah disumbat protozoa genit yang disebut modal kaum liberalisme rakus. Para pejuang minoritas kemudian bergegas mencari benteng pertahanan sebagai beccking dan paying atas inspirasinya. Namun saying sang dewa dunia malah terusik dan mencium aroma pergerakan tersebut. Sang dewa dunia mencari celah untuk menjerat dan mencuting pergerakan para pejuang dengan suara minoritas sebagai acuannya dengan melakukan proses Negosiasi. Perdebatan kepentingan pun tak dapat dihindari, Esensi perjuangan dilupakan ketika dogmatism-dogmatisme perjuangan terselip doktrin-doktrin kepentingan, doktrin-doktrin Money. Suara-suara minoritas terkontaminasi virus-virus modal diatas meja negosiasi kepentingan. Hilang Idealisme dan marwah perjuangan ketika suara monoritas diteriakan para pejuang yang tidak punya prinsip. Integritas dan label sebagai pejuAng kini berbalik arah, berputar kiblatnya dan malah bersembunyi dibalik ketiak keindahan yang tersaji diatas meja Negosiasi. Konsep- konsep perjuangan tertular wabah hinggah menjadi tawanan logika disini terpampang jelas proses onani intelektual dimana teori tanpa tindakan yang tak berujung tanpa implementasi ketika perjuangan diambil alih system. Sang dewa dunia (Presiden) tersenyum angkuh atas scenario yang telah didesainnya, para minoritas tetap menjadi budak didalam rumahnya sendiri, atas pilihannnya sendiri lantaran terhipnotis janji-janji manis sang Beo yang berKicau saat mencari koalisi.

 

Tanah Daeng Kota Makassar 2012 Salam sahabat YPUP


Lelaki Konservatif

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler