Skip to Content

MAHASISWA IDEAL (IS) ME

Foto Agung wijaksono

 

Pemuda adalah harapan bangsa, pemuda punya peranan untuk menentukan arah sebuah bangsa dan negara. Maju atau mundurnya suatu negara adalah karena peran pemudanya. Karena pemudalah jiwa-jiwa lantang penyuara kebenaran dan kesejahteraan tanpa adanya pretense berebut kekuasaan.

Saat indonesia merdeka, terdapat peranan sangat besar yang telah digalakkan oleh pemuda indonesia kala itu. Berjuang dengan tenaga dan pikiran demi membebaskan sebangsanya dari pedihnya menjadi jajahan. Bahkan jauh sebelum indonesia merdeka, kita juga mendengar terdapat pemuda-pemuda memimpin peperangan melawan pendatang negeri-negeri seberang, walaupun perjuangan mereka sebatas hanya wilayah-wilayah kecil saja dan cenderung perjuangan kesukuan. Tetapi perjuangan mereka patut kita jadikan panutan dalam kita menjalankan hirup buang nafas kita.

Banyak sudah negeri ini memunculkan sosok-sosok pemuda yang mampu berpengaruh, baik dalam lingkup kecil maupun lingkup besar. Ambil contoh Bapak Pers Indonesia yaitu R.M Tirtho Adhi Suryo, sebagai pemuda yang berjuang melawan dengan tulisan dan bukan dengan perjuangan fisik. TAS yang pernah bersekolah di sekolah belanda waktu itu sangat memuja cara hidup orang belanda dan membenci cara hidup masyarakat jawa dengan system feodalnya. Namun, ia tidak lantas serta merta menjadi penurut pada belanda. Hal ini terjadi karena walaupun di sekolah ia dididik oleh belanda dan mengagumi belanda,  namun di keseharian ia berjumpa dengan kenyataan penindasan yang membuatnya membenci belanda dan menginginkan sebangsanya terbebas dari penindasan tersebut. Akhirnya ia membentuk organisasi Syarikat Dagang Islam guna menyatukan bangsa yang sebagian besar beragama islam untuk bergerak menggunakan organisasi dalam melawan segala bentuk penjajahan belanda. Banyak lagi sosok pemuda yang bisa disebutkan jika menilik pada tempo waktu dari zaman penjajahan sampai zaman kemerdekaan Negara Indonesia. Dari sabang sampai merauke penuh dengan pemuda pemberani pembawa misi suci demi membentuk pemerintahan sendiri yang berdikari.

Tahun 2017, dengan segala kemajuan teknologi yang sudah menyertai bertambahnya usia bumi, Indonesia dihadapkan pada zaman dimana perjuangan pemudanya tidak lagi bagaimana mengusir penjajah dan penghisap sumber daya alam negeri, tetapi berjuang mewujudkan masyarakat adil sejahtera tanpa ada yang istimewa dan diistimewakan sesuai dengan yang dicanangkan oleh pendahulu kita saat memerdekakan Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, maka pemuda Indonesia dituntun memiliki keterampilan demi ikut serta mewujudkan mimpi atau cita-cita tersebut.

Dalam tatanan social masyarakat Indonesia, banyak yang bisa disebut sebagai pemuda. Namun, dalam tulisan ini penulis hanya akan membahas pemuda dalam diri mahasiswa. Mahasiswa dengan segala tindak tanduk serta perjuangannya dari sudut pandang penulis sebagai mahasiswa.

Dari data Badan Pusat Statistik, setiap tahunnya jumlah mahasiswa di Indonesia selalu meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya jumlah kampus serta dibukanya jurusan-jurusan baru di kampus-kampus dalam negeri. Namun hal yang sangat disayangkan adalah jumlah ini tak sebanding dengan kualitas lulusannya.

Mahasiswa bisa kita katakan sebagai penghubung masayarakat dengan pemegang kekuasaan atau pemerintah. Mahasiswa sebagai pelayan masyarakat dengan sendirinya diharuskan peka dengan kondisi masyarakat dan memiliki rasa peduli untuk mewujudkan pemerintahan yang pro kesejahteraan masyarakat. Begitulah idealnya mahasiswa, hidup untuk mengabdi pada kesejahteraan masyarakat.

Sejarah telah menunjukkan bagaimana mahasiswa menjadi ujung tombak bagi kondisi bangsa, garda terdepan untuk melindungi masyarakat dari pemerintahan yang tak berpihak pada rakyat, dan peristiwa tahun 1998 adalah salah satu contoh bagaimana mahasiswa menyuarakan idealismenya, menyuarakan suara rakyat yang habis ditelan kemiskinan dan kelaparan. Reformasi 1998 adalah contoh nyata perjuangan bersama mahasiswa dari berbagai kampus dalam negeri guna melengserkan Presiden Soeharto yang dianggap tak berpihak kepada kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat.

Dalam berbagai kesempatan pula kita mendengar bahkan melihat banyak mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi menentang, menolak kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak seharusnya ditetapkan atau diputuskan. Namun seringkali kita tak mendapatkan solusi apa yang diberikan oleh mahasiswa guna memperbaiki keadaan yang sudah terjadi ataupun solusi yng diberikan tidk relevan atau sebatas angin saja.

Hal inilah yang menjadikan suara mahasiswa kini bagaikan teriakan seorang fans dalam konser artis favoritnya, keras tapi tak terdengar. Sekeras apapun berusaha tak akan berhasil jika ia sendirian. Inilah problema mahasiswa Indonesia saat ini, suara mahasiswa kini tetap lantang namun tak mematikan, suara mahasiswa Indonesia kini masih nyaring namun tak mempuntai irama dalam penyampaiannya.

Menjadi mahasiswa bukan tugas dan perkara mudah tentunya karena mahasiswa berbeda dengan siswa, mahasiswa mempunyai pijakan atau ranah khusus dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu dibuatlah Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian. Itulah dasar perjuangan mahasiswa dalam menapaki kemahasiswaannya dan dalam menapaki hidup seusai ia menamatkan dirinya menjadi mahasiswa. Tiga hal tersebut harus dilaksanakan jika kita mengaku menjadi mahasiswa, tidak bisa kita hanya melakukan dua saja dari tiga apalagi hanya satu saja.

Sebelum jauh berbicara tentang Tri Dharma tersebut, kita mencoba menyelidik dulu bagaimana kondisi mahasiswa sekarang dan tingkah lakunya yang jauh dari idealnya sebagai mahasiswa. Saat ini kita lebih banyak mahasiswa nongkrong di kafe-kafe atau tempat lainnya dengan obrolan yang jauh dari harapan, jauh dari bagaimana seharusnya obrolan mahasiswa. Bisa kita lihat di kampus-kampus berapa banyak yang membaca buku di taman atau perpustakaan dan berapa banyak perkumpulan-perkumpulan kajian atau diskusi mahasiswa yang diadakan? Hampir tidak ada, kalaupun ada hanya sedikit dari total mahasiswa di dalam kampus tersebut. Lain waktu saya mengalami sendiri, saya pernah ditanya oleh salah satu teman saya “eh lu udah pernah ke café a…..a belum? Lantas saya jawab “belum” dan dia mentertawakan jawaban saya dan bilang “ah norak luu, pariah”. Ini adalah salah satu tingkah konyol mahasiswa zaman millennium, mahasiswa yang seharusnya bangga dengan berapa banyak buku yang dibaca dan karya yang dibuat lebih bangga dengan banyaknya rekomendasi tempat atau kafe untuk untuk nongkrong. Tidak ada masalah memang, namun akan jauh lebih baik jika mahasiswa berdiskusi tentang kuliah ataupun hal lain yang bermanfaat saat nongkrong atau berkumpul tersebut.

Menilik pada Tri Dharma bahwa seluruh civitas kampus harus melaksanakan Tri Dharma tersebut, maka mahasiswa didalamnya juga harus malaksanakan atau mengamalkan Tri Dharma sesuai dengan ranahnya. Satu yang harus disoroti dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah tentang Pengabdiannya, bagaimana dan seperti apa bentuk pengabdian yang harus dilakukan oleh mahasiswa? Kepada siapa mahasiswa mengabdi? Lantas bagaimana jika mahasiswa tak mengabdi?

Mahasiswa seperti yang saya sebutkan diatas yaitu sebagai penengah atau penyeimbang dalam tatanan masyarakat, maka perannya sangat mempengaruhi kondisi suatu masyarakat tanpa terkecuali. Ia harus belajar sungguh-sungguh di dalam dan di luar kampus lalu melakukan penelitian sesuai dengan keahlian atau jurusannya.

Mahasiswa harus rela menjatuhkan dirinya untuk masyarakat, bukan hanya kuliah untuk mencari pekerjaan setelah lulus, lebih dari itu ia harus meluangkan waktunya dalam pengabdian kepada masyarakat. Ia harus peka melihat kondisi masyarakat, apa yang dibutuhkan masyarakat dan apa yang kurang dari pemerintah yang berkuasa atas kebijakan Negara. Oleh karena itu, mahasiswa dituntut untuk menguasai betul ilmu yang diampunya guna membantu pemerintah sesuai dengan ranah ilmunya. Mahasiswa harus memiliki idealisme dalam dirinya, bukan menjadi mahasiswa yang hanya mencari nama tambahan dalam hidupnya. Idealisme untuk berani menyauarakan kebenaran dan menyuarakan suara rakyat yang belum disejahterakan karena saat ini, di bumi manusia ini, kita seakan telah dibiasakan untuk menuhankan uang, jabatan dalam keseharian dan uang, jabatan adalah musuh utama mahasiswa dalam menerapkan idealismenya. Akan selalu ada pertentangan dalam batin kita, untuk apa kita berjuang jika kita tak mendapatkan uang atau kedudukan?. Maka kita harus kembali pada pertanyaan apa beda kita dengan siswa? Apa beda kita dengan mereka yang hanya sampai SMA?. Jawabnya adalah kita sebagai mahasiswa adalah agen perubahan, kita mempunyai tanggung jawab secara moral untuk  mengabdi dan berjuang guna kesejahteraan masyarakat, kita mempunyai tanggung jawab lebih dibandingkan mereka karena kita adalah penyuara kebenaran, penyuara jika ada penindasan, penyuara untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Begitulah mahasiswa, jangan sampai kita tidak memihak pada rakyat dan jangan sampai kita dilupakan dan tidak diharapkan adaya oleh masyarakat, karena masyarakat adalah ranah kita berjuang, berjuang demi mereka, pemilik Negara kita.

Hiduplah mahasiswa, teruskan perjuangan pemuda pahlawan bangsa Negara kita dahulu. Jangan lanjutkan langkah mereka dengan kita mencari rumah makan. Teruskan perjuangan mereka dengan kita melawan, melawan jika terjadi kesalahan, melawan jika terjadi kebijakan yang menyengsarakan, melawan jika penindasan terhadap masyarakat dilakukan. JANGAN BIARKAN!!!

 

Ciputat, 13 Februari 2017

Agung WIjaksono (KupuSara)

Pendidikan Matematika UIN Jakarta

kupusara.wixsite.com/agungwijaksono

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler