Skip to Content

MENGENAL ALAM LEWAT PUISI NENDEN LILIS AISYAH

Foto Fatimatuz Zahro
files/user/6602/PicsArt_01-05-11.43.24.jpg
PicsArt_01-05-11.43.24.jpg

MENGENAL ALAM LEWAT PUISI

 

Nenden Lilis Aisyah

Kumpulan Puisi Dua Bahasa: Maskumambang Buat Ibu

(Rumput Merah, Bandung, 2016) 117 halaman + xii

 

Siapa yang tak kenal puisi? Sebagain besar yang muncul di benak masyarakat tentang puisi adalah kata-kata yang dirangkai dengan indah. Bukan rahasia umum lagi bahwa manusia memang memiliki fitrah yang cenderung menyukai keindahan. Pujangga-ujangga pun bermunculan silih berganti bersama karya-karyanya yang akan menjadi kenangan indah, mereka goreskan seiring dengan laju zaman.

Seperti yang kita ketahui, penyair wanita sangat jarang di Indoneisa. Kita lebih banyak mengenal penyair laki-laki seperti Chairil Anwar, WS Rendra, Khalil Gibran, dan sebagainya. Ternyata ada salah seorang penyair perempuan yang paling menonjol di Jawa Barat, yaitu Nenden Lilis Aisyah (lahir di Garut, 26 September 1971). Tulisan-tulisannya berupa puisi, artikel, esai, cerita pendek, dan resensi dimuat berbagai media massa. Puisi-puisinya terdapat dalam berbagai antologi sastra, antra lain Mimbar Penyair Abad 21 (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Malam Seribu Bulan (Bandung: Forum Sastra Bandung, 1997), Antologi Puisi Wanita Penyair Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), Tangan Besi (Bandung: Forum Sastra Bandung, 1998), Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesai (Jakarta: Grasinda, 2000), Gelak Esai dan Ombak Sajak Anno 2001 (Jakarta: Kompas, 2001), Dari Fansuri ke Handayani (Jakarta: Horison, 2001), Muktamar: Antologi Puisi Penyair Jawa Barat (Tasikmalaya: Sanggar Sastra Tasik, 2003), Bunga yang Berserak (Bandung: Komunitas Sastra Dewi Sartika, 2003), Cakrawala Sastra Indonesia: Nafas Gunungm Suara dari Jawa Barat (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2004), dan banyak lagi. Kumpulan puisi tunggalnya, diterbitkan tahun 1999 dengan judul Negeri Sihir (dalam Campbell, 2011).

Kali ini saya tidak akan membahas semua antologi puisi yang pernah dituliskan oleh beliau, tapi saya akan membahas salah satu antologi terbarunya, yaitu dengan judul Maskumambang Buat Ibu diterbitkan tahun 2016. Dalam antologi puisi tersebut terdapat 117 halaman dengan 50  judul puisi berbahasa Indonesia dan 50 judul puisi berbahasa asing. Sebenarnya, puisi dalam bahasa asing tersebut merupakan terjemahan dari puisi berbahsa Indonesia.

        Puisi-puisi yang Nenden Lilis Aisyah tuliskan memiliki tema tentang alam, tentang pertaubatan, tentang kenangan, dan kerinduan bahkan berisikan curahan hati yang ‘dalam’. Beliau mampu membuat pembaca masuk ke dalam imaji-imaji yang ia coba hadirkan. Walaupun imaji yang ia hadirkan tidak sesederhana puisi miliki Sapardi, ada beberapa diksi yang membuat imaji kita harus berpikir jauh, apa maksud dari kata ini? menapa demikian? Dan sebagainya.

 

            Cisarua

milikmu hanya sebuah kesegaran

bagai daun-daun kemuning

ringan bercanda dengan angin

 

hatiku pun melengkung dan meliuk

ingin jadi lembah bagi tubuhmu,

bukit bagai kehijauanmu

dan jalan menikung-nikung bagai kendaraan

yang muncul tenggelam di balik kabut

 

namun ternyata tubuh ini berdiri jauh

kau biarkan dihempas dan ditusuki gerimis runcing

 

di puncak dingin ini, aku pergi atau tinggal

keperihan tetap bertunas, tak ada yang memetik

 

1999-2000

 

Pada penggalan puisi di atas, beliau mampu membawa pembaca masuk ke dalam imaji-imaji yang ia ciptakan. Beliau menempatkan dirinya dengan suasana alam milikmu hanya sebuah kesegaran / bagai daun-daun kemuning / ringan bercanda dengan angin//. Pemilihan diksi yang begitu segar, tapi sedikit memilukan. Ada sebuah pengharapan disetiap diksinya, tapi pada akhirnya ia hanya menerima kekecewaan dan kesendriian di puncak dingin ini, aku pergi atau tinggal / keperihan tetap bertunas, tak ada yang memetik //.

Pada puisi tersebut Nenden Lilis Aisyah menggunakan majas personifikasi. Personifikasi adalah majas yang membandingkan benda-benda tak bernyawa seolah-olah mempunyai sifat seperti manusia. Seperti pada larik ingin jadi lembah bagi tubuhmu, / bukit bagai kehijauanmu/. Ada makna yang tidak terlihat dari penggalan larik puisi tersebut, seolah-olah penulis ingin menunjukkan kepada pembaca tentang suatu keadaan ingin menjadi seperti pelindung yang selalu siap menjagamu, dan memberikan kesegaran untukmu. Puisi yang memiliki makna multi tafsir itu menunjukkan bahwa puisi itu berhasil membangun imaji para pembaca, dengan berbagai macam makna dan pertanyaan di benak mereka.

Judul puisi tersebut ‘Cisarua’ seperti diambil dari salah satu nama daerah di Bandung Barat, sebagai penghasil susu, jamur, sauyur-sayuran, dan berbagai tanaman palawija dan memiliki iklim yang cukup dingin. Dari judul saja dapat terlihat mungkin penulis ingin menggambarkan tentang desa Cisarua, tetapi dengan imaji dan diksi yang membuat para pembaca berpikir bahwa itu bukan Cisarua nama daerah, melainkan Cisarua yang lainnya.

Dari beberapa puisi yang ada di antologi Maskumambang Buat Ibu tersebut, terdapat beberapa judulnya yang berkaitan dengan Alam. Entah apa maksud dibalik pemilihan judul itu. Apakah beliau ingin mengekspos tentang alam di Jawa Barat ini, atau dia memang sengaja memberi judul puisinya dengan tema-tema alam seperti itu. Cisarua ada pun judul lainnya yang berkaitan dengan alam, seperti Menuju Negeri Dingin, Di Negeri Pohon-Pohon Kastanya, Sungai Batu, Pantai, Di Lembah Haru, dan Tuakng Tenung. Ada judul puisi yang menarik perhatian saya, yaitu puisi dengan judul Sungai Batu.

 

Sungai Batu

aku tak memiliki apa-apa dalam tubuhku

tapi para petani menugalnya, seakan

tubuhku tanah

“kami akan menanam benih!” seru mereka

Kaupun datang, begitu saja melinggis dadaku

“aku haus tedas darah.” Desahmu

aku katakana padamu

di dadaku tinggal sungai berbatu

tak ada lagi yang mengalir

 

batu? Batu pun taka pa-apa

yang kita butuhkan sekarang memang

batu

 

batu, satu-satunya milikku yang tersisa

mereka ambil.

 

 Ian Cambell (2011) dalam artikelnya, mengatakan bahwa puisi sungai batu  memiliki tema tentang lingkungan, selain itu pun puisi tersebut menyinggung pengeksploitasian tubuh perempuan oleh laki-laki. Dari sini daapt terlihat, bahwa puisi-puisi Nenden Lilis Aisyah memiliki makna yang multi tafsir. Pembaca membaca puisi tersebut memiliki kemungkinan-kemungkinan yang lain. Pada puisi sungai batu tersebut terdapat gagasan-gagasan yang berkaitan dengan tubuh, menanam benih dan batu, satu-satunya milikku yang tersisa mereka ambil. Dari penggalan tersebut kita daapt berpikir bahwa puisi tersebut menceritakan tentang eksploitasi yang terjadi pada alam kita, tapi tidak menutup kemungkinan pula personifikasi yang digunakan menceritakan tentang perempuan (feminis). Menurut Ian Cambell (2011) ini merupakan puisi yang dapat diinterpretasikan dalam banyak tingkatan. Penyair meninggalkan pembaca dalam teka-teki apakah dia bermaksud untuk lebih menyoroti tentang persoalan gender atau tentang lingkungan. Kemungkinannya adalah kedua-duanya. Dan puisi terkahir yang cukup membuat saya terkoyah, yaitu Maskumambang Buat Ibu. Puisi tersebut memilki makna yang sangat dalam tentang seorang Ibu. Banyak yang kita tahu, ketika menuliskan puisi untuk Ibu banyak orang menggunakan diksi yang sederhana dengan imaji yang pendek tidak mendalam seperti puisi Maskumambang Buat Ibu yang di tulis oleh Nenden Lilis Aisyah tersebut. 

Maskumambang menjadi pratanda dimulainya kehidupan manusia di dunia. Maskumambang sendiri banyak yang memaknainya sebagai emas yang terapung, juga sering disebut sebagai emas yang terhanyut. Ada pun tembang tembang macapat maskumambang digunakan untuk mengungkapkan perasaan nelangsa, sedih, ketidakberdayaan, maupun harapan-harapan cemas dalam mensikapi kehidupan (Kesolocom, 2014). Mungkin, judul ini berartikan emas yang terapung untuk Ibu. Sebagai wujud terima kasih kita kepada Ibu, karena telah memberikan kehidupannya unutk kita selama ia hidup.  

Buku Kumpulan Puisi Dua Bahasa: Maskumambang Buat Ibu di dalamnya terdapat kemultitafsiran makna. Puisi yang berhasil adalah puisi yang memiliki makna ganda (multitafsir). Bisa dikatakan buku ini berhasil membuat pembaca terkecoh akan makna yang tersirat di setiap puisinya. Nenden Lilis Aisyah berhasil mencurahkan segala kegundahannya dengan menggunakan perumpamaan yang menarik dan tidak biasa. Seperti kita ketahui antara alam dengan manusia tidak dapat dipisahkan, maka beliau buat seolah-olah alam dan manusia memang hidup bersama. Jika pembaca ingin benar-benar mengetahu makna yang sebenarnya, maka mereka harus membedah puisi ini dengan menggunakan pisau analisis yang cocok. Seperti pendapat Sapardi terjemahan yang baik adalah seperti wanita cantik, tidak selalu setia.

 

*** (Fatimatuz Zahro)

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Aisyah, Lilis, Nenden. 2016. Kumpulan Puisi Dua Bahasa: Maskumambang Buat Ibu. Rumput Merah: Bandung

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler