Skip to Content

Persaudaraan Yang Tidak Akan Pernah Mati

Foto Akram Ridha
Judul Buku       : The Gate of Heaven
Penulis             : R.h. Fitriadi
Penerbit           : Semesta (kelompok Pro_U Media), Yogyakarta
Cetakan           : Pertama, 2010
Tebal               : 480 hlm.
Harga              : Rp 46.000,-
                Persaudaraan adalah sebuah kata yang tak pernah lepas dari kehidupan seorang anak manusia. Persaudaraan menjadi lambang keterikatan antara seseorang dengan yang lainnya. Persaudaraan  adalah lambang kebaikan moral yang tak pernah mengenal waktu dan tempat. Persaudaraan akan memecah keangkuhan dan kesombongan yang bersemayam dalam hati. Persaudaraan menjadikan kehidupan lebih bermakna tanpa kezoliman dan penindasan tak beralasan. Persaudaraan merupakan tali yang mengikat rasa kebersamaan. Ia merupakan kunci untuk membuka hati selapang-lapangnya, seluar samudera yang terhampar, seluas langit dan bumi yang begitu kokoh, untuk menerima siapapun yang ingin menjalin ikatan itu. Persaudaraan tak mengenal momen, kalau ada sesuatu yang sangat dibutuhkan, barulah ia menjulurkan tali pengikat itu. Tidak! Bukan itulah hakikat persaudaraan yang menenteramkan jiwa, tapi ia adalah pengikat di setiap tempat, waktu, dan siapapun yang bersungguh-sungguh menginginkannya. Itulah yang dicoba dihadirkan oleh saudara kita R.h. Fitriadi, dalam novelnya yang berjudul The Gate of Heaven.
Di salah satu bagian negeri Arab, tepatnya di Kota Gaza, Palestina. Jalur Gaza siaga satu, bergejolak! Israel kembali datang setelah agresi 27 Desember 2008. Agresi militer yang begitu membabi buta. Operasi Cast Lead II siap digelar, operasi yang akan tercatat dalam lembaran sejarah sebagai operasi terbesar sepanjang abad ini. Sebuah operasi untuk menebus kegagalan meluluh-lantakkan tanah yang diperintah oleh pejuang HAMAS.
            Tak mau menanggung malu lagi, karena semua mata dunia tertuju kepadanya, ratusan unit pesawat tempur berbagai ragam jenisnya dan tank canggih menyertai 112.000 personil pasukan darat Israel. Keyakinan Israel membuncah, beriring aktivitas mata-mata, Shin Bet, yang telah terlatih oleh Israel, di Gaza dan restu para pemimpin negara maju.
            Ladang pembantaian rakyat tak berdosa siap hadir di depan mata, pembantaian yang tidak pernah diinginkan oleh siapapun yang masih memiliki akal sehat dan nurani yang benar sebagai manusia. Ribuan penduduk Gaza terus menghitung jam sebelum mesiu Israel mengamuk tanpa ampun. Amuk serbuan yang mempercepat antrian panjang rakyat sipil Gaza, perpisahan keluarga tercinta, egoisme penguasa Mesir akibat tekanan Israel, perjuangan gigih relawan Indonesia di jalur perbatasan, hingga derita batin keluarga Palestina mata-mata Israel.
            Namun, nun di lorong dan terowongan tersembunyi, para pejuang Palestina berhimpun. Sekelompok ilmuan di sebuah tempat di Asia tenggara, turut berjibaku di balik layar komputer. Menyatukan kekuatan, mengatur taktik bertempur yang siap mengejutkan lawan. Sebuah pertempuran tak berimbang dalam persenjataan tak menyiutkan nyali.
             The Gate of Heaven. Gabungan kata yang memiliki ketinggian makna, seakan-akan menyimpan sebuah rahasia yang sangat besar di baliknya. The Gate of Heaven, judul yang sangat menarik minat pembacanya, karena sangat sesuai dengan apa yang ada dalam kandungannya. Di tengah-tengah semaraknya novel-novel yang dihadirkan dengan judul yang berkenaan dengan cinta dan kasih saying, pengarang dapat menghadirkan novel dengan judul The Gate of Heaven, namun sangat menggugah jiwa-jiwa yang memiliki semangat perjuangan.
            Karakter yang dilekatkan pada kaum Yahudi sangatlah cocok dengan realitanya. Kecongkakan, keangkuhan, dan kesombongan yang begitu besar, ternyata menyimpan kecemasan yang sangat menghantui mereka. Keyakinan yang begitu kokoh awalnya, untuk memenangkan peperangan dengan berbagai jenis pesawat tempur dan tank canggih, mengiringi 112.000 pasukan darat, terbantahkan dengan fenomena tragis yang mereka alami di medan pertempuran.
            Pasukan mujahidin, walaupun dengan persenjataan tak menyiutkan nyali tentara Israel, mampu melebihi kekuatan yang dimiliki oleh tentara Israel, dengan taktik bertempur yang mengejutkan dan tak disangka-sangka oleh Israel sebelumnya. Tampaklah, siapa yang lebih pandai memutar-mutar dan mengotak-atik strategi untuk menciptakan kemenangan yang membanggakan. Inilah yang disebut sebagai sebuah “perang urat syaraf”. Di sini kekuatan yang sangat besar tak terlalu berarti, tapi bagaimana memanfaatkan segala kemungkinan yang ada. Itulah yang paling dibutuhkan.
            Alur lurus yang mendominasi cerita, walaupun sesekali mundur, tidak menghalangi cerita mengalir bagaikan air, membawa pembaca lebih menikmati, seakan-akan benar-benar ikut merasakan kejadian itu. Namun kaitan-kaitan antara kejadiannya susah ditebak. Bagaimana Shin Bet yang berkepribadian ganda, lebih membuat cerita lebih menarik dan luar biasa.
            Novel yang hadir dengan rasa persaudaraan yang tinggi, mampu menyentuh nurani pembaca. Rasa persaudaraan yang begitu kental dan mengikat, mengisyaratkan bahwa, masalah Palestina bukan hanya masalah rakyat Palestina saja, tapi ia adalah masalah seluruh umat Islam. Bagian cerita yang menonjolkan rasa persaudaraan, tampak jelas pada kegigihan seorang relawan Indonesia, atas nama Lembaga Bulan Sabit Merah Indonesia, yang berusaha menghancurkan egoisme penguasa Mesir akibat tekanan Israel, untuk membukakan pintu perbatasan Mesir-Rafah. Demi menyelamatkan dua ratus ribu jiwa penduduk Gaza yang masih tersisa di wilayah Rafah. “Seandainya saya   masih bisa berharap, maka saya akan berharap rakyat Gaza langsung berbatasan dengan negara kami Indonesia. Sehingga, saya bisa berteriak di tengah masyarakat kami untuk berbondong-bondong menuju perbatasan dan menghancurkan pintu lintasan perbatasan tersebut”. Kalimat yang sangat menyentuh hati, dari hati yang paling dalam. Itulah rasa persaudaraan yang tidak akan pernah mati, persaudaraan tanpa mengenal batas ras dan negara. Persaudaraan yang membuat hati luluh sehingga mampu meneteskan air mata.
Latar dalam cerita sangatlah cocok dan sesuai apa adanya. Sehingga membuat cerita lebih sempurna dengan keadaan yang sebenarnya. Pengarang berhasil menghadirkan latar yang membuat cerita lebih hidup dan menggugah.
The Gate of Heaven, sangat cocok dikonsumsi oleh pembaca karena ia lahir dari hati dan jemari yang jernih serta sesuai dengan kondisi saat ini. Cerita yang hadir dengan rasa kebersamaan yang tinggi dan persaudaraan yang tidak pernah putus, sangat layak diserap oleh siapapun yang ingin merasakan kesedihan yang dialami oleh saudaranya seiman, karena permasalahan Palestina adalah permasalahan kita semua, wahai umat Muslim! 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler