Skip to Content

PRAKTEK PENGANALISISAN NOVEL

Foto ferliana ishadi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Sama halnya dengan unsur plot dan pemplotan, tokoh dan penokohan merupakan unsur yang penting dalam karya naratif. Plot boleh saja dipandang orang sebagai tulang punggung cerita, namun kita pun dapat mempersoalkan: siapa yang diceritakan itu ? Siapa yang melakukan sesuatu dan dikenai sesuatu, “sesuatu” yang dalam plot disebut sebagai peristiwa, siapa pembuat konflik, dan lain-lain adalah urusan tokoh dan penokohan. Pembicaraan mengenai tokoh dengan segala perwatakan dengan berbagai cerita jati dirinya, dalam banyak hal, lebih menarik perhatian orang daripada berurusan dengan pemplotannya. Namun, hal itu tak berarti unsure plot dapat diabaikan begitu saja karena kejelasan mengenai tokoh dan penokohan dalam banyak hal tergantung pada pemplotannya.

Seperti halnya penokohan dalam novel “Déjà vu” karya Fani Krismawati ini juga banyak sekali penggambaran watak yang juga menjadi pendukung penuh pada keberhasilan sang pengarang dalam menyampaikan keunikan tema dan keseruan cerita pada pembacanya.

Peran pada tiap-tiap tokoh dalam novel ini sangat erat dan saling mendukung satu dengan lainnya. Sesuai dengan tema dan konflik yang muncul dalam cerita novel ini, tokoh-tokohnya-lah yang membuat semua itu dapat lebih menonjol dan seakan-akan menjadi cerita yang non-fiktif.

1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah terpaparkan diatas, maka rumusan masalah yang didapatkan adalah, sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud dengan tokoh dan penokohan ?

2. Alasan mengapa memilih analisis penokohan dalam novel “Déjà vu” karya Fani Krismawati ?

3. Apakah yang dimaksud dengan tokoh utama, tambahan, antagonis, protagonis, statis, dan tokoh berkembang ?

4. Bagaimana gambaran tokoh dan penokohan dalam novel “Déjà vu” karya Fani Krismawati ?

1.3  Tujuan Penganalisisan Novel

Sesuai dengan yang terpapar diatas, tentu jelas tujuan penganalisisan novel “Déjà vu” karya Fani Krismawati adalah untuk membedah kejelasan tentang tokoh dan penokohan dalam novel tersebut. Dengan dilakukannya penganalisisan ini, diharapkan dapat memperjelas gambaran tentang bagaimana sebenarnya tokoh-tokoh yang ada di dalam novel tersebut, terutama memperjelas masuk dalam kategori manakah tokoh-tokoh yang ada dalam novel “Déjà vu” karya Fani Krismawati.

BAB II

KAJIAN TEORI

Dalam pembicaraan sebuah fiksi, sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah tersebut, sebenarnya tak menyaran pada pengertian yang persis sama, atau paling tidak salam tulisan ini akan dipergunakan dalam pengertian yang berbeda, walau memang ada di antaranya yang bersinonim. Ada istilah yang pengertiannya menyaran pada tokoh cerita, dan pada “teknik” pengembangannya dalam sebuah cerita.

Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Sedangkan watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi, sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti yang dikatakan oleh Jones (Burhan;1994:165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Tokoh cerita (character), menurut Abrams (Burhan;1994:165), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dari kutipan tersebut juga dapat diketahui bahwa antara seorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan dalam penerimaan pembaca. Dalam hal ini, khususnya dari pandangan teori resepsi, pembacalah sebenarnya yang memberi arti semuanya. Untuk kasus kepribadian seorang tokoh, pemaknaan itu dilakukan berdasarkan kata-kata (verbal) dan tingkah laku lain (nonverbal). Pembedaan antara tokoh yang satu dengan yang lain lebih ditentukan oleh kualitas pribadi daripada dilihat secara fisik.

Dengan demikian, istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan “perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

Kewajaran fiksi adalah suatu bentuk karya kreatif, maka bagaimana pengarang mewujudkan dan mengembangkan tokoh-tokoh ceritanya pun tidak lepas dari kebebasan kreatifitasnya. Fiksi mengandung dan menawarkan model kehidupan seperti yang disikapi dan dialami tokoh-tokoh cerita sesuai dengan pandangan pengarang terhadap kehidupan itu sendiri. Oleh karena pengarang yang sengaja menciptakan dunia dalam fiksi, ia mempunyai kebebasan penuh untuk menentukan tokoh-tokoh cerita sesuai dengan seleranya, siapapun orangnya, apapun status sosialnya, bagaimanapun perwatakannya, dan permasalahan apapun yang dihadapinya. Singkatnya, pengarang bebas untuk menampil dan memperlakukan tokoh siapapun dia orangnya walau hal itu berbeda dengan “dunianya” sendiri di dunia nyata.

Misalnya, dalam novel Déjà vu karya Fani Krismawati ada tokoh Mandy yang memiliki “penyakit mental”, penokohan yang diperankan oleh Mandy lumayan rumit, karena watak yang dilukiskan oleh sang pengarang kepada sosok Mandy ini sangat menonjolkan mental yang lemah, takut, trauma, dan psikologis yang labil karena doktrin-doktrin yang diberikan oleh mamanya sendiri.

“Mandy…! Jangan keluar sendirian, nanti kamu bisa dicelakai orang jahat ! Mandy, jangan keluar malam-malam ! Banyak perampok mengikutimu ! Mandy…jangan keluar ke mall sendirian, di sana berisik banyak orang berlalu-lalang. Nanti kamu dibuat pusing oleh mereka semua !...” (Fani;2007:12)

“Lidahku terasa kelu. Aku tak mampu berkata-kata. Aku takut. Dentuman musik yang bertubi-tubi selalu membuatku takut. Saat kecil, mama yang selalu menenangkanku dan memelukku erat. Tapi sekarang, siapa yang melindungiku ?...”(Fani;2007:13) 

Novel Déjà vu karya Fani Krismawati ini, banyak menggambarkan bermacam-macam watak-watak penokohan yang saling mendukung satu dengan lainnya, sehingga memberikan kesan yang lengkap dalam cerita novel tersebut.

Kesepertihidupan, adalah masalah kewajaran tokoh cerita sering dikaitkan dnegan kenyataan kehidupan manusia sehari-hari. Seorang tokoh cerita dikatakan wajar dan relevan, jika mencerminkan dan mempunyai kemiripan dengan kehidupan manusia sesungguhnya (lifelike). Tokoh cerita hendaknya bersifat alami, memiliki sifat lifelikeness, “kesepertihidupan”, paling tidak itulah harapan pembaca.

Realitas kehidupan manusia memang perlu dipertimbangkan dalam kaitannya dengan kehidupan tokoh cerita. Namun, haruslah disadari bahwa hubungan itu tidaklah bersifat sederhana, melainkan bersifat kompleks, sekompleks berbagai kemungkinan kehidupan itu sendiri. Kita harus menyadari bahwa hubungan antara tokoh dengan tokoh fiksi, dengan realitas kehidupan manusia tak hanya berupa hubungan kesamaan saja, melainkan juga pada hubungan perbedaan. Tokoh manusia nyata memang memiliki banyak kebebasan, namun tokoh fiksi tak berada dalam keadaan yang benar-benar bebas. Tokoh karya fiksi hanyalah bagian yang terikat pada keseluruhannya, keseluruhan bentuk artistik yang menjadi salah satu tujuan penulisan fiksi itu sendiri.

Tokoh rekaan versus tokoh nyata, tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan dalam fiksi, sesuai dengan namanya, adalah tokoh rekaan, tokoh yang tak pernah ada di dunia nyata. Namun, dalam karya tertentu, kita juga sering menemukan adanya tokoh-tokoh sejarah tertentu, yang artinya tokoh manusia nyata, bukan rekaan pengarang yang muncul dalam cerita, bahkan mungkin mempengaruhi plot. Di pihak lain, dalam karya tertentu, kita dapat mengenali personifikasi tokoh-tokoh manusia nyata dalam tokoh cerita. Artinya, tokoh cerita fiksi itu mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu, seperti yang dimiliki oleh tokoh-tokoh tertentu dalam kehidupan nyata walau hal itu hanya menyangkut beberapa aspek saja.

Fiksi merupakan sebuah keseluruhan yang utuh dan memiliki ciri artistik. Keutuhan dan keartistikan fiksi justru terletak pada keterjalinannya yang erat antar berbagai unsur pembangunnya. Penokohan itu sendiri merupakan bagian, unsur, yang bersama dengan unsur-unsur yang lain membentuk suatu totalitas. Namun perlu dicatat, penokohan merupakan unsur yang penting dalam fiksi. Ia merupakan salah satu fakta cerita disamping kedua fakta cerita yang lain. Dengan demikian, penokohan mempunyai peranan yang besar dalam menentukan keutuhan dan keartistikan sebuah fiksi. Penokohan sebagai salah satu unsur pembangun fiksi dapat dikaji dan dianalisis keterjalinannya dengan unsur-unsur pembangun lainnya.

Penokohan dan pemplotan merupakan dua fakta cerita yang saling mempengaruhi dan menggantungkan satu dengan yang lain. Plot adalah apa yang dilakukan tokoh dan apa yang menimpanya. Adanya kejadian demi kejadian, ketegangan, konflik, dan sampai ke klimaks, yang notabene kesemuanya merupakan hal-hal yang esensial dalam plot, yang hanya mungkin terjadi jika ada pelakunya. Tokoh-tokoh cerita itulah yang sebagai pelaku sekaligus penderita kejadian, dan karenanya penentu perkembangan plot. Bahkan sebenarnya, plot tak lain dari perjalanan cara kehidupan tokoh, baik dalam cara berpikir dan berperasaan, bersikap, berperilaku, maupun bertindak, baik secara verbal maupun nonverbal.

Penokohan dan tema, seperti yang dikemukakan sebelumnya, tema merupakan dasar cerita, gagasan sentral, atau makna cerita. Dengan demikian, dalam sebuah fiksi tema bersifat mengikat dan menyatukan keseluruhan unsur fiksi tersebut. Sebagai unsur utama fiksi, penokohan erat berhubungan dengan tema. Tokoh-tokoh cerita itulah, terutama, yang sebagai pelaku-penyampai tema, secara terselubung ataupun terang-terangan. Adanya perbedaan tema akan menyebabkan perbedaan pemerlakuan tokoh cerita yang “ditugasi” menyampaikannya. Pengarang pada umumnya akan memilih tokoh-tokoh tertentu yang dirasa paling sesuai untuk mendukung temanya. Dalam kebanyakan fiksi, tema umumnya tak dinyatakan secara eksplisit. Hal itu berarti pembacalah yang “bertugas” menafsirkannya. Usaha penafsiran tema antara lain dapat dilakukan melalui detil kejadian dan atau konflik yang menonjol. Artinya, melalui konflik utama cerita, dan itu berarti konflik yang dialami, ditimbulkan, atau ditimpakan kepada tokoh utama. Artinya, usaha penafsiran tema haruslah dilacak dari apa yang dilakukan, dipikirkan dan dirasakan, atau apa yang ditimpakan kepada tokoh. Penafsiran tema cerita, dengan demikian, akan selalu mengacu pada tokoh.

Menurut Kenny, ada beberapa bentuk relevansi seorang tokoh cerita. Seorang tokoh cerita, yang ciptaan pengarang itu, jika disukai banyak orang dalam kehidupan nyata, apalagi sampai dipuja dan digandrungi, berarti merupakan tokoh fiksi yang mempunyai relevansi. (Burhan;1994:175)

Seorang tokoh cerita dianggap relevan bagi pembaca, kita, dan relevan dengan pengalaman kehidupan kita, jika ia seperti kita, atau orang lain yang kita ketahui. Kita sering mengharapkan tokoh yang demikian. Namun, sebenarnya hal itu tak saja berarti membatasi kreatifitas imajinasi pengarang, juga melupakan fungsi tokoh sebagai salah satu elemen fiksi. Pengarang mempunyai kebebasan menciptakan tokoh yang bagaimanapun, dengan hanya merasa terikat bahwa tokohnya relevan dengan pengalaman kehidupannya sendiri dan mungkin pembaca.

BAB III

ANALISIS

Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus, misalnya sebagai tokoh utama-protagonis-berkembang-tipikal.

3.1 Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

A.  Tokoh Utama

Membaca sebuah novel, biasanya, kita akan dihadapkan pada sejumlah tokoh yang dihadirkan di dalamnya. Namun, dalam kaitannya dengan keseluruhan cerita, peranan masing-masing tokoh tersebut tak sama. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus – menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita, sedang yang kedua adalah tokoh tambahan.

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan. Namun, dalam sebuah novel tidak menutup kemungkinan bahwa tokoh utamanya tersbeut lebih dari satu orang saja, walaupun kadar keutamaannya tak (selalu) sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan.

Pada novel “Déjà vu” karya Fani Krismawati, tokoh utama Mandy sudah mulai diperkenalkan secara sekilas pada halaman awal novel tersebut. Sang pengarang memang tidak menjelaskan detail bagaimanakah gambaran watak, karakter dan letak penokohan seorang Mandy itu seperti apa, Fani memulai cerita novelnya dengan memberikan kejadian yang menimpa pada tokoh utamanya, sehingga menimbulkan rasa penasaran bagi pembacanya tentang sosok Mandy ini.

“Man, Mandy, bangun!” seru seseorang sambil menggoyang-goyangkan tubuhku yang tergeletak di kursi. Aku berusaha membuka kedua mataku. Aku benar-benar pusing. Orang itu menatapku lekat-lekat. Tapi mataku sulit dibuka. Rasanya berat sekali…” (Fani;2007:1)

Sosok Mandy sebagai tokoh utama dalam novel “Déjà vu” karya Fani Krismawati ini, sangat mempengaruhi perkembangan plotnya, karena tokoh utama disini benar-benar berperan sangat detail. Dia menjadi tokoh utama yang sepenuhnya berperan dalam memberikan konflik terhadap tokoh-tokoh lainnya.

“Oh…begitu, ya! Jadi, karena alasan Mandy sakit, kalian seenaknya melalaikan tugas kalian ?!, serunya…” (Fani;2007:54)

“Aku sama dia sudah putus, sejak aku tahu kalau Mandy menyukainya”. sahut Katie.” (Fani;2007:105)

Mandy adalah sosok tokoh utama yang memiliki karakter (watak) yang mungkin memberikan kesan membingungkan pada saat pertama kali pembaca mengenal tentang sosoknya tersebut, karena sosok Mandy sendiri disini dijelaskan bahwa dia memiliki satu kekurangan mental yaitu, penyakit *agorafobia, sehingga kekurangan tersebut menimbulkan suatu ciri khas karakter tersendiri yang melekat pada sosok Mandy. Pada awal cerita novel ini, memang tidak langsung menjelaskan tentang bagaimana keadaan mental dari tokoh utama ini, sehingga bisa menimbulkan kebingungan tentang mengapa sosok Mandy di awal cerita terlihat seperti orang gila.

“Para pengunjung mengerumuniku. Mereka menganggapku orang sinting. Aku berteriak dan menangis. Matikan…! Matikan…! Aku benci suara itu!” (Fani;2007:12)

Dalam novel “Déjà vu” karya Fani Krismawati ini juga terdapat tokoh utama kedua, yang memang intensitas keutamaannya berbeda dengan tokoh utama pertama, yaitu Mandy. Tokoh utama kedua dalam novel ini adalah Katie, dia adalah teman dekat dari Mandy. Katie disini juga sangat berperan dalam pengembangan plot cerita novel “Déjà vu”, sosoknya disini sangatlah membantu sosok dari tokoh utama pertama, yaitu Mandy, karena pada setiap permasalahan yang dialami oleh Mandy, pasti juga disebabkan oleh tokoh Katie tersebut, sehingga antara keduanya saling mendukung satu sama lain sebagai tokoh utama dalam novel ini.

“Katie mengelus-elus pipi Mandy dan menciumnya. Dia sangat saying sekali padanya. Dia rela berkorban apapun untuk sahabatnya ini.” (Fani;2007:207)

 “Kenapa kamu bohongin aku? Kenapa kamu lepaskan dokter Roth untuk aku? Bukankah kamu juga mencintainya? Kenapa? Ucapku.” (Fani;2007:132)

“A…ku nggak tega melihat penderitaanmu, Mandy. Kamu sakit dan sebagai sahabat, aku tidak mau bersenang-senang di atas penderitaanmu.”ujar Katie. (Fani;2007:132)

Penokohan Katie disini benar-benar diciptakan untuk mendukung adanya tokoh Mandy, karena karakter Katie disini adalah sebagai seseorang yang selalu berkorban untuk Mandy dan demi kesembuhannya dari penyakit yang di derita oleh Mandy, sehingga konflik yang muncul dari dampak penokohan kedua tokoh tersebut pasti saling berhubungan satu dengan lainnya. Walaupun ada dua tokoh sekaligus yang terdapat dalam cerita novel “Déjà vu” ini, tetap saja intensitas atau kadar keutamaannya berbeda, tokoh Mandy tetap memiliki kadar keutamaan yang lebih daripada tokoh Katie.

B.  Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan merupakan sosok seseorang dalam cerita yang menjadi pendukung untuk tokoh utamanya. Tokoh tambahan selalu muncul setelah tokoh utamanya, dia selalu muncul untuk menjadi sosok yang menopang atau mendukung adanya tokoh utama demi lebih memperlancar jalannya plot cerita pada suatu novel, cerpen, atau karya lainnya. Pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam kesleuruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun secara tidak langsung.

Tokoh tambahan yang ada dalam novel “Déjà vu” karya Fani Krismawati sangat banyak dan memiliki karakter penokohan yang berbeda-beda pula. Disini, saya akan membagi menjadi dua tingkatan tokoh tambahan, yaitu tokoh tambahan utama dan tokoh tambahan yang memang benar-benar sebagai tambahan. Pembagian tokoh tambahan tersebut dilihat dari intensitas munculnya tokoh itu sendiri dan dari pengaruh munculnya tokoh tersebut terhadap jalannya plot cerita.

Tokoh tambahan utama, merupakan tokoh tambahan yang lebih memiliki peran penting dalam perkembangan plotnya secara tidak langsung dan tokoh tambahan utama ini selalu mengikuti tokoh utama yang ada. Sedangkan tokoh tambahan yang memang tambahan adalah tokoh yang hanya muncul sebagai pelengkap untuk lebih memperkuat plot cerita pada suatu novel. Di dalam novel “Déjà vu” ini ada beberapa tokoh tambahan utama, yaitu tokoh Dr. Roth/Jimmy, Mary, Suzan, Yogie, dan mama Mandy, sedangkan tokoh tambahan yang hanya menjadi tambahan sebagai pelengkap, yaitu bibi (pembantu rumah tangga), papa Mandy, dan dosen killer.

Penokohan yang dilekatkan pada tokoh Dr. Roth/Jimmy adalah sebagai seorang dokter jiwa yang sangat telaten dalam menangani Mandy sebagai pasiennya, dia rela mengorbankan perasaannya terhadap Katie demi bisa menyembuhkan penyakit *agorafobia yang di derita oleh Mandy. Kehadiran karakter tokoh Dr. Roth/Jimmy ini sangat mendukung tokoh utama Mandy dan Katie. Permasalahan atau konflik dalam novel “Déjà vu” justru muncul pada saat tokoh dokter Roth/Jimmy ini dihadirkan ke dalam plot cerita, dan dari kemunculan tokoh Dr.Roth/Jimmy-lah plot cerita bisa semakin berkembang dan menjadi pendukung bagi tokoh utamanya, Mandy dan Katie.

“Mandy, jangan takut! Singkirkan pikiran tentang ketakutanmu. Sekarang, lihatlah di depanmu” ujar dokter Roth. Suaranya membuatku sedikit tenang.” (Fani;2007:81-82)

Penokohan yang digambarkan pada tokoh Mary dan Suzan adalah sebagai tokoh yang mentralkan keadaan antara tokoh utama Mandy dan Katie. Mereka berdua adalah sahabat dekat dari Mandy dan Katie, karakter dari tokoh Mary dan Suzan juga menjadi pendukung bagi tokoh utama novel tersebut, karena di dalam cerita novel “Déjà vu”, Mary dan Suzan juga mejadi pembantu penyelesaian konflik antara Mandy dan Katie, dengan kata lain Mary dan Suzan juga bisa disebut sebagai tokoh tambahan netral. Mary berkarakter sebagai seorang sahabat yang mempunyai sikap tidak sabaran dan suka bicara “ceplas-ceplos”, sedangkan tokoh Suzan memiliki karakter yang pengertian dan peduli pada sahabatnya, terutama pada keadaan Mandy.

“Aku hanya bisa diam membisu. Tak sepatah kata pun keluar. Mary kelihatannya semakin dongkol. Dia tidak sabar.” (Fani;2007:36) 

“Sekarang, kita pikirkan baik-baik, bagaimana caranya bisa membuat Mandy kembali seperti semula.” Ujar Suzan sambil mondar-mandir. (Fani;2007:36)

Penokohan yang digambarkan pada tokoh yogie, adalah tokoh yang berkarakter playboy, namun sangat perhatian dan sangat penuh dengan semangat dalam melakukan segala hal.

“Bagiku, ia bukanlah apa-apa. Terkenal playboy, sih. Bukan tidak mungkin ia penjahat wanita. Namun, hari ini benar-benar diluar dugaan.” (Fani;2007:77)

“Padahal, dia sudah membawa sekuntum bunga mawar indah. Lalu bunga itu diletakkannya di depan pintu. Dan dia beranjak pergi.” (Fani;2007:87)

Penokohan yang digambarkan pada tokoh mama (ibu kandung Mandy), adalah tokoh yang berkarakter sangat protektif terhadap anak kandungnya tersebut (Mandy). Penyakit jiwa (*agorafobia) yang di derita oleh anaknya, Mandy, berawal dari perhatian dan kasih sayangnya yang berlebihan kepada Mandy, yang membuat Mandy merasa selalu fobia terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga menyebabkan Mandy tidak dapat bersosialisasi secara baik kecuali hanya pada teman-teman dekatnya dan keluarganya dekatnya saja.

“Mandy…! Jangan keluar sendirian, nanti kamu bisa dicelakai orang jahat! Mandy, jangan keluar malam-malam! Banyak perampok mengikutimu! Mandy…, jangan keluar ke mall sendirian, disana berisik banyak orang berlalu lalang…”(Fani;2007:12)

“Mamaku merasa tersinggung, tapi merasa bersalah padaku. Selama ini, dia terlalu melindungiku. Aku begitu terkekang oleh aturannya dan hal itu sudah tersimpan di otakku. Itu karena rasa sayangnya terlalu berlebihan padaku…”(Fani;2007:49)

“Sementara itu, telepon terus berdering. Setiap setengah jam, mama mengecekku. Aku tahu mama sangat khawatir padaku. Wanita itu terlalu overprotective, membuatku tak bisa kemana-mana. Akibat perlakuannya, sejak kecil aku jadi penakut.”(Fani;2007:46)

Penokohan yang digambarkan pada sosok bibi, pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah Mandy, adalah tokoh yang berkarakter penyayang, setia, dan perhatian terhadap anak majikannya tersebut. Bibi pembantu rumah tangga tersebut sangat memperhatikan dan mengerti tentang keadaan Mandy yang mengidap *agorafobia. Dia selalu berusaha untuk menjaga Mandy dan menemaninya, semenjak Mandy ditinggalkan oleh orang tuanya ke New York untuk bekerja.

“Non Mandy mau pergi kemana?”. tanyanya. Dia adalah pembantuku yang setia dan sudah bekerja selama dua puluh tahun. Dia sudah kuanggap sebagai bibiku sendiri. Dialah yang mengurusi segala keperluanku hingga saat ini. Dan menghiburku dikala aku sedih…”(Fani;2007:17)

Penokohan yang digambarkan pada tokoh papa (ayah kandung Mandy), adalah tokoh yang berkarakter cuek terhadap keadaan anak kandungnya sendiri, namun pada akhir cerita tokoh “papa” ini berubah menjadi tokoh yang berkarakter penyayang dan perhatian terhadap keluarganya, terutama terhadap anak kandungnya tersebut (Mandy).

“Jangan berpikir aneh-aneh. She’s a big girl, biarkan saja.” ujar papa. Pria itu seakan tak pernah mengkhawatirkan apapun, termasuk anaknya…”(Fani;2007:25)

 “Tidak, sayang! Papa akan memindahtugaskan pekerjaan papa disini saja. Kau adalah anak satu-satunya. Maaf, kalau papa tidak memperhatikanmu, Mandy! ujar papa.”(Fani;2007:215)

Tokoh dosen killer di dalam novel “Déjà vu”, memang tidak terlalu menonjol, namun tokoh dosen ini juga menjadi pendukung dalam penceritaan dua tokoh utama dan tokoh tambahan utama tersebut. Dosen killer, adalah tokoh yang memiliki karakter yang galak, tegas dan disiplin terhadap mahasiswanya.

“Tapi, saya tidak mau tahu! Kalian semua tidak akan lulus mata kuliah ini. Titik! Tidak ada tolerir untuk kalian semua!” ujar dosen tersebut.”(Fani;2007:43)

“Sekarang, kalian harus berdiri di depan Hall B meminta maaf pada teman-teman yang telah menunggu kalian. Mereka tidak lulus mata kuliah ini gara-gara kalian. Jika kalian mau, saya akan meluluskan mereka semua, kecuali kalian berempat! ujarnya tegas.” (Fani;2007:55)

3.2 Tokoh Protagonis dan Antagonis

Jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Membaca sebuah novel, pembaca sering mengindentifikasikan diri dengan tokoh-tokoh tertentu, memberikan simpati dan empati, melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tersebut. Menentukan tokoh-tokoh cerita ke dalam protagonis dan antagonis kadang-kadang tak mudah, atau paling tidak, orang bisa berbeda pendapat. Tokoh yang mencerminkan harapan dan atau norma ideal kita, memang dapat dianggap sebagai tokoh protagonis. Namun, tak jarang ada tokoh yang tak membawakan nilai-nilai morla kita, atau yang beridiri di pihak “sana”, justru yang diberi simpati dan empati oleh pembaca.

C.  Tokoh Protagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang indentik dengan semua yang berhubungan dengan hal yang baik dan benar. Tokoh protagonis adalah tokoh yang memang selalu dibela ataupun di kagumi oleh pembaca, semua itu karena tokoh protagonis selalu menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan pembaca, dan harapan-harapan pembaca. Maka, kita (pembaca) sering mengenalinya sebagai memiliki kesamaan dengan kita, permasalahan yang dihadapinya seolah-olah juga sebagai permasalahan kita.

Dalam novel “Déjà vu” karya Fani Krismawati, tokoh protagonis melekat pada tokoh utama kedua, yaitu Katie dan pada tokoh utama-utama, yaitu Mandy. Selain sebagai tokoh utama kedua, tokoh Katie juga menjadi tokoh yang berfungsi sebagai tokoh protagonis. Sosok tokoh Katie dalam novel ini sangat menarik perhatian saya sebagai pembaca, karena karakternya yang bisa dikatakan hampir mendekati sempurna, watak yang baik, penyabar, setia kawan, dan penyayang inilah, yang membuat pembaca novel ini menjadi sangat kagum dan merasa menemukan sesosok manusia yang sempurna. Tokoh Mandy disini, memiliki watak yang memang masih belum dewasa, namun dia sangat menyayangi sahabat-sahabatnya, dia juga sangat menyayangi kedua orang tuanya, walaupun dia merasa dicampakkan oleh kedua orang tuanya.

Selain Katie dan Mandy, tokoh protagonis lainnya adalah Mary, bibi, Dr. Roth/Jimmy, Yogie, dan Suzan. Tokoh Mary dan Suzan adalah salah satu tokoh tambahan utama-protagonis, mereka berdua juga mempunyai karakter yang menarik perhatian pembaca. Mary yang berkarakter tidak sabaran dan suka berbicara “ceplas-ceplos” ini, disisi lain juga memiliki watak atau sikap yang setia kawan terhadap sahabat-sahabatnya, dari sisi itulah yang menarik perhatian pembaca terhadap sosok tokoh Mary tersebut. Sedangkan, tokoh Suzan yang berkarakter pengertian dan peduli pada sahabatnya, terutama pada keadaan Mandy, Suzan termasuk pada tokoh tambahan utama-protagonis. Alasannya, karena pada tokoh Suzan ini, melekat watak yang sesuai dengan pandangan dan keinginan pembaca, yang selalu menginginkan tokoh yang baik dan menyenangkan pada saat membaca novel tertentu. Tokoh bibi sebagai tokoh tambahan pelengkap-protagonis, merupakan tokoh yang memang menggambarkan seorang pembantu rumah tangga yang baik, setia dan perhatian terhadap anak majikannya, Mandy. Karena sikapnya yang baik tersebutlah, tokoh bibi dapat menarik perhatian pembaca. Tokoh yogie sebagai tokoh tambahan pelengkap-protagonis juga sangat menarik perhatian pembaca, karena sikapnya yang penuh dengan semangat dalam menaklukkan hati Mandy, usaha-usahanya yang selalu membuat pembaca menjadi simpati pada tokoh yogie ini. Tokoh Dr.Roth/Jimmy sebagai tokoh tambahan utama-protagonis. Tokoh Dr.Roth ini adalah tokoh yang memang banyak menarik perhatian pembaca, karena konflik yang terjadi dalam cerita mayoritas berasal dari tokoh Dr.Roth tersebut, namun akhir dari cerita tokoh Dr.Roth inilah yang justru membuat pembaca penasaran, karena di dalam cerita Dr.Roth harus memilih antara Katie dan Mandy.

Tokoh utama pertama-protagonis (Mandy),

“Namun, aku memang mencintai dokter Roth. Hanya saja, jika yang kulihat waktu itu, Katie mengalah untukku. Sekarang, akulah yang akan mengalah…” (Fani;2007:217)

Tokoh utama kedua-protagonis (Katie),

“Aduh…kalian bagaimana, sih! Mandy di sana sedang ketakutan. Aku tak peduli, yang penting kita harus cepat sampai di sana. Lihat, kita sudah sampai…! Untunglah! ujar Katie dengan suara gemetar.”(Fani;2007:32)

Tokoh tambahan utama-protagonis (Suzan),

“Benar juga! Tidak apalah kita nggak lulus mata kuliah itu, keadaan Mandy sekarang jauh lebih penting! ucap Suzan cemas.” (Fani;2007:39)

Tokoh tambahan utama-protagonis (Mary),

“Mandy, sadarlah! Jika kamu tidak bisa menerima kenyataan ini, maka kamu akan menjadi gila!”. sahut Mary. (Fani;2007:133)

 

Tokoh tambahan pelengkap-protagonis (Bibi)

“Non Mandy mau pergi kemana?”. tanyanya. Dia adalah pembantuku yang setia dan sudah bekerja selama dua puluh tahun. Dia sudah kuanggap sebagai bibiku sendiri. Dialah yang mengurusi segala keperluanku hingga saat ini. Dan menghiburku dikala aku sedih…”(Fani;2007:17)

Tokoh tambahan pelengkap-protagonis (Yogie)

“Bagiku, ia bukanlah apa-apa. Terkenal playboy, sih. Bukan tidak mungkin ia penjahat wanita. Namun, hari ini benar-benar diluar dugaan.” (Fani;2007:77)

“Padahal, dia sudah membawa sekuntum bunga mawar indah. Lalu bunga itu diletakkannya di depan pintu. Dan dia beranjak pergi.” (Fani;2007:87)

Tokoh tambahan utama-protagonis (Dr.Roth/Jimmy)

“Mandy, jangan takut! Singkirkan pikiran tentang ketakutanmu. Sekarang, lihatlah di depanmu” ujar dokter Roth. Suaranya membuatku sedikit tenang.” (Fani;2007:81-82)

D.  Tokoh Antagonis

Tokoh antagonis adalah tokoh yang identik dengan perbuatan atau sikap yang jahat dan keluar dari batas norma. Namun, cara menilai atau menafsirkan tokoh antagonis bukan hanya dengan cara melihat jahat atau tidaknya tokoh tersebut. Tokoh antagonis sering ditafsirkan juga sebagai tokoh yang menjadi penyebab atau penyulut konflik dalam suatu cerita. Tokoh antagonis barangkali dapat disebut sebagai tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, baik secara langsung ataupun tak langsung, bersifat konflik batin maupun fisik.

Pada novel “Déjà vu” ini, tokoh antagonis melekat pada penokohan mama dan papa kandung Mandy. Dua tokoh tersebut memang tidak melakukan sesuatu yang “jahat” (kriminalitas atau kekerasan), namun dua tokoh tersebut melakukan hal yang memberikan dampak konflik batin terhadap tokoh utamanya, yaitu Mandy. Mama (Mandy) yang telah memberikan kekangan terhadap dirinya yang menyebabkan mental Mandy menjadi labil, hingga mengidap penyakit *agorafobia. Sedangkan, tokoh papa (Mandy) disini juga menyebabkan konflik batin bagi tokoh utamanya (Mandy). Mandy merasakan kesepian akibat dari perlakuan papanya yang egois dan tidak perhatian terhadap kondisi anak kandungnya sendiri.

Dari dua karakter tersebut, memang sangat bertentangan antara karakter papa dan mama Mandy, namun keduanya sama-sama menjadi tokoh antagonis yang justru menimbulkan masalah batin untuk tokoh utamanya, yaitu Mandy. Tokoh mama memang memiliki watak yang sangat keibuan, namun di sisi lain, karakter tersebut justru membuat pembaca menjadi tidak “menyenangi” atau tidak bersimpati pada perlakuan yang diberikan oleh tokoh mama tersebut, sehingga tokoh mama dipandang menjadi tokoh antagonis. Sedangkan, tokoh papa Mandy, adalah tokoh yang memang jelas-jelas menjadi tokoh antagonis, karena watak dari seorang papa ini sudah jelas sangat tidak akan menarik simpati dan empati dari pembaca untuk tokoh “papa” ini.

Tokoh tambahan pelengkap-antagonis juga melekat pada tokoh dosen killer. Tokoh dosen disini memang benar-benar membuat pembaca merasakan kesal dan sangat tidak menyenangkan bila pembaca membanyangkan bahwa kejadian tersebut terjadi pada diri pembaca.

Tokoh tambahan pelengkap-antagonis (Dosen Killer)

“Tapi, saya tidak mau tahu! Kalian semua tidak akan lulus mata kuliah ini. Titik! Tidak ada tolerir untuk kalian semua!” ujar dosen tersebut.”(Fani;2007:43)

 

Tokoh tambahan utama-antagonis (mama),

“Sementara itu, telepon terus berdering. Setiap setengah jam, mama mengecekku. Aku tahu mama sangat khawatir padaku. Wanita itu terlalu overprotective, membuatku tak bisa kemana-mana. Akibat perlakuannya, sejak kecil aku jadi penakut.”(Fani;2007:46)

Tokoh tambahan pelengkap-antagonis (papa),

“Jangan berpikir aneh-aneh. She’s a big girl, biarkan saja.” ujar papa. Pria itu seakan tak pernah mengkhawatirkan apapun, termasuk anaknya…”(Fani;2007:25)

Namun, pada tokoh “papa” ini mengalami perkembangan sesuai dengan jalannya cerita, dia yang awalnya berfungsi sebagai tokoh antagonis berkembang atau berubah fungsi menjadi tokoh protagonis yang justru mendapatkan simpati dari pembaca, karena karakter yang awalnya “tidak menyenangkan” menjadi menyenangkan dan menarik perhatian pembacanya.

3.3 Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang

Berdasarkan kriteria berkembang dan tidaknya perwatakan tokoh-tokoh cerita dalam sebuah novel, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh statis (tak berkembang) dan tokoh berkembang.

E.  Tokoh Statis

Menurut Altenbernd & Lewis, tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. (Burhan;1994:188)

Tokoh jenis ini tampak seperti kurang terlibat dan tak terpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan antarmanusia. Jika diibaratkan, tokoh statis adalah bagaikan batu karang yang tak tergoyahkan walau tiap hari dihantam oleh ombak. Tokoh statis memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita. Tokoh statis adalah tokoh pembantu dalam suatu cerita, yang tidak mengalami perubahan karakter yang berarti sepanjang cerita. Karakter tokoh statis tidak akan berkembang karena pengarang dibatasi oleh ruang dan waktu. Pengarang melakukan hal ini agar perhatian pembaca lebih terpusat pada tokoh utama, sehingga perhatian pembaca tidak terpecah pada tokoh lain. Dalam tokoh statis dikenal adanya tokoh statis hitam dan tokoh statis putih, yaitu tokoh statis hitam yang berarti selalu diungkapkan kehitamannya atau identik dengan tokoh jahat, tanpa ada sedikitpun unsur putih pada tokoh statis hitam tersebut. Sedangkan, tokoh statis putih adalah tokoh statis yang memang hanya diungkapkan sisi baiknya atau identik dengan tokoh yang baik namun tidak berkembang.

Tokoh statis yang ada dalam novel “Déjà vu” karya Fani Krismawati, adalah tokoh bibi sebagai tokoh statis putih, seorang pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah keluarga Mandy. Selain tokoh bibi, ada beberapa tokoh statis lainnya, yaitu dosen killer sebagai tokoh statis hitam, tokoh Yogie sebagai tokoh statis putih, tokoh Suzan sebagai tokoh statis putih, tokoh Dr.Roth/Jimmy juga menjadi tokoh statis putih, tokoh Mary sebagai tokoh statis putih, dan terakhir adalah tokoh Katie sebagai tokoh statis putih.

Tokoh statis putih

  1. Bibi (Tokoh tambahan pelengkap-protagonis-statis putih).

Tokoh bibi pada novel ini memang termasuk pada tokoh yang tidak berkembang, dia hanya menjadi tokoh yang melengkapi cerita yang dilakukan oleh tokoh utamanya, agar kelengkapan pada cerita tersebut menjadi lebih terasa nyata saat dibaca oleh pembaca. Tokoh bibi disini, tidak mengalami perubahan yang berarti, karakternya tetap seperti pada awal cerita, dan itu terus menjadi karakternya tanpa ada perubahan hingga cerita tersebut berakhir. Bibi termasuk pada tokoh statis putih, dikarenakan penyesuaian dengan karakternya yang memang menjadi tokoh yang baik terhadap tokoh utamanya.

“Non Mandy mau pergi kemana?”. tanyanya. Dia adalah pembantuku yang setia dan sudah bekerja selama dua puluh tahun. Dia sudah kuanggap sebagai bibiku sendiri. Dialah yang mengurusi segala keperluanku hingga saat ini. Dan menghiburku dikala aku sedih…”(Fani;2007:17)

  1. Yogie (Tokoh tambahan pelengkap-protagonis-statis putih)

Penokohan Yogie menggambarkan tokoh yang menjadi pendukung bagi tokoh utama, dia juga memiliki karakter yang menyenangkan dan tidak memiliki sisi “jahat” yang membuat tokoh utamanya menjadi terkenai konflik. Tokoh Yogie disini menambah keindahan cerita, karena sosok Yogie yang terus mendampingi Mandy walaupun Mandy tidak menyukainya, hal inilah yang membuat pembaca menaruh simpati pada tokoh Yogie. Namun, tokoh Tokoh Yogie disini termasuk pada tokoh statis, tokoh yang tidak mengalami perkembangan secara keseluruhan walaupun “diterjang” plot cerita. Yogie yang penokohannya berkarakter baik, maka dia adalah tokoh statis putih.

“Yogie menyanggupinya. Kali ini derita Mandy menjadi bagiannya juga. Bagaimanapun juga, dia mencintanya dan harus berbuat apa pun untuknya.” (Fani;2007:161)

“Yogie meletakkan sekuntum bunga mawar di sebelahku. Aku bisa merasakannya, walau aku belum sepenuhnya sadar. Namun, aku bisa mendengar perkataan mereka semua. Dia mengelus pipiku…” (Fani;2007:212)

 

  1. Suzan (Tokoh tambahan utama-protagonis-statis putih)

Dalam novel “Déjà vu” karya Fani Krismawati, tokoh Suzan digambarkan sebagai sosok gadis yang baik dan peduli pada sahabat-sahabatnya. Sepanjang plot cerita pada novel ini, tokoh Suzan memang selalu menonjolkan tentang hal yang baik dan menyenangkan bagi pembaca, tidak ada sedikitpun gambaran karakter gadis yang memiliki sifat atau tingkah yang “jahat”, terutama kepada tokoh utamanya. Tokoh Suzan disini juga termasuk pada tokoh statis, tokoh yang tidak mengalami perubahan karakter atau watak, walaupun sudah mengalami banyak hal dalam plot cerita novel tersebut.

“Mandy kamu tidur, ya! Jangan takut! Kita ada di sini bersamamu!” ucap Suzan.(Fani;2007:39)

  1. Mary (Tokoh tambahan utama-protagonis-statis putih)

Dalam novel “Déjà vu” karya Fani Krismawati, tokoh Mary digambarkan sebagai sosok gadis yang baik walaupun memang terkadang suka berbicara secara gamblang, namun sosok Mary ini sangat peduli pada sahabat-sahabatnya. Sepanjang plot cerita pada novel ini, tokoh Mary memang selalu menonjolkan tentang hal yang baik dan apa adanya dalam bersikap kepada sahabat-sahabatnya, tidak ada sedikitpun gambaran karakter gadis yang memiliki sifat atau tingkah yang “jahat”, terutama kepada tokoh utamanya. Tokoh Mary disini juga termasuk pada tokoh statis, tokoh yang tidak mengalami perubahan karakter atau watak, walaupun sudah mengalami banyak hal dalam plot cerita novel tersebut.

“Mandy, sadarlah! Jika kamu tidak bisa menerima kenyataan ini, maka kamu akan menjadi gila!”. sahut Mary. (Fani;2007:133)

 

 

  1. Dr.Roth/Jimmy (Tokoh tambahan utama-protagonis-statis putih)

Dalam novel “Déjà vu” karya Fani Krismawati, tokoh Dr.Roth/Jimmy digambarkan sebagai sosok pria dewasa yang baik, memiliki sikap telaten sebagai seorang dokter jiwa, penuh dengan perasaan yang halus dan lembut terhadap Katie dan Mandy. Sikap yang penuh pengorbanan itulah yang membuat sosok tokoh Dr.Roth ini menjadi terlihat sangat di puja dan di puji oleh pembaca. Sepanjang plot cerita pada novel ini, tokoh Dr.Roth/Jimmy memang selalu menonjolkan tentang sikap atau tingkah laku yang baik dan pengabdian penuh terhadap pekerjaan, terutama saat menangani penyembuhan dari penyakit yang di derita oleh tokoh Mandy tersebut, tidak ada sedikitpun gambaran karakter pria yang memiliki sifat atau tingkah yang “jahat”. Tokoh Dr.Roth/Jimmy disini, juga termasuk pada tokoh statis, tokoh yang tidak mengalami perubahan karakter atau watak, walaupun sudah mengalami banyak hal dalam plot cerita novel tersebut.

“Mandy, jangan takut! Singkirkan pikiran tentang ketakutanmu. Sekarang, lihatlah di depanmu” ujar dokter Roth. Suaranya membuatku sedikit tenang.” (Fani;2007:81-82)

“Tidak apa-apa, itu adalah tugas saya sebagai dokter.” sahutnya sambil tersenyum pada Katie. (Fani; 2007:60)

  1. Katie (Tokoh utama kedua-protagonis-statis putih)

Dalam novel “Déjà vu” karya Fani Krismawati, tokoh Katie digambarkan sebagai sosok gadis yang baik, penuh perhatian, berjiwa keibuan, teguh pendirian, dan rela berkorban demi orang lain. Sosok sahabat seperti yang dilekatkan kepada tokoh Katie ini, membuat pembaca menginginkan kehadiran sosok seperti Katie ini hadir ke dunia nyata dan bukan hanya menjadi tokoh yang fiktif. Simpati dari pembaca dengan sendirinya mengalir kepada tokoh Katie, karena karakter yang begitu “sempurna” dari segi tokoh fiktif dalam novel ini. Sepanjang plot cerita pada novel ini, tokoh Katie memang selalu menonjolkan kebaikan dan kelembutan terhadap tokoh utamanya, bahkan tidak ada sedikitpun gambaran karakter gadis yang memiliki sifat atau tingkah yang “jahat”. Tokoh Katie disini juga termasuk pada tokoh statis, tokoh yang tidak mengalami perubahan karakter atau watak, walaupun sudah mengalami banyak hal dalam plot cerita novel tersebut.

“Katie mengelus-elus pipi Mandy dan menciumnya. Dia sangat saying sekali padanya. Dia rela berkorban apapun untuk sahabatnya ini.” (Fani;2007:207)

Tokoh Statis Hitam

  1. Dosen Killer (Tokoh tambahan pelengkap-antagonis-statis hitam)

Tokoh statis hitam disini, hanya terdapat satu tokoh saja, yaitu tokoh dosen killer. Tokoh dosen killer dalam novel “Déjà vu” ini, memang tidak mengalami berkembangan secara karakter dan keseluruhannya, dia hanya menjadi tokoh statis yang menonjolkan karakter yang galak pada mahasiswanya (Katie, Mary, Mandy, dan Suzan).

“Tapi, saya tidak mau tahu! Kalian semua tidak akan lulus mata kuliah ini. Titik! Tidak ada tolerir untuk kalian semua!” ujar dosen tersebut.”(Fani;2007:43)

  1. F.   Tokoh Berkembang (Dinamis)

Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan dan perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan. Sikap dan watak tokoh berkembang, dengan demikian, akan mengalami perkembangan dan atau perubahan dari awal, tengah dan akhir cerita, sesuai dengan tuntutan koherensi cerita secara keseluruhan.

 

  1. Mandy (Tokoh utama pertama-protagonis-berkembang)

Mandy merupakan salah satu tokoh yang berkembang dalam plot cerita novel “Déjà vu”. Dia, mengalami perubahan watak secara jelas, seiring dengan perubahan-perubahan peristiwa yang terjadi pada cerita novel tersebut. Yang awalnya berkarakter kekanak-kanakan (tidak dewasa) menjadi lebih dewasa dalam menyikapi permasalahannya sendiri. Mandy adalah sosok tokoh yang takut menghadapi kenyataan kehidupannya sendiri, dan takut dalam menghadapi penyakitnya sendiri, namun seiring berjalannya cerita, karakter tokoh Mandy ini berubah secara perlahan-lahan.

“Ah…lebih baik aku mati saja! Aku mengambil silet yang kusembunyikan di bawah kasurku. Aku semakin bingung dengan keadaan seperti ini. Bias-bisa aku menjadi benar-benar gila! Kejadian ini benar-benar aneh. Aku tidak bias berpikir jernih…”(Fani;2007:202)

“Namun, aku memang mencintai dokter Roth. Hanya saja, jika yang kulihat waktu itu, Katie mengalah untukku. Sekarang, akulah yang akan mengalah…” (Fani;2007:217)

  1. Mama (Tokoh tambahan utama-antagonis-berkembang)

Mama merupakan salah satu tokoh yang berkembang dalam plot cerita novel “Déjà vu”. Dia, mengalami perubahan watak secara jelas, seiring dengan perubahan-perubahan peristiwa yang terjadi pada cerita novel tersebut. Yang awalnya berkarakter overprotective menjadi sosok ibu yang pengertian dan lebih bijak dalam mendidik anaknya, yaitu Mandy. Mama adalah sosok tokoh ibu yang terlalu menyayangi anak tunggalnya, sehingga dia selalu memberikan doktrin-doktrin, yang membuat Mandy menjadi anak yang penakut dan tidak dewasa. Namun, seiring berjalannya cerita, karakter tokoh mama ini berubah secara perlahan-lahan menjadi karakter yang lebih baik dari sebelumnya.

“Sementara itu, telepon terus berdering. Setiap setengah jam, mama mengecekku. Aku tahu mama sangat khawatir padaku. Wanita itu terlalu overprotective, membuatku tak bisa kemana-mana. Akibat perlakuannya, sejak kecil aku jadi penakut.”(Fani;2007:46)

“Wanita itu hanya bias diam membisu. Kini wanita paruh baya itu sudah menyadari kesalahannya terhadap anaknya itu. Kini, dia hanya bisa menunggu penjelasan dari dokter.” (Fani;2007:158)

  1. Papa (Tokoh tambahan pelengkap-antagonis-berkembang)

Papa merupakan salah satu tokoh yang berkembang dalam plot cerita novel “Déjà vu”. Dia, mengalami perubahan watak secara jelas, seiring dengan perubahan-perubahan peristiwa yang terjadi pada cerita novel tersebut. Yang awalnya berkarakter cuek dan hanya memperdulikan pekerjaannya saja daripada kepentingan keluarganya, terutama tentang anak kandungnya sendiri, menjadi sosok orang tua laki-laki yang perhatian dan lebih mengutamakan keluarganya, terutama kepentingan anaknya, yaitu Mandy. Papa adalah sosok tokoh ayah yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, dan dia selalu menutup mata pada keadaan kesehatan jiwa anak tunggalnya tersebut. Baginya, pekerjaan adalah segala-segalanya, bahkan dia tega memisahkan diri dari anaknya, dia meninggalkan anaknya sendirian hanya demi pekerjaannya. Namun, seiring berjalannya cerita, karakter tokoh papa ini berubah secara perlahan-lahan menjadi karakter yang lebih baik dari sebelumnya.

“Jangan berpikir aneh-aneh. She’s a big girl, biarkan saja.” ujar papa. Pria itu seakan tak pernah mengkhawatirkan apapun, termasuk anaknya…”(Fani;2007:25)

“Tidak, sayang! Papa akan memindahtugaskan pekerjaan papa disini saja. Kau adalah anak satu-satunya. Maaf, kalau papa tidak memperhatikanmu, Mandy! ujar papa.”(Fani;2007:215)

 

 

3.4 Penokohan dalam Novel “Déjà vu” Karya Fani Krismawati

Penokohan dalam novel “Déjà vu”, sangatlah banyak dan bervariasi, sesuai dengan karakter yang telah diciptakan oleh pengarang novel, yaitu oleh Fani Krismawati.

Yang pertama adalah tokoh Mandy, tokoh utama yang secara tidak langsung menyampaikan tema cerita pada novel tersebut, yaitu tentang seseorang yang mengalami kejadian langka, yang disebut dengan “Déjà vu”. Tokoh Mandy ini, berperan sebagai tokoh utama pertama-protagonis-berkembang. Karakter seorang Mandy yang penakut, penderita *agoraphobia, kekanak-kanakan, dan selalu berpikiran dangkal. Namun, seiring dengan jalannya cerita dalam novel tersebut, membuat tokoh Mandy ini mengalami perubahan karakter menjadi seorang yang lebih tegar, dewasa, dan lebih bijak dalam menghadapi masalah kehidupannya.

Yang kedua adalah tokoh Katie, tokoh utama kedua ini berperan sebagai tokoh utama kedua-protagonis-statis putih. Karakter seorang Katie yang penyabar, penyayang, setia kawan, dan rela berkorban ini, tetap seperti itu hingga akhir cerita, tidak ada yang berubah dari karakter tokoh Katie, sehingga dia termasuk pada tokoh statis putih, yang selalu menonjolkan sisi kebaikannya saja tidak ada sisi “jahatnya”.

Yang ketiga adalah tokoh Dr.Roth/Jimmy. Tokoh dokter ini berperan sebagai tokoh tambahan utama-protagonis-statis putih. Karakter dokter Roth yang penuh dedikasi terhadap pekerjaannya, telaten, dan penyayang ini, tetap seperti itu hingga akhir cerita. Sehingga, tokoh dokter Roth ini masuk ke dalam tokoh statis putih.

Yang keempat adalah tokoh Suzan dan Mary. Dua tokoh ini termasuk pada, tokoh tambahan utama-protagonis-statis putih. Tokoh Suzan adalah tokoh yang penuh kedewasaan dan perhatian terhadap sahabat-sahabatnya. Sedangkan, tokoh Mary adalah tokoh gadis yang apa adanya dalam berbicara dan bersikap, namun dia adalah sosok yang juga sangat menyayangi dan perhatian terhadap sahabat-sahabatnya.

Yang kelima adalah tokoh yogie. Tokoh yogie ini termasuk pada tokoh tambahan pelengkap-protagonis-statis putih. Yogie adalah sosok tokoh yang baik, sangat perhatian terhadap Mandy, dan dia adalah sosok pria yang penuh dengan semangat dalam menaklukkan hati Mandy.

Yang keenam adalah tokoh dosen killer. Tokoh dosen ini termasuk dalam tokoh tambahan pelengkap-antagonis-statis hitam.

Yang ketujuh adalah bibi pembantu. Tokoh ini termasuk dalam tokoh tambahan pelengkap-protagonis-statis putih. Tokoh bibi disini sangat menonjolkan kebaikan, dia adalah sosok pembantu yang perhatian dan sangat menyayangi anak majikannya, yaitu Mandy.

Yang kedelapan adalah tokoh papa. Tokoh papa termasuk dalam tokoh tambahan pelengkap-antagonis-berkembang. Tokoh papa yang awalnya berkarakter cuek terhadap Mandy, namun seiring berjalannya cerita, tokoh papa berubah karakter menjadi tokoh yang baik dan perhatian penuh terhadap anaknya, yaitu Mandy.

Yang kesembilan adalah tokoh mama. Tokoh mama termasuk dalam tokoh tambahan utama-antagonis-berkembang. Seperti halnya yang terjadi pada tokoh papa, tokoh mama disini juga mengalami perubahan karakter, yang awalnya memiliki sikap yang overprotective pada akhir cerita tokoh tersebut menjadi berkarakter bijak dalam mendidik anaknya.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penokohan dalam Novel “Déjà vu” Karya Fani Krismawati

Penokohan dalam novel “Déjà vu”, sangatlah banyak dan bervariasi, sesuai dengan karakter yang telah diciptakan oleh pengarang novel, yaitu oleh Fani Krismawati.

Yang pertama adalah tokoh Mandy, tokoh utama yang secara tidak langsung menyampaikan tema cerita pada novel tersebut, yaitu tentang seseorang yang mengalami kejadian langka, yang disebut dengan “Déjà vu”. Tokoh Mandy ini, berperan sebagai tokoh utama pertama-protagonis-berkembang. Karakter seorang Mandy yang penakut, penderita *agoraphobia, kekanak-kanakan, dan selalu berpikiran dangkal. Namun, seiring dengan jalannya cerita dalam novel tersebut, membuat tokoh Mandy ini mengalami perubahan karakter menjadi seorang yang lebih tegar, dewasa, dan lebih bijak dalam menghadapi masalah kehidupannya.

Yang kedua adalah tokoh Katie, tokoh utama kedua ini berperan sebagai tokoh utama kedua-protagonis-statis putih. Karakter seorang Katie yang penyabar, penyayang, setia kawan, dan rela berkorban ini, tetap seperti itu hingga akhir cerita, tidak ada yang berubah dari karakter tokoh Katie, sehingga dia termasuk pada tokoh statis putih, yang selalu menonjolkan sisi kebaikannya saja tidak ada sisi “jahatnya”.

Yang ketiga adalah tokoh Dr.Roth/Jimmy. Tokoh dokter ini berperan sebagai tokoh tambahan utama-protagonis-statis putih. Karakter dokter Roth yang penuh dedikasi terhadap pekerjaannya, telaten, dan penyayang ini, tetap seperti itu hingga akhir cerita. Sehingga, tokoh dokter Roth ini masuk ke dalam tokoh statis putih.

Yang keempat adalah tokoh Suzan dan Mary. Dua tokoh ini termasuk pada, tokoh tambahan utama-protagonis-statis putih. Tokoh Suzan adalah tokoh yang penuh kedewasaan dan perhatian terhadap sahabat-sahabatnya. Sedangkan, tokoh Mary adalah tokoh gadis yang apa adanya dalam berbicara dan bersikap, namun dia adalah sosok yang juga sangat menyayangi dan perhatian terhadap sahabat-sahabatnya.

Yang kelima adalah tokoh Yogie. Tokoh Yogie ini termasuk pada tokoh tambahan pelengkap-protagonis-statis putih. Yogie adalah sosok tokoh yang baik, sangat perhatian terhadap Mandy, dan dia adalah sosok pria yang penuh dengan semangat dalam menaklukkan hati Mandy.

Yang keenam adalah tokoh dosen killer. Tokoh dosen ini termasuk dalam tokoh tambahan pelengkap-antagonis-statis hitam.

Yang ketujuh adalah bibi pembantu. Tokoh ini termasuk dalam tokoh tambahan pelengkap-protagonis-statis putih. Tokoh bibi disini sangat menonjolkan kebaikan, dia adalah sosok pembantu yang perhatian dan sangat menyayangi anak majikannya, yaitu Mandy.

Yang kedelapan adalah tokoh papa. Tokoh papa termasuk dalam tokoh tambahan pelengkap-antagonis-berkembang. Tokoh papa yang awalnya berkarakter cuek terhadap Mandy, namun seiring berjalannya cerita, tokoh papa berubah karakter menjadi tokoh yang baik dan perhatian penuh terhadap anaknya, yaitu Mandy.

Yang kesembilan adalah tokoh mama. Tokoh mama termasuk dalam tokoh tambahan utama-antagonis-berkembang. Seperti halnya yang terjadi pada tokoh papa, tokoh mama disini juga mengalami perubahan karakter, yang awalnya memiliki sikap yang overprotective pada akhir cerita tokoh tersebut menjadi berkarakter bijak dalam mendidik anaknya.


Data-data Kata Asing dalam novel “Déjà vu”

Pengertian kata asing yang terdapat dalam novel “Déjà vu”, adalah

  • Ø Agorafobia adalah gangguan kesadaran terutama berupa ketakutan pada situasi yang sulit atau yang membingungkan dimana penderita tidak dapat mengatasinya. Penderita mengalami serangan kepanikan dalam situasi dimana mereka merasa terjebak, tidak aman, lepas kendali, atau terlalu jauh dari zona nyaman mereka.
  • Ø Overprotective adalah sebuah tindakan melindungi seseorang yang sangat berlebihan, dan dapat membuat seseorang tidak nyaman dengan tindakan ini.
  • Ø Killer adalah galak, sikap yang selalu identik dengan amarah atau suka memarahi.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler