Skip to Content

RESENSI NOVEL "AYYESHA" KARYA ZAINAL RADAR T.

Foto SIHALOHOLISTICK
files/user/3199/AYYESHA.jpg
AYYESHA.jpg

RESENSI NOVEL

 

Judul                  :     AYYESHA

Pengarang          :     Zaenal Radar T.

Editor                 :     Nurhadiansyah

Layout                :     The Last Hokage

Desain Sampul   :     Dyotami Febriani

Penerbit              :     PT. Lingkar Pena Kreativa Depok

Cetakan              :     Pertama, Pebruari 2008

Harga Buku        :     Rp 29.000,-

Tebal                  :     iv + 224 hlm; 13 x 20,5 cm

ISBN                  :     979-1367-23-2

Info                    :     Novel Islami Dewasa

 

SINOPSIS

Cinta memang tidak selalu menghadirkan cakrawala keindahan yang sempurna, tidak pula menghadirkan dongeng indah. Cinta adalah sesuatu yang mesti diperjuangkan dengan segenap luka dan do’a. mungkin itulah yang diyakini Tomy, sehingga ia berani mengambil resiko dibenci oleh keluarga besarnya, hanya agar dapat hidup bersama seorang muslimah sederhana bernama: Ayyesha.

 

Pernikahan yang tidak disetujui adalah luka. Namun ketika cinta sudah memanggil, bisakah kita mengelak dan menyembunyikan kepala di balik sepsang lutut yang bertekuk, sambil berkata, “Aku menyerah!” Tentu saja tidak. Cinta adalah energy, yang dapat menggerakkan segenap pori-pori, naluri, untuk bangkit dari keterpurukan yang panjang.

 

Tomy dan Ayyesha, merekalah sepasang manusia yang akan membuat kita menyadari, betapa cinta adalah semesta dimana tangis dan tawa mendapatkan ruangnya.

 

Tomy terpaksa meninggalkan rumah orangtuanya yang mewah demi impiannya menikahi Ayyesha. Ketidaksetujuan orangtuanya menikahi Ayyesha bukan semata karena keluarganya tidak menyukai Ayyesha, namun karena mereka menganggap Tomy masih terlalu muda untuk membina sebuah keluarga, di samping itu masih banyak kakak Tomy yang belum menikah. Namun bagi Tomy hal itu bukanlah penghalang baginya.

 

Pada awalnya, Tomy dan Ayyesha tinggal di rumah orangtua Tomy. Namun Tomy kasihan melihat Ayyesha yang setiap hari selalu disudutkan dalam berbagai hal hingga akhirnya Tomy membawa Ayyesha keluar dari rumah dan mengontrak di sebuah kompleks rumah kontrakan. Di sana mereka menemukan kedamaian.

 

Keluarga Tomy menuduh Ayyesha lah yang memaksa Tomy meninggalkan rumah, sehingga kebencian mereka pada Ayyesha semakin menjadi-jadi. Dampak dari semua itu, semua credit card milik Tomy diblokir sehingga mereka tidak memiliki apa-apa.

 

Hal itu membuat Tomy semakin yakin, kalau mereka mampu membangun keluarga tanpa bantuan siapa-siapa termasuk keluarganya. Ia bertekat tidak akan menerima apapun bentuknya dari keluarganya, meski pekerjaan sekalipun. Ia memang hampir terjebak dan masuk ke sebuah anak perusahaan milik keluarganya, namun ketika ia mengetahui kalau perusahaan itu adalah milik keluarganya, Tomy tidak lagi mau melanjutkan niatnya untuk bekerja di perusahaan tersebut.

 

Satu per satu cobaan menerpa mereka, semua mereka hadapi dengan sabar dan tawakkal. Di samping itu, penghuni kontrakan selalu memberikan mereka motivasi untuk sabar menghadapi cobaan hidup. Perlahan mereka mulai akrab dengan seluruh penghuni kontrakan dan mereka telah menganggapnya sebagai keluarga besar.

 

 

Ayyesha merasa prihatin melihat keadaan para penghuni rumah kontrakan yang sepertinya tidak begitu peduli dalam beragama dan banyak yang kagum pada mereka karena setiap hari selalu shalat dan mengaji. Suasana rumah kontrakan sesaat damai dan hening ketika mendengar mereka selesai shalat, Ayyesha dan Tomy selalu membaca Al-Qur’an. Salah satu penghuni rumah kontrakan mengutarakan niatnya pada Ayyesha untuk mengajarinya shalat dan mengaji. Mendengar hal itu, Ayyesha jadi prihatin sekaligus bahagia mendengarnya dan dengan senang hati Ayyesha siap membantu mengajari para penghuni rumah kontrakan. Ayyesaha mengambil keputusan pelajaran itu diadakan pada malam hari.

 

Ayyesha dan Tomy memberikan saran kepada para penghuni kontrakan dan pemilik kontrakan kalau gudang yang kosaong dan tidak berfungsi apa-apa dijadikan sebagai Musholla. Hal itu segera disambut baik oleh pera penghuni kontrakan dan pemilik kontrakan dan semuapun mulai mereka siapkan.

 

Kehadiran Tomy dan Ayyesha di lingkungan rumah kontrakan tersebut telah membawa perubahan yang sangat berarti bagi para penghuni kontrakan. Kehidupan yang selama ini sembrawut mulai tertata dengan rapi dan disiplin. Mereka yang selama ini tidak peduli dengan urusan akhirat sudah mulai memikirkan hal tersebut. Mereka yang selama ini hidup berdampingan tetapi tidak saling menghargai akhirnya berubah menjadi saling menghargai dalam setiap kondisi, mereka juga saling tolong menolong.

 

Melihat hal itu, Ayyesha meneteskan air mata bahagianya karena merasa menemukan keluarga yang sesungguhnya dan ia menganggap itulah keluarga besarnya.

 

Sementara Ayyesha terus menekuni profesinya sebagai penulis lepas di berbagai media dan dari sanalah mereka hidup untuk sementara menunggu Tomy mendapat pekerjaan. Akhirnya Tomy menemukan seorang temannya yang pernah dibantunya saat kuliah dulu untuk mendirikan sebuah percetakan kecil-kecilan. Perlahan, ekonomi dan kehidupan keluarga mereka mulai membaik dan kedua orangtua Tomy pun mulai menerima apa yang selama ini menjadi prinsip mereka berdua. Namun Ayyesha dan Tomy enggan meninggalkan rumah kontrakan meskipun mereka telah mampu untuk tinggal di tempat yang lebih baik. Namun itu semua berkat bantuan keluar Kartamiharja yang tentunya tanpa sepengetahuan Tomy.

 

 

UNSUR INTRINSIK

Tema

Zaenal Radar T. dalam novel Ayyesha mengangkat tema keluarga dengan nafas Islami. Penyampaian tema yang dilakukan secara ringan namun sangat mendidik dan memberikan wawasan baru bagi pembaca tentang bagaimana membangun sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Tentu, kebahagiaan merupakan impian semua orang baik yang beragama Islam maupun yang beragama selain Islam.

 

Tema dalam novel ini telah menjawab semua pertanyaan kita tentang bagaimana membangun sebuah keluarga bahagia (dalam Islam dikenal dengan istilah sakinah, mawaddah, wa rahmah). Segala sendi-sendi kehidupan dibeberkan dalam novel ini.

 

Tidak hanya keluarga saja yang dibeberkan pengarang di sini, kemasyarakatan juga menjadi pokok yang menarik dalam novel ini. Kehidupan bertetangga dalam novel ini sangat banyak disinggung, tentang bagaimana bertenggang rasa, silaturrahmi dan saling menghargai sesama tetangga.

 

 

 

Penokohan

Novel Ayyesha ini memiliki penokohan sebagai berikut:

-          Ayyesha          : 

-          Tomy               : 

-          Rini                 : 

-          Hendri             :  Kakak laki-laki Tomy

-          Mpok Jamilah  : 

-          Barkah             : 

-          Mardan            : 

-          Kang Sarwan  : 

-          Haji Sarkih      : 

-          Bang Amsir     : 

-          Yuk Juminten  : 

-          Paak Rustam   : 

-          Bu Mirah         : 

-          Mbok Sum      : 

-          Mayang           :  Kakak perempuan Tomy

-          Dani                :  Kakak laki-laki Tomy

-          Risma              :  Kakak perempuan Tomy

-          Sandi               :  Kakak laki-laki Tomy

-          Andre              :  Teman Hendri

 

Alur

Dalam novel Ayyesha ini, pengarang menyampaikan cerita dengan menggunakan alur maju mundur. Alur ini membuat novel terasa segar, karena jalan cerita selalu dipengaruhi oleh masa lalu para tokoh dan hal ini kelihatan sangat logis. Bagaimana permasalahan masa lalu dirangkaikan dengan peristiwa sekarang yang membuat para tokoh mengalami suatu peristiwa baru. Sudah barang tentu, kejadian lama akan menimbulkan kejadian baru dan hal ini bisa diterima oleh akal pikiran kita tanpa ada yang merasa dirugikan oleh pengarang.

 

Di bawah ini akan kita beberkan sedikit tentang perjalanan alur maju mundur yang telah kita sebutkan tersebut.

 

Cerita dimulai dari tokoh Tomy yang terbangun dari tidurnya di rumah kontrakan yang sempit dan kumuh yang selanjutnya diterangkan pengarang melalui paragraf naratif bahwa tokoh Tomy dan Ayyesha baru saja pindah dari rumah orang tua Tomy yang luas dijelaskan pula apa alas an mereka memilih kontrakan itu.

 

Dengan  paragraf baru, pengarang mundur pada kisah seminggu yang lalu ketika Tomy mendapat serangan dari keluarganya yang tidak setuju menikah dengan Ayyesha. Pengarang terus mundur sampai pada usia Ayyesha berumur 9 tahun yang pada saat itu telah ditinggal ayah dan ibunya hingga ia terpaksa tinggal pada keluarga bibinya hingga selesai SMA.

 

Pengarang maju perlahan hingga tokoh Ayyesha masuk perguruan tinggi dan bekerja sebagai freelance di sejumlah media, karena tidak enak terus-terusan menompang ia akhirnya ngontrak. Namun sayang Ayyesha tidak berhasil menyelesaikan kuliahnya karena terpaksa membantu keluarga bibinya yang tiba-tiba dapat musibah. Pamannya yang supir mendapat kecelakaan dan terpaksa kedua kakinya diamputasi.

 

Pengarang dengan perlahan maju sampai pada perkenalan tokoh Tomy dan Ayyesha hingga pada akhirnya menikah. Pernikahan mereka yang ditentang oleh keluarga Tomy tidak dipedulikan Tomy, tekadnya sudah bulat.

 

Pengarang kembali pada kisah semula dengan kalimat yang diucapkan istrinya, Ayyesha. Dari sini pengarang terus maju menceritakan kehidupan Tomy dan Ayyesha di rumah kontrakan.

 

Selanjutnya pengarang melompat pada pertemuan keluarga Kartamiharja, keluarga besar Tomy, dari pembicaraan-pembicaraan secara ringan pengarang kembali mundur ke saat-saat Tomy mengambil keputusan untuk meninggalkan rumah karena tidak tahan selalu menjadi bahan cemoohan. Pada awalnya mereka pindah ke rumah yang agak lumayan, namun baru seminggu mereka pindah lagi kerumah kontrakan yang lebih kecil kerena pemilik rumah menagih jumlah uang yang harus dilunasi sementara rekening Tomy telah diblokir. Pengarang pun kembali pada kisah semula, rumah kontrakan Tomy dan Ayyesha yang sempit dan sumpek.

 

Pengarang terus melanjutkan cerita di rumah kontrakan tomy dan Ayyesha dengan berbagai problem yang dihadapi kedua tokoh selama tinggal di rumah kontrakan. Cerita berlanjut dengan hubungan Rini dan Hendri silih berganti dengan keadaan rumah kontrakan dengan berbagai peristiwa.

 

Cerita berakhir pada kehidupan Tomy dan Ayyesha yang mulai membaik dan boleh dikatakan berhasil. Mereka telah sanggup mengontrak rumah yang lebih baik, namun mereka merasa berat meninggalkan rumah kontrakan yang suasananya telah berubah total berkat semua usaha Tomy dan Ayyesha. Di sekitar rumah kontrakan telah dilengkapi dengan Musholla. Ayyesha dan Tomy lah yang menjadi pengurus Musholla tersebut. Tomy dan Ayyesha tetap tinggal di rumah kontrakan karena merasa berat bila berpisah dengan para penghuni rumah kontrakan. Mereka merasa sudah menjadi bagian dari keluarga, keluarga yang sesungguhnya, keluarga dalam suka dan duka.

 

Latar

Dalam novel Ayyesha karangan Zaenal Radar T. ini cerita lebih banyak berkisah di rumah kontrakan dengan berbagai latar belakang penghuni rumah kontrakan, sehingga novel ini dikatakan berlatar di daerah kota Jakarta di sebuah komplek rumah kontrakan yang terdiri dari 10 pintu yang setiap pintu telah dihuni.

 

Latar yang sangat sederhana untuk sebuah novel yang sarat dengan berbagai pengalaman spiritual. Bagi pembaca, novel yang berlatar di rumah kontrakan ini, akan memberi wahana baru untuk menyikapi segala masalah kehidupan lebih jauh dari sekedar apa yang dialaminya sendiri. Nuansa perbedaan, kepentingan pribadi, kepentingan bersama akan membaur ketika kita ingin hidup rukun dan dama dengan tetangga, terlebih dalam novel ini disajikan sebuah komplek rumah kontrakan yang diisi oleh orang-orang yang berlatar belakang yang jauh berbeda namun bisa bersama meskipun terkadang terjadi pertengkaran di sana sini dan ini menjadi kelumrahan dalam bertetangga.

 

Nuansa-nuansa yang dibangun dengan bantuan latar dalam novel ini cukup memberikan suatu pengalaman spiritual bagi pembaca dan inilah yang menjadi nilai tambah bagi novel ini. Kita bisa bayangkan jika latar novel ini kita alihkan ke rumah susun atau kompleks perumnas, misalnya, tentunya suasana yang timbul dan terbangun dari latar tersebut akan jauh berbeda pula. Latar dalam novel ini cukup kokoh karena sangat mendukung tema yang dibuat pengarang dalam novel ini.

 

Sudut Pandang

Dalam novel Ayyesha ini, pengarang menyampaikan pikiran dan pengalamannya dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga tuggal. Sudut pandang ini sangat sesuai dengan bentuk cerita yang bertemakan keluarga.

 

Pemilihan sudut pandang ini memberikan keleluasaan bagi pengarang dalam menyingkap hal-hal yang tersembunyi dalam alur cerita. Dengan sudut pandangan yang seperti ini, pengarang tidak ingin memberikan jarak kepada pembaca dengan para tokoh. Pengarang ingin secara langsung melibatkan pembaca sebagai orang yang menyaksikan kisah tersebut.

 

Dengan sudut pandangan ini, pengarang juga berupaya memotivasi pembaca untuk menyikapi segala hal yang mungkin terjadi namun pada dasarnya pengarang luput dari hal tersebut sehingga memudahkan pembaca untuk memberikan masukan yang tentunya diharapkan untuk membangun karakter yang telah dibangun oleh pengarang sendiri. Dengan sudut pandangan ini, pengarang hanya ingin mentransfer pengalaman batinnya kepada pembaca secara transparan tanpa ada yang disembunyikan.

 

Gaya Bahasa

Dalam novel Ayyesha karangan Zaenal Radar T. ini sangat banyak ditemukan gaya bahasa atau majas, diantaranya:

 

Namun begitu tinggal di rumah itu, bisa juga dirasakan seperti tinggal di neraka. (Metafora, hal. 26); Tomy bilang, taka pa ia miskin harta, asal batin bisa tetap tenang (Metafora, hal. 26); “Terserah, deh! Kalau gak kering nanti kita jemur di kamar!” (Litotes, hal. 40); Ketika apa yang ia inginkan tidak lagi dating dengan sendirinya, seperti ketika ia tinggal dengan orangtuanya dulu (Metafora, hal. 41); Tetapi, ketika Tomy memiliki anak, lambat laun kemarahannya mencair (Personifikasi, hal. 43); Membuat keadaan di meja makan jadi semakin hambar (Personifikasi, hal. 49); “Masakan istriku paling lezat di dunia!” puji Tomy (Hiperbola, hal. 50); “Jadi masakan itu enak bukan karena lezat, tapi karena Mas lapar? Begitu?” (Sinisme, hal. 50); “Suamiku yang rakus tapi tampan!” (Inuendo, hal. 51); “Minjem apa ngerampok, Mas?”(Inuendo, hal. 54); “Aku tahu, pasti yang ku berikan ini tidak apa-apanya….” (Litotes, hal. 174).

 

Sejumlah gaya bahasa yang digunakan pengarang sangat memberikan nuansa yang berkesan dan menghidupkan karakter-karakter para tokoh. Rekontruksi pemilihan kata yang dilakukan pengarang juga sangat berpengaruh dalam menyampaikan ide dalam novel yang bernuansa religious ini. Penempatan berbagai deskripsi boleh dikatakan sangat erat hubungannya dialog yang digunakan oleh pengarang.

Amanat

Secara tegas, novel yang berjudul Ayyesha ini telah mengantarkan kita pada sebuah pengalaman spiritual yang sangat berharga, karena novel ini memberikan berbagai hal yang mungkin selama ini masih menjadi tanda tanya bagi kita. Namun hal yang paling mendasar, berbagai pelajaran dapat kita ambil dari novel ini, diantranya adalah sebagai berikut:

 

Membangun sebuah keluarga tentunya bukan hanya didasari oleh cinta semata, namun yang lebih penting dari itu adalah sebuah keyakinan, kematangan dalam berfikir, kematangan dalam bersikap, dan berbagai kematangan lainnya, karena membangun sebuah keluarga itu tidaklah semudah yang kita bayangkan, menikah dan seterusnya.

 

Dalam hidup bertetangga harus pula dibutuhkan sikap saling menghargai, tenggang rasa, karena tetangga merupakan keluarga yang paling dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.

 

Kehidupan yang kita jalani ini tidaklah selalu mulus, namun penuh dengan cobaan dan rintangan yang semuanya itu harus kita hadapi dengan sabar dan selalu menyerahkan diri (tawakkal) kepada Allah SWT sebagai tempat kita memohon dan berlindung.

 

Penghambaan kepada Allah SWT haruslah dilakukan dalam setiap keadaan baik suka maupun duka, baik dalam keadaan susah maupun senang.

 

Sejahat-jahat orangtua pasti tidak akan menyusahkan anaknya dan sesakit-sakit hati diperbuat oleh orangtua tidaklah pantas seorang anak membentangkan jarak pemisah.

 

Sikap ikhlas menghadapi segala cobaan adalah hal yang terpenting dalam segala sendi kehidupan yang kita jalani dan harus kita sadari sepenuhnya bahwa tiada daya dan upaya yang berarti yang kita usahakan tanpa ridho dari Allah SWT.

 

 

UNSUR EKSTRINSIK

Latar Belakang Pengarang

Zaenal Radar T. terlahir di Tangerang 7 Desember 1973, adalah seorang pengarang yang produktif dalam menghasilkan berbagai karya. Karyanya berupa cerpen anak-anak, remaja dan sastra tersebar diberbagai media, di antaranya: majalah sastra HORISON, MATRA, FEMINA, SUARA PEMBAHARUAN, REPUBLIKA, GADIS, KAWANKU, MEDIA INDONESIA, ANNIDA, SABILI, UMMI, ALIA, MUSLIMAH, BOBO, KOMPAS, dan berbagai media lainnya.

 

Bukunya yang telah pernah terbit, antara lain: Jerawatan (MIZAN, 2005); Bunda, Aku Jatuh Cinta (MU: 3 BOOKS, 2005); Ketemu Camer (MIZAN, 2004); Kantin Love Story (LINGKAR PENA, 2004); Air Mata Laki-Laki (FBA PRESS, 2004); Harga Kematian (MIZAN, 2003). Buku anak-anak: Pangeran yang Takut Disunat (BERANDA, 2005); Markum yang Cerdik (MIZAN, 2004); Kampiun Balap Karung (BERANDA, 2004). Buku dan VCD Bahasa Inggris: In her Smile (KESAINT BLANC, 2004); Forgive me, Please… (KESAINT BLANC, 2004), dan sejumlah antologi bersama penulis lain.

 

Penulis bergiat di organisasi milis kepenulisan Forum Lingkar Pena DKI Jakarta pada divisi penulis skenario. Forum Lingkar Pena adalah milis kepenulisan yang bernuansa Islami yang didirikan oleh Helvy Tiana Rossa (penulis asal Medan). Kini, penulis menjadi scriptwriter sebuah Rumah Produksi di Jakarta.

 

 

 

Keadaan Sosial Kemasyarakatan Daerah

Dalam novel Ayyesha karangan Zaenal Radar T., yang berlatar di daerah kompleks rumah kontrakan akan sangat menarik jika kita berbicara tentang sosial masyarakat, karena di tempat seperti ini sangat memberi wacana yang luas. Segala macam permasalahan sosial masyarakat akan muncul dari keluarga-keluarga yang berasal dari latar belakang yang berbeda.

 

Namun keadaan social masyarakat yang ditonjolkan pengarang dalam novel ini adalah masalah kehidupan bertetangga. Dalam kehidupan bertetangga banyak hal yang ternyata harus menjadi perhatian kita. Kita tidak hanya menyadari kehadiran mereka di tengah-tengah kita tetapi juga harus menyadari bahwa kehadiran tetangga menjadi bagian dari kehidupan kita.

 

Seni Budaya

Dalam novel Ayyesha karangan Zaenal Radar T., pengarang tidak banyak menyinggung konsep seni budaya dalam novelnya. Hal ini agaknya dikarenakan kuatnya arus modernisasi yang melanda daerah perkotaan, tentunya tidak hanya daerah perkotaan saja yang telah dilanda arus modernisasi ini, daerah perkampungan pun telah menjadi imbas.

 

Namun di daerah kontrakan, budaya pengajian untuk mendo’akan orang yang telah meninggal masih menjadi tradisi dan sepertinya hal ini tidak terlupakan oleh pengarang, mengingat ragam novel ini yang bercorak Islami. Jadi, bagi pengarang, hal ini mungkin menjadi prioritas utama dengan wacana penyegaran nilai-nilai Islami dalam pengenalan ajaran Islam.

 

Sosial Politik

Zaenal Radar T., dalam novelnya yang berjudul Ayyesha ini tidak sedikitpun menyinggung tentang keterkaitan politik terhadap proses kehidupan masyarakat. Terasa juga memang, namun keyakinan pengarang untuk meniadakan politik ada benarnya juga, terlebih proporsi novel ini yang berada dalam lingkup sendi-sendi kehidupan yang religius.

 

Memang, kekokohan karakter yang dibangun dalam novel ini cukup mengagumkan. Pengarang melepaskan para tokoh berbuat sendiri dalam menggerakkan cerita.

 

Pandangan Hidup

Zaenal Radar T., dalam novelnya Ayyesha ini memuat pandangan hidup pengarang yang disampaikan secara implisit. Berbagai pandangan yang dikemukakan pengarang dalam novel ini lebih banyak memuat nilai-nilai Keislaman. Di antara pandangan hidup yang sebenarnya bersifat umum dalam agama Islam dikemukakan pengarang dalam novel ini adalah:

 

Kekayaan bukanlah jaminan untuk hidup bahagia, ada yang lebih berharga dari semua itu, keimanan sebagai umat Islam kepada Allah SWT.

 

Pandangan ini memberikan sebuah konsep hidup bagi pembaca terutama yang beragama Islam, bahwa kebahagiaan di dunia merupakan jalan untuk mencapai kebahagiaan akhirat.

 

Hal di atas memang telah dikenal banyak orang jauh hari sebelum novel ini terbit, namun dalam novel ini telah member kita sebuah kerangka pemikiran bahwa agama Islam sangat mengharapkan umatnya sederhana dalam segala hal. Kelebihan nikmat yang kita miliki seseungguhnya adalah hak-hak mereka yang kirang mampu.

 

 

 

 

KOMENTAR

Secara sederhana, novel Ayyesha karangan Zaenal Radar T. sangat banyak memberikan pengalaman dan pesan spiritual kepada kita, terlebih kepada pembaca yang aqidah keislamannya tidak totalitas.

 

Dalam novel ini kita bisa melihat bagaimana kedua tokoh utama novel ini mementingkan peran agama dalam krhidupan keluarga yang baru saja mereka bina. Kenekatan Tomy meninggalkan rumah demi mempertahankan keutuhan hubungannya dengan istrinya Ayyesha, bagi penulis bukanlah kenekatan, melainkan suatu tekad yang totalitas memberi jawaban kepada kita bahwa harta bukanlah jaminan bagi seseorang untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

 

Dari segi isi yang sangat sederhana namun mengandung banyak pesan spiritual ini sangat sesuai dibaca oleh siapa saja tidak terbatas oleh usia karena dalam novel ini mengandung banyak pesan yang harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari baik untuk anak (karena dalam novel ini memuat bagaimana semestinya bersikap pada orangtua dalam kondisi yang bagaimanapun) demikian juga bagi remaja. Bagi para muda mudi, hal ini dapat kita lihat sikap mereka dalam menentukan hidup sangatlah dibutuhkan keyakinan yang benar-benar diputuskan secara matang dengan tidak meniadakan berbagai hal dan kemungkinan.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler