Langit biru
Samudera biru
Hembusan bayu
Awan kelabu
Rindu yang kian
membeku
Membawaku menuju
satu nama, kamu
Bumi yang berlapik tilam asap
Merendai hari-hari dengan kabut jelaga
Hingga lupa memandang ruas wajahnya
hanya bayangan sendiri yang dapat disapa
Aku telah menjelajah angin hingga ke keping –keping awan
Sejenak mampir di muara rembulan yang sehabis purnama
Namun tak kutemukan selembar bibir berdiam dipalung hati
ini bukan dongeng dari negeri berasap
dan tukang sulap yang kepalanya ikut berasap
tapi cerita yang nyata tentang anak negeri
yang sesak nafas setiap saat
kemarau kembali mengetuk
memeluk
Aku lewat jalan ini lagi
Jalan yang selalu kita lewati
menuju rumah dengan mengayunkan
kaki lambat-lambat
Aku ingat
Sebait resah tertulis di dinding gelisah
Serasa musnah
Rebah dihantam gelombang gundah
Pasrah
Seikat rindu dirajut dengan benang kalut
Hari ini, teman
Kau tinggalkan aku dan mereka
dengan sepenggal kenangan
Sembari menunggu antrian dan giliran
Senyum
Tawa
Mereka berjalan perlahan dengan pasti
Meliuk kesana kemari sembari menabur puji-pujian suci
Berkidung merdu bak seruling surga yang terdambakan
dengan ayat-ayat indah
Komentar Terbaru