Skip to Content

Diskusi soal Pramoedya Ananta Toer di Bojonegoro

Foto indra
files/user/762/diskusi-pramoedya-ananta-toer.jpg

Karya-karya Pramoedya Ananta Toer bisa dikatakan menjadi bacaan wajib anggota Komunitas Atas Angin di Bojonegoro.

Tepat pada tanggal 30 April kemarin, merupakan Haul Pramoedya Ananta Toer yang ke-10. Beberapa anggota Komunitas yang aktif dibidang literasi (baca-tulis) itu kemudian membuat forum kecil untuk melakukan refleksi.

Diskusi kecil dilakukan di warung kopi D'Philosof setelah puas melakukan ziarah ilmu pada Pekan Buku Tobo 2016 yang digagas oleh Komunitas Literasi Langit Tobo Kecamatan Purwosari, Bojonegoro.

Selama sepekan penuh masyarakat sekitar diajak untuk berwisata ilmu. Mulai dengan mengunjungi pameran buku, nonton film, dan pameran seni rupa.

Kegiatan ini merupakan rangkaian perayaan Hari Buku Nasional yang dirayakan setiap tanggal 22 April.

Tempat tinggal Pram yang berada di Desa Jetis, Kecamatan Cepu, tidak jauh dari Purwosari, Kecamatan Bojonegoro. Meskipun demikian, masih banyak pemuda setempat yang belum mengetahui adanya penulis yang masuk dalam nominasi penerima nobel tersebut.

"Kenapa justru pada momen seperti ini tidak ada yang ramai membicarakan?," tanya salah seorang anggota Komunitas Atas Angin, AW Syaiful Huda.

Tokoh realisme sosialis yang menjadi penulis idola bagi AW itu padahal menjadi pencerah bagi generasi sekarang jika membaca karya-karyanya.

Membaca karya Pram bukan hanya membaca karya sastra, tetapi juga membaca sejarah. Salah satu misal dalam bukunya Tetralogi Pulau Buru, yang membicarakan soal kondisi minyak di Bojonegoro.

Besarnya potensi minyak yang ada di Bojonegoro, tepatnya di Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, itu juga masuk dalam pengendapan Pram hingga menjadi cerita sejarah yang utuh.

Pram dalam bukunya itu menceritakan bahwa potensi minyak di Wonocolo pada saat itu digunakan sebagai senjata oleh Portugis untuk menyerang Pemerintahan Tuban.

"Dari tulisan-tulisannya banyak diambil dari kisah nyata yang dibumbui dengan fiksi. Artinya, Pram, menurut saya ingin berpesan bahwa sastra merupakan ilmu yang paling tinggi. Sastra seolah-olah merangkum peristiwa dan maknanya," katanya.

Banyak karya Pram yang lahir saat dia berada di pengasingan. Lantas dari mana Pram mendapatkan data kondisi rill pada saat itu. Sedangkan di sel tahanan rejim orde baru Pulau Buru tempat Pram diasingkan, tidak boleh sedikitpun memegang kertas maupun alat tulis.

Iksan Fauzi yang juga baru selesai membaca Arok Dedes Karya Pram mengungkapkan, sebelum diasingkan, Pram mengajar.

"Dari mengajar itu, Pram meminta kepada mahasiswanya untuk mengkliping segala berita di koran," katanya, sesuai dengan hasil obrolan yang dilakukannya dengan penulis buku Pram Melawan, P. Hasudungan Sirait.

Banyak karya Pram yang lahir dari ketertindasan itu kemudian dimusnahkan. Salah seorang penyair yang turut dalam disksi, Timur Budi Raja, menambahkan, bahwa karya sastra baik dalam bentuk apapun, memang seharusnya mengilhami sebuah perubahan, menyuarakan yang tidak mampu bersuara.

"Kenapa kemudian kekuasaan takut pada puisi, pada karya sastra? Karena negara ototriter birokrasi (antikritik)," tambahnya.

Langit Tobo, sebagai komunitas literasi yang berada jauh dengan kota, mencoba mengenalkan budaya literasi kepada masyarakat. Bersama dengan sejumlah komunitas penggerak baca yaitu Atas Angin, Noto Kromo, Ladang Ilmu, Lentera Begadon, Rumah Akar Literasi, kegiatan yang disebut Pekan Buku Tobo 2016 akhirnya terlahir.

Kegiatan ini diadakan di rumah-rumah warga di kampung Dusun Sambong dan Korgan, Desa/Kecamatan Purwosari, Kabupaten Bojonegoro.

Menurut Parmawati Rahayu, panitia Pekan Buku Tobo 2016, berbagai kegiatan seperti bazar buku murah yang dibuka di rumahnya, pemutaran film adaptasi novel Negeri Lima Menara, pameran lukis dari cangkang telur, bedah buku, dan juga donasi buku.

"Acara ini diadakan di rumah-rumah warga. Jadi, pengunjung diajak berwisata buku dan ilmu di kampung Tobo," ujarnya.

Ia menuturkan, selama ini kegiatan perayaan buku sering diadakan di perkotaan. Namun, Pekan Buku Tobo ini sengaja diadakan di kampung agar lebih membumi. Selain itu, mengajak masyarakat pedesaan mengakrabi buku dan ilmu.

"Selama sepekan Pekan Buku Tobo ternyata yang berkunjung cukup banyak. Bahkan, kebanyakan dari luar kota," ujarnya.

Dipuncak acara, kemarin, selain refleksi Haul Pram yang ke-10 juga melakukan bedah buku puisi berjudul Kepada Cahaya karya Ikal Noor Hidayat.

Bedah buku puisi ini diadakan di rumah Ida bidan, warga Dusun Sambong, Desa Purwosari. Dibedah oleh Januari M. Wibowo dan Timur Budi Raja. Para penyair itu juga membacakan puisi dan juga musikalisasi puisi.

Pemutaran film juga tidak kalah menarik. Anak-anak dan orang tua tampak asyik menonton film di halaman rumah warga sambil makan kacang goreng dan menyeruput teh dan kopi. Suasana seperti menonton layar tancap di era dulu sangat terasa.

Sementara itu menurut Farid, warga Blora, mengaku sengaja berkunjung ke Pekan Buku Tobo karena tertarik dengan kemasan acara tersebut. Ia sengaja datang bersama istri dan anaknya agar mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru. "Jadi ini jalan jalan sekaligus dapat ilmu," ujarnya.


beritajatim.com, Senin, 02 Mei 2016 23:33 WIB

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler