Skip to Content

Kota Bandung Segera Mem-Perda-kan Bahasa Sunda

Foto Hikmat

Payung hukum untuk melestarikan bahasa dan sastra sangat diperlukan. Dari itulah DPRD Kota Bandung harus mempercepat pembahasan peraturan daerah (Perda) tentang penggunaan, pemeliharaan dan pengembangan bahasa dan sastra Sunda.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Program Studi Sastra Sunda Unpad, Teddi Muhtadin M.Hum, saat dihubungi wartawan, Minggu (12/6). Keberadaan Perda terkait bahasa dan sastra Sunda diperlukan, karena dalam bahasa, sastra dan aksara Sunda terkandung informasi mengenai kearifan dan rekaman budaya Sunda. Sehingga aturan ini bisa menjadi landasan hukum dan pedoman pemerintah untuk melakukan upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Sunda.

"Keberadaan bahasa, sastra dan aksara sunda perlu dilundungi aturan yang lebih kuat lagi," ujarnya.

Di Jabar sendiri, kata Teddi, sebelumnya Pemprov Jawa Barat menetapkan Perda No. 6 tahun 1996 tentang Pelestarian, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda yang digantikan oleh Perda No. 5 tahun 2003 tentang pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah.

Perda sebelumnya ini, bisa dijadikan acuan bagi Pemkot dan DPRD Kota Bandung untuk perda bahasa Sunda yang kini tengah dibuat.

"Mungkin dalam perda yang kini akan dibuat harus ada kejelasan tentang pengajaran bahasa Sunda. Karena pada perda lama, bahasa Sunda baru jadi muatan lokal dan belum menjadi hal yang utama. Saya kira perda yang kini dibahas harus bisa membuat bahasa Sunda fungsinya naik dan bergengsi," tutur Teddi.

Untuk menaikkan fungsi dan gengsi, Teddi sendiri mengaku tak tahu bagaimana caranya. Namun, rekomendasi KIBS (konferensi Internasional budaya Sunda) bisa dimasukan dalam perda. Salah satunya memasukkan pelajaran bahasa Sunda ini pada tingkatan yang lebih awal seperti PAUD (pendidikan anak usia dini) dan TK (taman kanak-kanak).

"Atau juga diajarkan di tingkat SMA. Karena saat ini sepertinya, bahasa sunda dianggap tidak penting baik oleh guru maupun murid sehingga tak sungguh-sungguh belajarnya," ucapnya.

Selain itu pula, nama tempat bisa menggunakan bahasa Sunda. "Bisa juga iklan, reklame dan media menggunakan bahasa Sunda sehingga bahasa Sunda kembali marak digunakan," katanya.

Sebenarnya, Teddi menilai untuk penggunaan bahasa Sunda di masyarakat tidak sepenuhnya hilang. Namun memang ada kecenderungan penggunaanya menurun, terutama di kalangan remaja. "Saya sebenarnya belum melakukan penelitian, tapi memang ada kecenderungan menurun di kalangan remaja," ucapnya.

Penurunan ini, menurut Teddi dikarenakan kesempatan menggunakan bahasa Sunda kurang seperti di sekolah, lingkungan masyarakat dan juga media. "Di sisi lain, masyarakat kota kini juga ada kerinduan terhadap bahasa Sunda," tuturnya.

Karena itulah, Teddi mengharapkan perda terkait bahasa Sunda betul-betul difungsikan supaya aspirasi terwadahi. "kalau perda sudah jadi, saya harap pelaksanaannya bisa betul-betul dilakukan," katanya.

Sebelumnya, anggota Pansus 3 DPRD Kota Bandung, Lia Nur Hambali mengatakan bahasa Sunda di Kota Bandung kini sudah mulai luntur dan bahkan mendekati kepunahan. Melihat kondisi ini, maka DPRD dan Pemkot Bandung memandang perlu adanya perda tentang penggunaan, pemeliharaan dan pengembangan bahasa dan sastra Sunda.

Aturan penggunaan bahasa Sunda ini, kata Lia, terutama untuk lingkungan pendididikan dan pemerintahan. Di kedua lingkungan ini, bahasa Sunda harus digunakan sebagai pengantar kedua setelah bahasa Indonesia. "Akan kita paksakan, di lingkungan pendidikan jadi bahasa pengantar. Kalangan pelajar harus mengenal bahasa dan sastra sunda. Begitu pun di kalangan pemerintahan," tuturnya.


Sumber: pikiran-rakyat.com, Minggu, 12/02/2012 18:57 WIB

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler