Skip to Content

Teater Studio Indonesia (TSI): Menuju Panggung Teater Dunia

Foto indra
files/user/762/tsi-menuju-festival-tokyo.jpg

Setelah berlatih secara maraton selama 5 bulan di Serang Banten, dipastikan Teater Studio Indonesia (TSI) pada 3 November ini akan berangkat ke Jepang untuk tampil dalam program Emerging Artist, pada Festival Tokyo (F/T 12) di Ikebukuro West Exit park (TBC) Jepang.

Festival Tokyo (F/T 12) adalah sebuah festival seniman-seniman muda Asia yang berasal dari enam negara, dan diikuti sebelas grup teater terpilih setelah bersaing dengan 180 drup teater dunia lainnya. Emerging Artist Program pada F/T 12 bertujuan menciptakan sebuah panggung untuk seni Asia, khususnya seniman-seniman muda Asia yang berusia di bawah 40 tahun.

Bagi kelompok yang mendapatkan penghargaan tampilan terbaik atas penilaian para juri festival, akan diundang secara otomatis terlibat dalam festival tahun berikutnya. F/T12 sangat dipercaya sebagai salah satu festival internasional yang akan membangun dan mendorong peristiwa seni teater yang menggambarkan kekuatan-kekuatan seni wilayah Asia. 

Untuk menunjukkan sebagai yang terbaik itulah, TSI akan tampil selama tiga hari, mulai 9-11 November di ruang publik, taman kota Ikebukuro, dengan membawakan teks teater yang bertajuk, "Emergency: Bionarasi Tubuh Terbelah", hasil besutan sutradara Nandang Aradea. 

Beberapa kelompok lainnya yang akan tampil bersama karyanya dalam Emerging Artist Program, di antaranya The End of Company Jiensha-Jepang (Chimaira Girl Anthem), New Youth Group-Cina (A madam’s Diary), Co-Lab Project Group Korea (Seoul-Berlin), Peachum Company Jepang (Beautiful Star), Hippie-b Jepang (Behind of Head), Wcdance Taiwan (Small Nanguan), Diskodanny Singapura (Gay Romeo), Note Jepang (Walken/Heim), Syudan:Hokoukunren Jepang (Permanent value), dan Against Again Troupe Taiwan (American Dream Factory). 

Tempat-tempat yang akan digunakan pertunjukan oleh berbagai kelompok teater itu, sebagaimana diceritakan Nandang Aradea, direktur artistic TSI, di sesela latihan mereka di Serang, Banten, baru-baru ini, tersebar di berbagai tempat gedung teater di Tokyo. Seperti di Base Theater, Owispot Theater, Box in Box Theater, The 8th Galery, dan Big Tree Theater. Sedangkan TSI sendiri adalah satu-satunya kelompok yang akan tampil di ruang outdoor, yakni di taman kota IkebukuroNishiguchi Park.  

Lakon ini melibatkan 7 orang aktor. Yang proses kreatifnya tidak sembarangan. Sebagai seorang aktor, sutradara juga penulis naskah, Nandang kali ini melakukan penggalian spirit dan esensi dari bambu. Bambu dia perlakukan dari material menjadi media. Dalam teater ini—seluruh tim yang terlibat dalam kerja kreatifnya, apa dan bagaimana spirit dan esensi bambu-, "Dipikirkan, dipahami, dialami, diyakini dengan intensitas cinta sejati," katanya. 

Turunannya dengan melibatkan cinta. Cinta yang betul-betul menyerahkan dan penuh ketulusan, kelapangan untuk berkorban, otentik, cinta yang bukan manipulasi dan stilisasi. Jenis teater kerja ini, meyakini bahwa tubuh bambu sebagai ruang kemungkinan untuk "meng-engineering" daya tahan tubuh personal yang "mulih ka jati," dan tubuh sosial yang "mulang ka asal," katanya berfilosofi. Atau dalam bahasa kekinian, teks kehidupan besar yang sudah terbelah dan banyak dibentuk dalam bangunan kekuasaan politik, masalah-masalah sosial kota urban, teror, konflik, ekonomi, modernisasi teknologi, ilmu pengetahuan, nilai-nilai pendidikan dan agama, tradisi dan modernitas. 

Emergency

Yang pada pokoknya, seluruh dominasi struktur eksternal yang telah mengkonstruksi tubuh domestik persona-sosial, dibongkar dengan cara emergency. Penghadiran teater dengan tubuh bambu sebagai pencarian kemungkinan yang dapat  menghidupkan memori dalam melawan proyek-proyek normatif.

Nandang bertutur, gagasan penciptaan teater [Emergency]: Bionarasi Tubuh Terbelah, tata panggungnya dirancang Otong Durahim, dengan dilatarbelakangi kehendak mengkonstruksi kembali ritus-ritus baru tubuh persona sosial. Maksudnya, tubuh persona-sosial yang kokoh, nonfiksi, dan ontentisitas di tengah arus realitas panggung kehidupan besar kita, "Yang kian dramatis dan fiksi". Panggung kehidupan yang telah dikorup oleh imaji, kepalsuan, gaya hidup agresi pasar, kepalsuan, salon dan menghamba asesoris. 

Emergency, sepemahaman Nandang, adalah satu situasi yang dapat membatalkan atau membuka tubuh untuk kembali pada ekspresi-ekspresi manusia yang paling dasar. 

Adapun cara kerja yang dilakukan TSI dalam proses laboratory --internalisasi awi-bambu (awi= ajang wiwitan: yang pertama diajarkan, yang pertama kali terlihat)-- menempatkan tumbuh menjadi teks teater. Yaitu dengan memberi kesempatan seluas-luasnya, sedalam-dalamnya kepada tubuh aktor untuk terlibat dan berpengalaman langsung dari memahami sampai dengan meyakini-mengimani tubuh bambu. Yang penting para aktor sanggup membangun relasi yang melampaui untuk direkam, disimpan, ditukar, dinegosiasikan melalui pengalaman langsung bergesekan antara (tubuh—diri) para aktor dengan tubuh bambu. 

Oleh karenanya, dia sempat melakukan workshop dan latihan yang ditempuh kurang lebih selama 5 bulan, bertolak dari bagaimana hubungan tubuh dan memori dalam penciptaan teater. Teater dikonstruksi dengan cara-cara tubuh menciptakan peradabannya sendiri dengan bambu. Tubuh yang melihat, mendengar, mengalami, merasakan, berbicara, mencium, bergerak, memotong, berjalan, menganyam, membelah, menggergaji, mengikat, memukul, memusikalisasi, menikmati, menyimpan, mengingat, memikirkan, memahami, sampai dengan meyakini-mengimaninya. 

Penciptaan teks peristiwa narasi, puisi dan prosa dalam teater melalui kerja-kerja konstruksi gramatika tubuh itulah, diharapkan menjadikan tubuh dan bambu menjadi bagian yang tidak terpisahkan, karena saling merasakan dan karena telah menyatu. Oleh karenanyanya posisi tubuh dalam struktur pertunjukan menjadi emergency, tubuh berbahasa dengan gerak, cahaya, musikalitas, kostum, ruang dan waktu. 

Kerja relasi langsung manusia dengan dramaturgi bambu semacam ini, sepengakuan Nandang, adalah sebuah kerja pencarian hubungan emosi yang sangat dalam. Dari teks bambu menjadi alegori teater, proses emosional yang menjadi perantara langsung untuk menumbuhkan emosi dan pikiran, begitu pun menghadirkan peristiwa, waktu dan ruang. Tubuh aktor menjadi tubuh yang tumbuh secara otentik. Tubuh yang berpikir dengan kecerdasan narasinya. Tubuh persona dan kolektif yang mendapatkan ruang kebudayaan dalam rumahnya sendiri. 

Lakon yang nirbahasa ini, melibatkan 13 pendukung lakon, di antaranya Otong Durahim, Saly Al Faqir, Dindin Saprudin, Akromudin Lay, Desy Indriyani, Femia Fe dan Candra Kudapawana. Agus Faisal Karim dan Seno Joko Suyono produser TSI kali ini menjanjikan, lakon "Emergency: Bionarasi Tubuh Terbelah', yang telah masuk tahap akhir, akan menjadi bagian dari panggung teater dunia. Dan dengan sendirinya mengangkat nama Indonesia dalam dunia teater kontemporer dunia.


suaramerdeka.com, Senin, 29 Oktober 2012 13:09 WIB

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler