Skip to Content

Tingkatkan Kreativitas dengan Membangkitkan Kaum Akademisi

Foto Hikmat

Memunculkan kembali kreativitas sastra bisa dilakukan dengan banyak hal, di antaranya menginovasi pengalaman terdahulu dengan membangkitkan kembali peran para akademisinya. Keduanya saling berkaitan karena kemampuan menciptakan sesuatu yang berbeda dengan ciptaan lain menjadi lahan panjang bagi akademisi sastra. Hal ini dibenarkan Sastrawan Sumut Yulhasni saat Seminar Sastra dalam rangka Dies Natalis Keluarga Besar Bahasa dan Sastra Indonesia (KBSI) FIB USU, Senin (3/12) di T.A. Ridwan FIB USU Medan.

"Banyak literatur yang ada ditulis dari dua kutub, yakni kampus dan non kampus. Dikotomi ini menimbulkan fakta akademisi sastra yang ‘tidur panjang’. Maka, perlu membangunkan kreatifitas dan nafas sastra dengan jalan membangkitkan kaum akademisi sastra untuk menciptakan sesuatu," ungkapnya.

Kreativitas sendiri memiliki tiga batasan, yakni kemampuan membuat kombinasi baru, berpikir kreatif, dan kemampuan mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas.

"Dalam Munandar tahun 1999 halaman 47 sampai 51, tercantum tiga batasan pengertian kreativitas. Dari tiga batasan itu, kreativitas bukanlah pekerjaan mudah namun perlu proses panjang, terkadang, penciptanya sendiri jenuh dan lelah," tutur Guru Besar USU Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, MSi dalam kesempatan yang sama. 

 

Unsur kreativitas

Karya sastra tercipta, lanjutnya, bukan sekadar penggunaan bahasa sebagai sarana penyampaian gagasan pengarang, tetapi ada unsur kreativitas yang menyangkut pendidikan, pergaulan, dan pengalaman si pengarang. "Pendidikan berkaitan dengan pengetahuan pengarang, sementara pergaulannya menyangkut kegiatan dan aktivitas pengarang di lingkungannya. Sedangkan pengalaman lebih berkaitan dengan pengalaman estetis dan empiris pengarang sendiri," tambahnya.

Sementara, wartawan Harian Analisa Bambang Riyanto, SS sepakat dengan keduanya bahwa proses kreatif pengarang pasti bersumber dari pengalaman berbeda. Bambang, yang juga Ketua Demisioner KBSI USU, menyatakan setiap kreator (pencipta kreativitas) adalah manusia yang selalu memikirkan pengalamannya, kemudian menyesuaikannya lalu menciptakannya kembali.

"Ketika menciptakan sejumlah tulisan yang diterbitkan di Harian Analisa, di antaranya Dulce et Utile, Kita Juga Menunggu Godot Datang, Pemerintah Tidak Boleh Membebani Rakyat, atau Pak Tuntung dan Serikat Buruh, yang terpikir hanya tentang pengalaman pribadi. Tetap saja, pengalaman pribadi itu membuat tulisan menjadi subyektif agar pembaca mampu menangkap maksud dan tujuan," ungkapnya.

Sebagai akademisi sastra, dia berpendapat, untuk menciptakan karya tulis, apatisme seseorang harus dihilangkan. "Penulis adalah orang yang selalu memperhatikan sekelilingnya.

Jika ingin jadi kreatif, baca hal-hal di sekeliling, sama halnya akademisi yang selalu dikaitkan dengan proses berinteraksi dan literasi. Jangan harapkan sesuatu tercipta bila tidak sering membaca semua hal yang ada di sekeliling kita," tegasnya.


Sumber: analisadaily.com, Jumat, 6 Desember 2012 07:10 WIB

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler