Skip to Content

dapur sastra

Foto dimas herdian prima putra

Kenyataan Yang Menjadi Angan-Angan

Saat matahari terbit dan mulai terbenam, hingga waktu terus berputar 24 jam. Semuanya telah berputar dengan berjalannya waktu. Semua perjalanan kehidupan berjalan dengan semestinya. Susah, dan senang selalu berjalan dalam kehidupan di bumi ini.

Semuanya terasa tidak berjalan walaupun kehidupan ini terus berjalan. Bumi pun terasa mulai berat untuk memikul bebannya. Tapi, penghuni ini seakan tidak perduli dengan bumi ini. Hal ini telah dibuktikan dengan tertawanya penghuni ini.

Seperti penghuni ini  tidak pernah perduli suatu keadaan yang dirasakan bumi ini. Kenapa tidak, lihat saja para penghuni terlalu memperkaya dirinya. Alam pun diambil sewenang-wenangnya tanpa ijin kepada bumi. Apa yang tidak diambil oleh penghuni ini?, semuanya telah diambil. Dan tidak perduli tentang kesakitan bumi ini.

Sungguh tragis jika apa yang kita tempati merasakan sakit tetapi kita pun tidak merasakannya. Apa yang  harus kita perbuat jika kenyataannya seperti ini. Seakan-akan semuanya hanyalah permainan yang menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Dan melihat siapa yang tertawa diatas penindasan yang menangis.

Sungguh dalam dunia mimpi kalau seperti ini atau seperti drama yang penuh dengan kebohongan. Atau semuanya hanya dengan kemunafikan penghuninya di bumi ini. Meskipun tidak semua bermain dalam kemunafikan terhadap bumi ini.namun, keadaan sekarang sangatlah tragis kemunafikan yang dilakukan oleh penghuni telah menutupi keperdulian terhadap tempat tinggalnya sendiri.

Apakah semuanya ini hanyalah ilusi atau ide-ide yang berangan-angan di akal penghuni bumi. Tapi, ternyata tidak inilah fakta-fakta yang telah terjadi yang menyelimuti kesakitan bumi ini. Apakah kita sadar akan semua ini, atau jangan-jangan kita masih dalam alam bawah sadar.

Padahal bumi inilah tempat yang sangat istimewa. Bayangkan Allah yang telah menyerahkan semua kepercayaan bumi untuk menitipkan makhluknya mencari kehidupannya. Kalau penghuni itu tahu tentang keistimewaan bumi yang telah menjadi tempat istimewa pasti bisa untuk merawat dengan baik juga.

Kalau memang bumi bisa memberontak tentang kesakitannya. Pastilah dengan mudah bumi ini melempar penghuni yang telah melakukan kemunafikannya. Bumi terlalu baik untuk penghuninya, seakan tidak pernah terjadi kemunafikan diantara keduanya.

“Begitu sulit hidupku penuh dengan siksaan, apakah mereka tidak memperdulikanku,” teriak bumi kepada kenyataan ini. Sungguh begitu menderitanya bumi terhadap tingkah laku penghuninya. Semua bagiannya telah dirusak oleh penghuni-penghuni yang mencerminkan kegelapan moralitas.

Moralitas yang tak pernah tampak ketika penghuni merusak tubuhku. Tubuh yang sudah lelah dan tua, dan tiidakk berdaya menghadapinya. Kenyataan yang sunguh pahit saat ini yang aku terima. Apakah ini fungsi kenyataanku, fungsi yang hanya untuk disakiti atau tersakiti.

Sungguh tidak adil dengan kenyataan ini, aku pun tidak bisa membalasnya. Jangankan membalasnya untuk menegurnya saja aku pun tidak bisa. Apakah ini aku yang hanya bisa menerima rasa tersakiti. Sungguh perilaku yang tidak bisa aku terima. Tetapi semuanya tidak bisa aku lakukan sama sekali untuk mencegahnya.

Kulitku pun sekarang sudah mulai robek, tidak hanya satu namun sudah mulai merata. Akibat dari kinerja-kinerja bahan kimia yang tidak sanggup aku rasakan. Kekayaan yang aku berikan pun sudah mulai terkuras habis, karena tangan-tangan yang sungguh sangat jahil.

Kenyataan yang tak bisa mampu aku rasionalkan. Seharusnya yang menempatiku merawatku, tetapi mereka tertawa saat melakukan hal-hal yang merusakku. Sungguh kalau seperti ini aku enggan menampung mereka kalau hanya merusak diriku.

Tatkala waktu bisa aku putar kembali mundur. Aku pun ingin memohon dengan sangat kepada penciptaku agar aku tidak menampungnya. Aku mungkin akan memohon berikanlah perusak-perusak tubuhku diberikan kepada saudaraku. Saudara-saudara yang tidak menampung kehidupan dunia ini. Sungguh iri sekali aku dia tidak merasakan apa yang aku rasakan.

Jenuh aku dengan waktu ini aku hanya bisa memelas atau dengan sebuah tangisan untuk mempercepat waktu ini. Semua terasa tidak berjalan sehingga waktu itu seperti tidak pernah berputar. Kenyataan yang hanya sebagai angan-angan.

Seperti mimpi yang telah menghinggapi diriku. Mimpi yang membuat aku terkejut, dan berharap aku tidak akan pernah terjadi. Namun, semua telah menjadi kenyataan yang membuat diri ini tidak bisa berbuat apa-apa

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler