Skip to Content

PUISI-PUISI AHMADUN YOSI HERFANDA

Foto SIHALOHOLISTICK

TENTANG AHMADUN YOSI HERFANDA

 

AHMADUN YOSI HERFANDA, lahir di Kaliwungu, Kendal, 17 Januari 1958. Alumnus FPBS IKIP Yogyakarta ini menyelesaikan S-2 jurusan Magister Teknologi Informasi pada Universitas Paramadina Mulia, Jakarta. Ia pernah menjadi Ketua III Himpunan Sarjana Kesastraan Indonesia (HISKI, 1993-1995), dan ketua Presidium Komunitas Sastra Indonesia (KSI, 1999-2002). Tahun 2003, bersama Hudan Hidayat dan Maman S. Mahayana, mendirikan Creative Writing Institute (CWI).

Ahmadun juga pernah menjadi anggota Dewan Penasihat dan (kini) anggota Mejelis Penulis Forum Lingkar Pena (FLP). Tahun 2007 terpilihmenjadi ketua umum Komunitas Cerpenis Indonesia (periode 2007-2010), tahun 2008 terpilih sebagai presiden (ketua umum) Komunitas Sastra Indonesia (KSI), sejak 1993 sampai 2009 menjadi redaktur sastra Republika, dan tahun 2010 menjadi ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Sejak 2007 ia juga menjadi “tutor tamu” untuk apresiasi dan pengajaran sastra Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) RI, dan sejak 2009 menjadi direktur Jakarta Publishing House, serta mengajar sastra dan jurnalistik di sejumlah perguruan tinggi. Selain itu, ia juga sering menjadi ketua dan anggota dewan juri berbagai sayembara penulisan dan baca puisi tingkat nasional.

Selain menulis puisi, Ahmadun banyak menulis cerpen dan esei, serta buku biografi tokoh, buku wisata, dan company profile. Karya-karyanya dipublikasikan di berbagai media sastra dan antologi puisi yang terbit di dalam dan luar negeri. Antara lain, Horison, Ulumul Qur’an, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana (Brunei), antaologi puisi Secreets Need Words (Harry Aveling, ed, Ohio University, USA, 2001), Waves of Wonder(Heather Leah Huddleston, ed, The International Library of Poetry, Maryland, USA, 2002), jurnal Indonesia and The Malay World (London, Ingris, November 1998), The Poets’ Chant (The Literary Section, Committee of The Istiqlal Festival II, Jakarta, 1995).

Beberapa kali sajak-sajak Ahmadun dibahas dalam Sajak-Sajak Bulan Ini Radio Suara Jerman (Deutsche Welle). Cerpennya, Sebutir Kepala dan Seekor Kucing memenangkan salah satu penghargaan dalam Sayembara Cerpen Kincir Emas 1988 Radio Nederland (Belanda) dan dibukukan dalamParadoks Kilas Balik (Radio Nederland, 1989). Tahun 1997 ia meraih penghargaan tertinggi dalam Peraduan Puisi Islam MABIMS (forum informal Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura). Tahun 2008 meraih Penghargaan Sastra dari Pusat Bahasa Depdiknas atas buku kumpulan sajaknya yang berjudul Ciuman Pertama untuk Tuhan (Logung Pustaka, 2004).

Sebagai sastrawan dan jurnalis, Ahmadun sering diundang untuk menjadi pembicara dan membaca puisi dalam berbagai seminar serta even sastra nasional maupun internasional. Tahun 1998 ia diundang untuk membacakan sajak-sajaknya dalam Festival Kesenian Perak di Ipoh, Malaysia. Tahun 1997 ia menjadi pembicara dalam Pertemuan Sastrawan Nusantara (PSN) IX Padang. Tahun 1999 ia mengikuti PSN X di Johor Baharu, Malaysia, dan menjadi pembicara pada Pertemuan Sastrawan Muda Nusantara Pra-PSN di Malaka. Tahun 2002 ia menjadi pembicara dan membacakan sajak-sajaknya dalam festival kesenian Islam di Universitas Al Azhar, Cairo, Mesir.

Kemudian, pada Agustus 2003 Ahmadun diundang untuk membacakan sajak-sajaknya dalam simposium penyair The International Society of Poets di New York, AS. September 2004 menjadi pembicara dalam PSN XIII di Surabaya. Mei 2007 menjadi pembicara dalam Pesta Penyair Indonesia 2007, Sempena The 1st Medan International PoetryGathering, Taman Budaya Sumatera Utara, Medan. Oktober 2005 dan Oktober 2007 menjadi pembicara dan Kongres Cerpen Indonesia (KCI) IV di Pekanbaru, dan KCI V di Banjarmasin. Januari 2008 menjadi pembicara dan ketua sidang pada Kongres Komunitas Sastra Indonesia (KSI) di Kudus. November 2009 menjadi pembicara dan membacakan sajak dalam Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) III di Kualalumpur, Malaysia.

Buku-buku Ahmadun yang telah terbit adalah Sang Matahari (puisi, Nusa Indah, Ende, 1984), Sajak Penari (puisi, Masyarakat Poetika Indonesia, Yogyakarta, 1991), Fragmen-Fragmen Kekalahan (puisi, Penerbit Angkasa, Bandung, 1996), Sembahyang Rumputan (puisi, Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, 1996), Sebelum Tertawa Dilarang (cerpen, Balai Pustaka, Jakarta, 1997), Ciuman Pertama Untuk Tuhan (puisi dwi-bahasa, Logung Pustaka, 2004), Sebutir Kepala dan Seekor Kucing (cerpen, Being Publishing, 2004), Badai Laut Biru (cerpen, Senayan Abadi Publishing, Jakarta, 2004), dan The Worshipping Grass (puisi dwi bahasa, Bening Publishing, Jakarta, 2005).

Buku-buku terbaru Ahmadun yang sedang dalam proses terbit, antara lain Resonansi Indonesia (kumpulan puisi), Metafor Cinta, Dialektika Antara Sastra, Alquran dan Tasawuf (esei panjang), Kolusi (kumpulan cerpen), Koridor yang Terbelah (kumpulan esei), dan Musang Berbulu Agama (kumpulan sajak). Kini tinggal di Vila Pamulang Mas Blok L-3 No. 9, Phone/Fax (+62-21)-7444765, Pamulang, Tangerang Selatan 15415, Indonesia. Email: ahmadun.yh@gmail.com. Mobile: 081315382096.*

 

SEMBAHYANG RUMPUTAN

 

walau kaubungkam suara azan

walau kaugusur rumah-rumah tuhan

aku rumputan

takkan berhenti sembahyang

: inna shalaati wa nusuki

wa mahyaaya wa mamaati

lillahi rabbil ‘alamin

 

topan menyapu luas padang

tubuhku bergoyang-goyang

tapi tetap teguh dalam sembahyang

akarku yang mengurat di bumi

tak berhenti mengucap shalawat nabi

 

sembahyangku sembahyang rumputan

sembahyang penyerahan jiwa dan badan

yang rindu berbaring di pangkuan tuhan

sembahyangku sembahyang rumputan

sembahyang penyerahan habis-habisan

 

walau kautebang aku

akan tumbuh sebagai rumput baru

walau kaubakar daun-daunku

akan bersemi melebihi dulu

 

aku rumputan

kekasih tuhan

di kota-kota disingkirkan

alam memeliharaku subur di hutan

 

aku rumputan

tak pernah lupa sembahyang

: sesungguhnya shalatku dan ibadahku

hidupku dan matiku hanyalah

bagi allah tuhan sekalian alam

 

pada kambing dan kerbau

daun-daun hijau kupersembahkan

pada tanah akar kupertahankan

agar tak kehilangan asal keberadaan

di bumi terendah aku berada

tapi zikirku menggema

menggetarkan jagat raya

: la ilaaha illallah

muhammadar rasulullah

 

aku rumputan

kekasih tuhan

seluruh gerakku

adalah sembahyang

 

1992

 

*versi pertama sajak ini, lebih pendek, ditulis tahun 1986 dan termuat dalam buku Syair Istirah (kumpulan sajak bersama Emha Ainun Nadjib dan Suminto A. Suyuti, penerbit Masyarakat Poetika Indonesia IKIP Muhammadiyah Yogyakarta). Versi panjangnya (1992) terpilih sebagai pemenang pertama lomba cipta puisi religius Yayasan Iqra Jakarta tahun 1992.

 

 

 

FRAGMEN TAK BERNAMA

 

seperti semula, kaunyanyikan lagu purba

menyatu dalam tarian pohon-pohon akasia

ketika adam meninggalkan tanah asalnya

mencari hawa di belantara luka

dalam kicau burung dan risik serangga

angin bersetubuh dengan musimnya

 

tiap senja tiba daun pun rontok

mawar mekar merah senyumnya

ketika layu kau tak menjamahnya

kaubiarkan burung meninggalkan kicaunya

kaubiarkan kupu meninggalkan kepompongnya

 

semesta berproses dalam genggaman kodrat

kehidupan kauciptakan lantas kauremas

pelan-pelan, mengucur darah kefanaan

 

1980

 

 

OBSESI FUTURISTA

 

manusia masa depan berdiri tegak di layar

komputerku. di tangan kanannya jaringan internet

di tangan kirinya hutan lebat menghijau

rambutnya mengkilat tanpa shampo

giginya kristal-kristal cahaya, mata kanannya

radar, kirinya antena parabola, otaknya einstein

hatinya sunan kalijaga. ia simpan kitab kuning

dalam disket, filsafat di saku baju

sejarah ia lipat dalam sepatu

 

manusia masa depan mencipta badai dengan

tuts piano, mencipta gelombang dalam lagu sangsai

mencipta hutan di kota-kota beton dan baja, ombak

laut ia tampung dalam katub jantungku. manusia masa depan

tak takut kehilangan kursi dalam syairmu

 

manusia masa depan membangun sejarahnya sendiri

yang merdeka dari rencanamu hari ini

 

1989

 

 

NYANYIAN KOTA PERADABAN

- jakarta

 

di kota peradaban orang-orang mencari tuhan

di bar-bar dan bursa-bursa perempuan, bank-bank

dan perkantoran. politikus pun mengaum: di mana

tuhan di mana? birokrat menjawab sambil menguap:

di sini tuhan di sini. ketika orang-orang berdatangan

yang teronggok cuma berhala kekuasaan

 

meninggalkan tuhan dalam dirinya, orang-orang

makin sibuk mencari tuhan, memanggil-manggil:

tuhan, di mana kau tuhan? di sini tuhan di sini

jawab suara di hotel-hotel dan kelab malam. ketika

orang-orang berdatangan, yang terhampar cuma

kelamin-kelamin rindu bersebadan

 

di kota peradaban orang-orang mencari tuhan

hilir-mudik di jalan-jalan, berebut keluar masuk

diskotik dan pasar-pasar swalayan

orang-orang lupa, tuhan dalam hati sendiri

tak pernah pergi

 

1992

 

 

PERSINGGAHAN

- pantai samas

 

laut hanya bersajak. cinta

mengendap dalam tubuh tegak

beku memandang dingin matamu

 

tak kautangkap gairah pagi

mentari menghidupkan percik

ombak di pasir, kini-esok

tanpa akhir

: di sinilah kehidupan

bermula dan berakhir

 

perahu nelayan melaut

berlabuh kembali

di pelukan terabadi

dan kita, petualang, tergenggam

keangkuhan batu karang

mengunyah duka. diam

dalam ayunan gelombang

 

tak kau pedulikan tingkah

angin pagi. mengayun mimpi

telah kita ukir kenangan

kepedihan tak terelakkan

 

1982

 

 

MEMORIAM PEZIARAHAN

- pemakaman kaliwungu

 

salam padamu, bapak-simbok, kakek-nenek

buyut-biyungku. telah lama kalian tidur

tanpa degup dan gairah hati. sendiri

doa bagimu tanpa bunga tujuh warna

bakti bagimu tanpa kepulan asap dupa

ziarahku dalam sederhana

sebelum diziarahi anak cucu

 

pohon semboja kutanam

tumbuh subur penuh bunga

ialah saksi waktu dan usia

yang menipis di mulut batara kala

ialah pertanda kesuburan cinta

tertanam abadi di hati kita

 

takzim padamu, penghuni misteri

penunggu akhir tanpa mimpi

 

1981

 

 

SAJAK ZIARAH

 

dengan zikir kuziarahi siti jenarku

yang berpusara di bilik kalbu

dengan cinta kuziarahi adam-hawaku

yang bertenda di pintu mautmu

sepanjang waktu aku berziarah padamu

daun-daun gugur yang mendahului hari tamatku

 

sepanjang langkah aku berziarah

sepanjang sujud kusebut maut

sepanjang cinta kutabur bunga

sepanjang orgasme kusebut kematiannya

sepanjang hidup kau berziarah-ziarah

sepanjang mati hidup kauziarahi

siapa tak kenal ziarah

takkan kenal makna rumah

 

dengan ilmu kuziarahi nabi hidirku

yang berpusara di sungai jiwa

dengan kata kubongkar rahasia alima

yang terkunci di bilik sukma

dengan sajak aku pun berdoa

membuka tangan al-malik

yang menggenggam jagat raya

 

1992

 

 

TAHAJUD SUNYI

 

kuketuk pintumu. biarkan jemari kasihku

mengusap gerai rambutmu. kau pun membuka

tabir jiwaku, hingga hatiku bisa leluasa

mengeja alif ba ta cintamu

(kata-kata mesra pun bermekaran

lewat pintu jiwa kupetik bagai bunga

hadiah untuk kekasihku kelak di sorga)

 

malam ini aku pasrah dalam renta

entah esok atau lusa

jika kealpaanku tak lagi kausapa

tenggelamkan diriku yang sarat luka

ke lautan cintamu yang tak terukur dalamnya

-- kan kubasuh segenap nikmat kesesatan!

 

1980

 

 

SAJAK ORANG MABUK

 

karena hidup penuh keterbatasan

kupilih api cinta abadi

membara dalam dadamu

allah, sambutlah hatiku

yang terbakar api itu

 

karena hidup penuh keterikatan

kupilih kebebasan dalam apimu

bakarlah seluruh diriku

o, allah

kuingin debu jiwaku

mengalir abadi dalam darahmu

 

bertahun-tahun aku mabuk

bermalam-malam aku tenggelam

dalam gelombang kerinduan

luluh dalam apimu

 

1991

 

 

SAJAK ALIF

 

kautulis kearifan pada alif

huruf pertama panggilanmu

gerbang terdepan ke taman hatiku

ketika sunan kalijaga

menggembala umatnya

alif pun menjadi tongkatnya

 

pada tongkat isa tertulis cinta-kasihmu

pada tongkat musa terukir keajaibanmu

ketika tongkat mengetuk batu

mata air pun terpancar

darah abadi bagi kehidupan

 

kautulis kemuliaan pada alif

huruf terdepan panggilanmu

kauturunkan alif dari arasy ke bumi

debu pun menjelma kemuliaan sejati

alif terbentang di hati orang pilihan

jalan lurus menuju haribaanmu

 

1987

 

 

CATATAN DI POJOK TAMAN

- kepada pahlawan tak dikenal

 

kini kau berlayar sendirian

di lautan kelam tanpa karang

menuju pelabuhan seberang

untuk tidur di pangkuan tuhan

 

(sebutir peluru telah merenggut jantungmu

ketika kau nekat melindungiku

dalam penyerbuan ke benteng itu

di pangkuanku kautinggalkan jasadmu

sebelum sempat kausebut namamu

asal dan induk pasukanmu

kecuali seberkas senyum keikhlasan)

 

lukamu kini tak dapat kuraba lagi

karena dagingmu telah kembali ke asal

tinggal cahaya putih cintamu

membekas dalam di kalbu

 

1980

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler