Skip to Content

PUISI-PUISI HAMDY SALAD

Foto SIHALOHOLISTICK

DENGAN BISMILLAH! AKU SUSUN RUBAIYYAT INI

Dengan bismillah! Aku susun rubaiyyat ini

ketika biji-biji sawi mulai bergetah

dan merekat dalam detak jantungku

mengitari kelopak cinta di abad duasatu

 

Bagai sembilu berputar dalam sejarah

aku berseru di sudut layar al-fatihah

mencelupkan mata pena ke dasar laut

ke dasar maut paling sempurna

 

Kubiarkan jari tangan merogoh sukma

di lubang bulan dan matahari

sampai kata bertemu dengan cahaya

di tengah galaksi benda-benda mati

 

Tak ada tanda di cekung pipi yang fana

kecuali anak dan usia berpalung mimpi

menanti kebebasan segala rupa

dalam dekapan para pencari

 

Di negeri para musafir dan perindu

aku berserah, menulis buku di atas bara

mengurai daun sebutir zarrah

dalam ikatan pohon semesta

 

Kusaksikan duri-duri menjadi mawar

mengekalkan jarak di tangkai bunga

taman-taman menebarkan wewangian

dalam gerak asmaul-husna

 

Selayak bumi bergerak dalam diam

kuselipkan cincin rindu di jari-jari angin

memasuki ruang dan waktu kosong

di hulu kepompong sang rahim

 

Siang dan malam meneteskan embun

dalam cangkir dan poci di ubun-ubun

matahari berputar tanpa kesudahan

memberi cahaya pada semua ciptaan

 

Kuhiasi jasad, hanya busuk yang didapat

kurampasi harta, hanya kafan yang dibawa

kurasuki kesenangan, hanya kutuk yang diterima

kududuki kemegahan, hanya nisan yang ditatahkan

 

Maka enyahlah tidurku dalam jiwa

dari segala rindu dan cinta

sebab mata akan tertidur juga akhirnya

menjadi lumpur di dasar tanah yang baka

 

Bangun cintaku, bangunlah!

nyalangkan pelita ke pusat malam

agar bulan kembali padu

dalam hati yang merindu

 

Bebaskan bunga dari ampas udara

dari tanah berparas api dan air

sampai cahaya menghias kelopaknya

lalu mekar dan menyala tanpa akhir

 

Setiap taman yang dipenuhi wewangian

akan datang pangeran cinta

menghijaukan daun segala tanaman

sebagai hiasan di dahan pohon para pemuja

 

Sebelum angin dan musim saling merindu

bumi ini telah berputar lebih dahulu

menggaris cinta di kanvas cakrawala

tapi jiwa dan badanku masih saja berkelana

 

Karena cinta aku terguling

ke dalam bola matamu yang bening

dan bila engkau pergi

tak seorang pun yang bakal kembali

 

Karena cinta air menghilang dari banjir

angin pergi dari badai

api melenyap dari pembakaran

lempung dan pasir menyala di pekarangan

 

Karena cinta burung-burung terbang di angkasa

mencari musim yang belum dikenal

walau hujan berganti panas

tak pernah lelah untuk menyangkal

 

Wahai penghuni singgasana sunyi

kibarkan tujuhpuluh sayapmu

agar waktu kembali putih sepanjang hari

menyepuh rindu di sayap cintaku

 

Wahai penjaga siang dan malam

layarkan perahu di darahku

agar jiwa kembali tenang

menegarkan usia di atas gelombang

 

SEBIJI SAWI TERLEPAS DARI TANGKAINYA

Sebiji sawi terlepas dari tangkainya

mengais diri di ruas matahari

walau sembunyi dalam batu hitam

dan menepi di dasar lautan

 

Tak ada benda, patung dan dewa-dewa

yang dapat dijadikan sekutu

kecuali syirik dan kufur

menyatu dalam kalbu

 

Para nabi menebar kisah

sembari duduk dan berdiri

menjadi makhluk paling amanah

di tengah gurun bergunduk api

 

Segala huruf dan kata bersinar

dalam lembaran wahyu suci

menurunkan hikmah dunia fana

bagi cucu Adam dan Hawa

 

Jarum waktu berputar seperti kilat

menggambar atlas di langit biru

bagi semua debu yang ditebarkan

ke tengah ladang tak bersekat

 

Dan ibu telah menumbuhkan jiwa baru

menyalakan tungku di atas benua

walau tubuh menjadi arang dan abu

di tengah riuh anak-anak durhaka

 

Maka mulia, jangan palingkan muka

dari hadapan segala yang melahirkan

agar usia masih dapat dikenang

dalam selisih lampu Yang Terang

 

Kenali diri dari delapan penjuru hati

sampai lenyap kepompong nafsu dan birahi

menggenapi tasbih dalam luka dan bahagia

di antara pujian para kekasih Yang Mulia

 

Sederhanakan langkah kaki

di muka bumi yang serakah ini

sampai angkuh menjadi sirna

dari jejak yang kukuh dalam kembara

 

Rendahkan bunyi dan suara

di antara lidah para pendusta

sampai habis segala kesombongan

dari gema yang menjalar dalam kekosongan

 

Bersyukurlah bagai darah dalam daging

memberi anugerah bagi anggota badan

membuka pintu dan jendela jagad raya

sebagai ilmu dan karunia tanpa kesudahan

 

Bersatulah dengan cahaya dalam kelam

bagai guntur membelah langit dan bumi

menghanguskan segala benda yang berdiam

di atas kepala dan mahkota para petinggi

 

Sabar juga meniti pada segala bencana

pada semua yang melimbah di sungai ini

walau disakiti dan diuji sepanjang sahara

hingga pohon dan bunga merekah dalam diri

 

MAKHLUK PUTIH BERSAYAP KABUT PUTIH

Makhluk putih bersayap kabut putih

melesat dari pucuk kubah yang tinggi

menggenggam tasbih ke arah kiblat

melintasi dinding udara yang telah mati

 

Kelopak mata membuka syahadat di selaputnya

memandangi luka dalam sujud dunia

mayat-mayat menggelantung di tiang hari

menjadi belatung yang menyayat urat nadi

 

Dua telinga melebarkan pita dalam senyap

mendengarkan burung-burung khusuk berdoa

meleburkan nyanyian dalam seruling Dawud

hingga semua terasa tertiup; Entah ke mana!

 

Seperti angin, tangan-tangan melambai

melayarkan bahtera dalam gulungan badai

tujuh gelombang mengepung hidup

meremuk jiwa yang mengapung di laut

 

Awan raksasa, kain kafan dan bendara

mengepakkan sayapnya di tengah petaka

kuda-kuda berlari menebarkan abu panas

melemparkan kaki-kaki besi dan terhempas

 

Bagai limbah dan sampah yang terbuang

ikan-ikan, kepiting dan udang telah mengambang

makhluk aneh menyusupi daging-daging busuk

menghisap nanah yang mendidih dalam periuk

 

Khalifah bumi dan arwah-arwah saling mendaki

sampai bukit tumbuh kembali di puncaknya

tubuh-tubuh terkepung amarah dan rasa kikir

meninggalkan ruh dalam tempurung penuh pasir

 

Telah dilapangkan semua hati dalam dada

telah diringankan semua beban di atas kepala

telah diangkat semua derajat dan martabat

telah dijawab semua yang berharap dan menghadap

 

Tapi diri masih saja berzikir dan taubat

mengendapkan airmata dalam bejana

walau si kafir mencari dalil dengan kalimat

hingga jasad menggigil di taring rayap-rayap

 

Maka lihatlah segala yang nyata

matahari menyempitkan cahaya

sungai-sungai menipis, rawa-rawa kembali amis

menggulung banjir menuju muara tanpa tangis

 

Sungguh luka tak mungkin sembuh tanpa luka

dan semua yang sakit serasa lumpuh di dasar parit

terperangkap dalam silsilah benda-benda

seolah Tuhan hanya ada dalam dekapan bahaya

 

Semesta kosong membeku dalam kepompong

ayat-ayat berbisik pada setiap detik

segala duka terkikis di pundak sahaya

janji dan hikmah meneguhkan kaki para kembara

 

Debu-debu bersujud di atas daun terbakar

menamatkan riwayat masa lalu

di serat kayu yang telah menjadi arang

sendiri dalam kelam, berdiri tanpa bayangan!

 

 

MENDEDAHKAN MAHAR CINTA

Hawwa merekah, mendedahkan mahar cinta

bagi perkawinan semua yang berjiwa

menebar hikmah dalam ikatan makhluk sejati

pada yang hidup dan yang mati di muka bumi

 

Hajar melintasi padang pasir tanpa denah

mendaki batu-batu cadas dari Shafa ke Marwa

melahirkan Ismail dalam kembara yang panas

melimpahkan air zamzam bagi semua kehidupan

 

Maryam mengunyah tuduhan dan cacimaki

di antara wahyu dan gema para pendahulu

hingga Isa terpilih dalam perutnya yang bersih

sebagai tanda kebesaran Sang Pengasih

 

Aminah menggigil di tengah api kaum Abrahah

menurunkan Nabi akhir dari tulang sulbi

dan rahim suci. Menyala sepanjang waktu

menjadi ibu yang sejati bagi para piatu

 

Khadijah, pedagang mulia di tanah berdarah

membuka tabir para pecinta di dekat arafah

menjadi permaisuri baginda Nabi yang setia

hingga Nabi melepas doa di atas liang lahatnya

 

Aisyah berbulan madu dalam keteduhan

menegakkan tiang keluarga tanpa derita

menyelami relung Nabi dengan kejujuran

hingga Nabi wafat di atas duli pangkuannya

 

Fatimah menjelma bunga dalam sejarah

mengikat tali semua silsilah dari Baginda

memadu barakah dan ketentraman

penghulu risalah sepanjang zaman

 

Hindun melembutkan hati di medan laga

bagai kuda sembrani menebarkan nyali

lalu gugur dalam keteduhan iman

dan dinobatkan sebagai perempuan pahlawan

 

Rabiah menjulangkan cinta di atas menara

terangi makrifat tanpa surga atau neraka

tak ada lain yang lebih cahaya dari hati

bagai permata yang tersimpan di dekat Arasy

 

BULAN PERAK, KAPAS, DAN CAHAYA

Bulan perak, kapas, dan cahaya

mendaki kelam di pundak sunyi

mengucap salam ke dasar almanak

sepanjang malam masih diberkahi

 

Langit hitam berubah warna

menjahit gerhana di wajah paripurna

bagai jubah dan sayap para pencari

mendekap jalan sejuta mimpi

 

Bintang-bintang memasang pelita

mengibarkan panji di tiang cakrawala

peta-peta terbuka di taman sang nabi

mengantar jiwa yang tenang dalam diri

 

Angin berhembus dari laut yang jauh

menyapu pasir dan debu dalam teduh

serasa kabut kembali dingin menyiram tanah

menutup sembilu dengan daun tanpa getah

 

Burung-burung terpekur dalam sarangnya

memintal syahadat, meleburkan shalawat

bagi semua yang tertidur di atas nikmat

dan membujur bagai batang kayu berkepala

 

Suara-suara bergema di dinding rumah

membuka pasang mata dan daun telinga

dalam jelaga yang dipenuhi kristal mutiara

mengajarkan doa dengan sepenggal hikmah

 

Dan ketika fajar menyatu di cermin kamar

matahari dari timur kembali bersinar

menerangi gairah dengan seribu pelangi

hingga bayang-bayang tak lagi ragu untuk berlari

 

Tapi mata tak pernah membaca

pada segala yang belum terbuka

di dasar sungai dan kolam-kolam

yang menyimpan hidup dan rahasia ikan

 

Roda-roda berputar dan terus berputar

meniti jejak kembara paling sempurna

dari masa silam di rahim ibu

sampai usia terbenam ke lumpur waktu

 

Kuda-kuda, kerbau dan sapi

menarik pedati di jalan tak bertepi

memberi pelajaran bagi sang hamba

yang tersesat menuju ke puncak sahaya

 

Bekerjalah seperti lebah yang bekerja

mencari rezeki di atas tangkai berduri

walau kenangan telah dimakan senja

dan bunga-bunga meninggalkan wangi

 

Jari-jari menggenggam palu dan kapak

memecah batu, membelah kayu bertonggak

meski cuaca dan hujan mengirimkan airmata

dalam bencana yang tak pernah reda

 

Sekali-kali, janganlah menyeru pada keluh

agar lidah masih dipercaya oleh hati

bagai kepiting di dasar sungai yang keruh

membuka jalan menuju muara sampai mati

 

Tuhan merapat pada nadi yang bertobat

dan berdiam untuk mensucikan kotoran

hingga jiwa dan badan kembali semburat

seperti permata dalam serat batu pilihan

 

Semua fana, yang tuli dan yang buta

yang bisu dan yang lumpuh

tak mungkin berlabuh dari pantai kegelapan

kecuali api membakar karang di dasar lautan

 

Pintu-pintu yang terbuka karena benda

kan tertutup kembali sebagai benda

tak ada kunci yang terjatuh dalam cempuri

kecuali bentangan doa dan airmata sendiri

 

Dari tanah lempung yang nyala

awan putih bersinar di angkasa putih

menurunkan petitih sepasang kaki

bagi yang duduk dan berdiri sepanjang hari

 

Segala luka yang bersarang di dada

mengirimkan belerang ke dalam dara

berderak dan terus berderak

menggerus kisah-kisah dari dunia baka

 

Dan rindu telah bersenyawa dengan cinta

menjadi satu dalam detak jarum jam

lalu bersinar di dinding tua

sampai nyeri berkalung tasbih dari manikam

 

Kembalilah dengan tangan tengadah

bagai pohon mencari cahaya di tengah hutan

menembusi makrifat tanah

asal mula pengetahuan

 

Humuskan jasadmu dalam dedaunan

sampai zarrah menjadi jimat paling inti

dalam gulungan badai dan topan

di dasar benua tempat bersemi

 

Duhai cinta yang bermukim dalam diri

kembalikan ruhku menjadi bayi

seperti angin yang menjaga musim

menyusu rindu pada puting abadi

 

DAN MUHAMMAD TELAH BERIKRAR

Dan Muhammad telah berikrar

menyampaikan khutbah dari atas mimbar

menyempurnakan risalah para nabi

dari dalam Gua Hira menuju rumah Azali

 

Lafad-lafad meninggalkan garis wasiat

bagi semua yang dirahmati oleh cahaya

lalu bumi berputar dalam gravitasi syahadat

dan Ka’bah bersinar di hati para mahkota

 

Abu Bakar menjadi suri penduduk negeri

karena diri dan kuasa menolah singgah

dalam istana mewah; Tak ada butir mutiara

kecuali Tuhan telah mengukir sebelumnya

 

Umar menghunus pedang di atas kuda sembrani

menentang kelaliman sepanjang atlas benua

yang diterangi; Tak ada sesuatu bisa terlihat

kecuali Tuhan telah menyatu dalam hakikatnya

 

Usman membangun kerajaan dan kubah-kubah

di muka bumi dan tanah-tanah yang membentang

dalam kesempurnaan; Tak ada celah untuk mengadu

kecuali Tuhan menjadi nyata sesudah itu

 

Ali membuka pintu dalam rongga setiap dada

menebarkan ilmu dan pengetahuan dengan dzikir

kalam semesta; Tak ada huruf dan kata yang bisa dibaca

kecuali Tuhan bersamanya, sebelum dan sesudahnya  

 

KAMI MASIH JUGA BERBARING DI RUMAH INI

Dan kami masih juga berbaring di rumah ini

menyedot luka yang dingin dari dasar lantai

haluan berputar bagai bulan berputar

mengelilingi bumi dan langit yang bersinar

 

Lalu meregang dan berdiri di atas gelombang

memutar sampan ke rahim semesta

hingga ruh yang ditiupkan angin

menjadi satu dalam daging percintaan

 

Meski matahari kehilangan cahaya

dan mengering di dasar rawa-rawa

mahkota kebesaran itu harus dicari

di telapak kaki ibu, perempuan sejati

 

Mengaji dan terus mengaji di tengah sunyi

merengkuh waktu yang dipanjangkan alam

membuka pintu dalam segumpal darah

sampai senja berserah diri di kekal zaman

 

Seperti kata dan kalimat berlapis tinta

kami bangun rumah cinta di luar kepala

separuh bumi terpekur dalam pangkuan

membelah bulan dengan warna keemasan

 

Lalu fajar kembali merah di ufuk timur

mengutuhkan janin dalam sembilan kandungan

sampai mahar menjadi embun penuh berkah

mendendangkan lagu rindu dari segala arah

 

Bayi-bayi telah dilahirkan dari rahim suci

tanpa fantasi dan kemewahan benda-benda

seperti dalam radio atau iklan televisi

juga pasar dan plaza yang digelar kaum pemangsa

 

Bayi-bayi telah dilahirkan dengan syair cinta

jauh dari kubur dan aroma kamboja

tanpa kawat dan bersi-besi berkarat

yang menggulung kebahagiaan dalam sekejap

 

Tak ada lelaki dan perempuan berpasangan

yang berdiri mengetuk pintu di gerbang malam

lalu tersedu dalam linangan airmata

meraung-raung bagai sirine tanda bahaya

 

Maka itu, sambutlah kedatangan anakmu

bergegaslah bagai Muhammad menjemput Fatimah

menggemburkan kurma dalam mulut bismillah

dan menempelkannya di ujung lidah yang baru

 

Kambing-kambing menunggu untuk disembelih

dalam rumah cinta yang telah dibersihkan

agar jiwa yang putih menjadi berseri

menerima ketentraman dari pemilik sejati

 

Seperti Lukmanul Hakim yang terkenal itu

semua anak terpaku dalam panggilan Tuhan

merekatkan selimut paling lembut

hingga rupa dapat berpaling dari lambaian Kan’an

 

Kalau usia telah mengajak ke alam baka

tak ada suara yang bisa berkabar

kecuali doa bertudung mawar

yang bergerak dari sujud sang anak

 

Tapi anak bukanlah perahu dalam samudra

bukan pula bahtera rindu

tempat berlayar segala cinta

menuju dermaga di pelabuhan waktu

 

 

TENTANG HAMDY SALAD

Hamdy Salad lahir di Ngawi, Jawa Timur tahun 1963. Lulusan jurusan Pidana Perdata Islam, Fakulatas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Kumpulan puisinya, Sebutir Debu di Tepi Jurang (2000), Sajadah di Pipi Mawar (2001). Kumpulan cerpennya, Tahta itu Berkaki Empat (manuskrip). Novelnya, Sebuah Kampung di Pedalaman Waktu (2001). Bukunya yang lain, Agama Seni: Refleksi Teologis dalam Ruang Estetik (2000) dan Syair-syair Jahiliyyah: Khazanah Sastra Arab Klasik Sebelum Islam (manuskrip). Selain menulis puisi, prosa dan esai, juga menulis naskah drama dan menyutradarainya, bersama kelompok Teater Eska Yogyakarta.

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler