Skip to Content

PUISI-PUISI HUSNI DJAMALUDDIN

Foto SIHALOHOLISTICK

JAKARTA

jakarta adalah biskota

yang berjubel penumpangnya

bergerak antara kemacetan jalan raya

dan terobosan-terobosan tak terduga

jakarta adalah bos besar

gajinya sebulan empat milyar

adapun yang babu

tinggi sudah empat puluh ribu

jakarta adalah rumah-rumah kumuh

yang mengusik tata keindahan gedung-gedung pencakar langit

jakarta adalah gedung-gedung pencakar langit

yang mencakar wajah-wajah kemiskinan rumah-rumah kumuh

jakarta adalah komputer

yang mengutak-atik angka-angka nasib

dan memutar

nasib angka-angka

jakarta adalah ciliwung

sungai keringat dan mimpi rakyatnya

disitu pula mengalir

air mata ibukota

 

BUDHA DALAM STUPA
kuintip kau dalam stupa
kuraba lenganmu yang luka
Budha
kita alangkah
beda
kau
alangkah tenteram
dalam stupa
alangkah mantap
dalam pengap
duduk bersila
duduk
yang khusuk
aku
alangkah sangsi
dalam berdiri
di muka bumi
alangkah khawatir
dalam getir
hidup sehari-hari
alangkah gelisah
dalam melangkah
ke arah
entah
langit kaurebut bumi kaududuki
dengan damai dalam semadi
langit dan bumi lebur menyatu
dalam debur jantungmu
dalam utuh
ruh
dan tubuh
langit aku rindu langit biru terbentang jauh diatas sana
bumi yang kuhuni bumi yang tak kutahu peta urat nadinya
langit tetap teka-teki diatas ubun-ubunku
bumi tetap menggerutu di bawah telapak kakiku
debar jantungku deburnya sendiri
cemasnya sendiri
kurasakan sendiri
karena pecah
jiwa
dan raga
di matamu bulan memancar
bila malam terkapar
di wajahmu muncul matahari
ketika pagi menanti
mataku adalah jendela dari sukma yang compang-camping
wajahku adalah cuaca siang ketika matahari hilang
adalah cuaca malam ketika bulan tak datang
Budha
alangkah bedanya
kita
kau
adalah batu
batu yang diam
batu yang hening
batu yang semadi
dalam stupa

dalam diammu
dalam heningmu
dalam semadimu
dalam stupa
aku merasa
seperti kausindir
sebab kutahu
dari mulutku
telah mengalir
beribu kata
tanpa
sebutir
makna
sedang dari kau
yang batu itu
yang diam itu
yang hening itu
yang semadi itu
dalam stupa itu
telah memberi
beribu makna
tanpa
sebuah
kata

Budha
kita alangkah
beda

(25 Oktober 1979)

 

SAAT SAAT TERAKHIR MUHAMMAD RASULULLAH
demam itu demam yang pertama demam yang terakhir
bagi rasul terakhir
jam itu adalah jam-jam penghabisan
bagi Utusan Penghabisan
dalam demam yang mencengkram
betapa sabar kau terbaring di selembar tikar
dalam jam-jam yang mencekam
betapa dalam lautan pasrahmu

ada kulihat

matamu berisyarat

adakah gerangan

yang ingin kau pesankan
dalam jam-jam penghabisan
wahai Nabi Pilihan

maka kuhampirkan telingaku yang kanan
dimulutmu yang suci

maka kudengar ucapmu pelan:
dibawah tikar
masih tersisa sembilan dinar
tolong sedekahkan
sesegera mungkin
kepada fakir miskin

mengapa yang sembilan dinar
mengapa itu benar
yang membuatmu gelisah
ya Rasulullah

sebab kemana nanti
kusembunyikan wajahku
dihadirat Ilahi
bila aku menghadap dan Dia tahu
aku meninggalkan bumi
dengan memiliki
duit
biar sedikit
biar cuma sembilan dinar

ke bumi aku diutus
memberikan arah ke jalan lurus
tugasku tak hanya menyampaikan pesan
tugasku adalah juga sebagai teladan
bagi segala orang yang mencintai Tuhan
lebih dari segala dinar
lebih dari segala yang lain
miskin aku datang
biarlah miskin aku pulang
bersih aku lahir
biarlah bersih hingga detik terakhir

sembilan dinar
pelan-pelan kuambil dari bawah tikar
bergegas aku keluar
dari kamarmu yang sempit
kamarmu yang amat sederhana
bergegas aku melangkah ke lorong-lorong sempit
diatas jalan-jalan pasir tanah Madinah
mensedekahkan
dinar yang sembilan
kepada orang-orang
yang sangat kau sayang
orang-orang miskin seperti kau
orang-orang yatim seperti kau

dan demam itu demam yang pertama demam yang terakhir
bagi Rasul terakhir
dan jam itu adalah detik penghabisan
bagi Utusan Penghabisan

Muhammad

kau tak di situ lagi di tubuh itu
tinggal senyum di bibirmu
tinggal teduh di wajahmu

Rasulullah
miskin kau datang miskin kau pulang
bersih kau lahir bersih hingga detik terakhir

(Makassar, 28 Oktober 1979)

 

SALIB

Yesus turun dari tiang salibnya
di bukit Golgotha
tanpa luka ditubuhnya
tanpa darah dijubahnya
tanpa dendam dihatinya

dari bukit itu
Yesus memandang Yerusalem
dengan mata rindu
dan sebelum melangkah turun menuju
Kota Suci
ia menitipkan mahkota duri
pada serdadu Romawi
yang dulu
menyalibnya

di perbatasan kota
Ia dicegat tentara Israel :
kamu Arab atau Yahudi
dan Yesus menjawab lugu:
aku orang Nazaret
ibuku Maria
ayahku Yosef tukang kayu
kau boleh terus
kata tentara Israel yang Yahudi Polandia
masuklah ke Yerusalem
kota yang telah kita rebut
setelah ribuan tahun kita tinggalkan
masuklah dengan rasa bangga didalam hati
karena kamupun pemuda Yahudi

Yesus langsung ke sebuah apartemen
tempat tinggal Menachen
anggota parlemen
dari fraksi
yang paling fanatik Yahudi

adakah keresahan
yang ingin kaukemukakan
wahai anak muda
sambut Menachen
dengan ramah

dan Yesus mengimbau dengan sopan
bolehkah aku dipertemukan
di Yerusalem ini
dengan seseorang
yang bernama Yasser Arafat?

Siapa? Anwar Sadat?
tanya Menachen yang kupingnya agak gawat
oh dia sudah pernah kesini
sekarang dia tentu sedang di Kairo
kalau tidak sibuk menghitung pasir di Sinai
tapi gampang
kalau kau perlu sekali bertemu
beres
kita bisa telepon dia setiap waktu

bukan
bukan Anwar sadat
tapi Yasser
Yasser Arafat
kata Yesus dengan suara yang lebih dikeraskan
mendengar itu
Menachen merah matanya meledak teriaknya
kau gila anak muda
Yasser Arafat kau tahu siapa
dia pemimpin Arab Palestina
musuh Israel nomor satu
musuh kita yang paling kepala batu
mintalah yang lain
jangan yang itu
tak mungkin
tak bakalan lagi kita biarkan
satu sentipun tanah Israel yang sudah kita rebut
untuk disentuh oleh Yasser Arafat

Yesus
kembali ke Golgotha
melewati Via Dolorosa
kepada sedadu Romawi
yang dititipi mahkota duri
Yesus berbisik :

salibkan aku
sekali lagi

 

 

INDONESIA, MASIHKAH ENGKAU TANAH AIRKU

Indonesia tanah airku
tanah tumpah darahku

di sanalah aku digusur

dari tanah leluhur

Indonesia tanah airku
tanah tumpah darahku
di sanalah airku dikemas
dalambotol-botol aqua

Indonesia tanah airku
di sanalah aku berdiri
jadi kuli sepanjang hari
jadi satpam sepanjang malam

Indonesia tanah airku
Indonesia di manakah tanahku
Indonesia tanah airku
Indonesia dimanakah airku

Indonesia tanah airku
tanah bukan tanahku
Indonesia tanah airku
air bukan airku

Indonesia, masihkah engkau tanah airku ?
Tuhan, jangan cabut Indonesiaku
dari dalam hatiku

Pilihan tampilan komentar

Pilih cara kesukaan Anda untuk menampilkan komentar dan klik "Simpan pengaturan" untuk mengaktifkan perubahan.
Foto Anonymous

senang sekali dapat puisi

senang sekali dapat puisi Husni Djamaluddin

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler