Skip to Content

PUISI-PUISI KUSWAIDI SYAFI’IE

Foto SIHALOHOLISTICK

1

Kekasih duhai Kekasih!

Ketika itu sendiri Engkau mengandungku

Saat waktu beku di telapakMu

Menggenggam “sejarah” dan “masa depan”

 

Tak ada air api tanah dan udara

Bahkan sunyi pun tak menjelma

Karena segalanya belum bermula

 

Hanya Kau bersemayam di atas ‘arsy sendirian

Mendendangkan lagu-lagu kasmaran

 

2

Tapi benarkah Engkau sendirian duhai Kekasih?

Sedangkah al-Khaliq yang Kau sandang

Tak akan pernah bisa ditelusuri awalnya

O di manakah letak semesta kala itu?

 

Bagai burung bangau yang bertapa di angkasa

Aku tak pernah sanggup memahami

Keluasan cakrawalaMu yang tak bertepi

 

3

Tapi baiklah duhai Kekasih!

Sembari merangkak di belantara rahasia

Aku coba mengapai-gapai dawuhMu:

 

“Di antara kaf dan nun

Kuciptakan rahaim bagi segalanya”

KuasaMu menggegar tak tertabiri apa pun

 

Tapi aku tak mungkin bertanya: “kapan?”

Karena engkau pasti menjawab:

“Tak ada “kapan” bagi af’alKu

Sebab Aku berada jauh

Di luar himpitan ruang-waktumu”

 

7

“Aku rindu wajahKu sendiri”

FirmanMu mempesona

“Karena itu Kuletakkan secuil jiwaKu

Persis di hadapanKu

Sebagai cermin agar tak pilu”

 

11

Ombak lautMu menderu-deru

Tak terbilang tahun tak terbilang abad

Ngungun dalam kemabukan cinta

Yang teramat indah sekaligus mengerikan

 

Kekasih duhai Kekasih!

Cintaku di situ menjelma kegilaan tak terkira

Hingga tak sanggup sadarkan diri

Karena asalku memang tiada

 

16

Sebagai setetes air

Aku juga ikut melambung

Menuju kebiruan dan kebeningan langit

O di manakah langitku duhai Kekasih

Jika tidak bertapa dalam diriMu?

 

Sejak semula mulutku suling firmanMu

Membelai lembah-lembah dan bebukitan

Dengan rinai syahdu suara Daud

 

Maka lembah menumbuhkan aneka bunga

Mengantar harumnya hingga ke Sidratil Muntaha

Sedang bukit senantiasa berdiri

Sebagai perlambangMu yang selalu tajalli

 

 

19

“Di dalam diriKu tak ada perbedaan

Api menyatu dengan air

Atas menggumpal dengan bawah

Dan merah sama dengan hijau”

 

Tak ada yang sepenuhnya mampu

Mengerti dawai firmanMu

Sebab sebelum sampai pada hakekat mengerti

Siapa pun akan hancur

Oleh limitnya sendiri

 

21

Kekasih duhai Kekasih!

Shalatku daim adanya

Jiwaku mekar tak pernah layu

Seluruh langkahku munajat semata

 

O siapakah yang mendalanginya

Jika bukan Engkau Kekasihku?

Sebagaimana matahari bulan dan bintang

Yang tak pernah punya sinar sendiri

Semuanya adalah tetenger nurMu semata

 

26

“Muhammad itu berarti terpuji

Maknanya shalat abadi

Dan madlulnya adalah gemaKu sendiri

Yang sejenak pun tak bakal mati!”

 

firmanMu esa duhai Kekasih!

Mengajariku agar tak beku

 

 

Beberapa pilihan puisi Kuswaidi Syafi’ie dalam Samudera

 

1

Kekasih duhai Kekasih!

Kini aku terlahir lagi

Entah yang ke berapa kalinya

Bermata buta

Bertelinga tuli

Bermulut bisu

Bernafas dungu

Tercampak di rimba hutan yang ultrahetrogen

Tak mampu lagi mengeja huruf dan sandi

Yang Kau tebarkan di 1000 penjuru mata angin

 

16

Kekasih duhai Kekasih!

Lalu kubangun suatu kepercayaan

Kepada konsepsi “jika maka”

Karena kukira kaidah hidup ini

Merupakan matematika murahan

 

Sebagai konsekuensi getirnya

Kumasuki gang-gang buntu

Kutabrak bongkahan batu dan kejenuhan

Hingga berkali-kali

Sampai kepalaku pecah

Dan sukma menunjukkan jalan yang lain

 

23

Oleh karena itu duhai Kekasih!

Kuundang topan yang menghantam perahu Nuh

Kupanggil kobaran api yang menjilat Ibrahim

Kuseru 20 tahun derita Ayyub

Kuingin selaksa kepedihan Ya’kub

Kudamba seluruh genangan airmata Isa

Karena telah kujelmakan hati sebagai padang rumput

Tempat segala hayawan digembalakan

Tempat segala telur kegetiran menetas

Menjadi untaian kalung-kalung rindu

 

24

Kekasih duhai Kekasih!

Telah Kau perlihatkan dunia tanpa jarak

Di mana sangsi berubah menjadi pembenaran

Dan segala petaka tegak sebagai taman bunga

O siapa masih menyimpan ruang gulita?

 

Segalanya adalah purnama

Dan langit merupakan payung kesejukan abadi

Bagi kafilah salik di lorong nurani

 

30

Kekasih duhai Kekasih!

Dalam keadaan berjubah gila

Kulebur kebahagiaan dengan dukana

Hingga ketiadaan dan kekosongan menganga

Mengisyaratkan adaMu semata

(Telanjang raga telanjang jiwa

Tercengang pada hakekat Mahanyata)

 

32

Agar erat dengan Kenyataan duhai Kekasih!

Kusebut kematian beribu kali

Sebagaimana al-Hallaj yang merindukannya

Karena kutahu ia adalah gerbang keramat

Bagi tergapainya kesempurnaan ma’rifat

 

Maka kutunggu kedatangan maut yang amat indah

Seperti sinar rembulan yang menyelusup

Di antara gesekan daun-daun bambu

Menjelang sang fajar tiba

 

 

Beberapa pilihan puisi Kuswaidi Syafi’ie dalam Pulau Impian

 

1

Kekasih duhai Kekasih!

Seluruh sembah puji kusampaikan kepadaMu

Yang telah sudi mengundangku

Ke keteduhan pulau impian

Di mana kupu-kupu dan bunga abadi

Dalam persandingan hakiki

 

Seluruh diam dan gerakku

Kujelmakan sebagai sujud syukur

Karena setitik debu pun

Tidaklah layak rasa kufur

 

 

4

Kekasih duhai Kekasih!

Di kesunyian jiwaku

Ada getar rindu yang tak mungkin berakhir

Ada mekar senyum yang tak mungkin beku

Ada gerlap cahaya yang tak mungkin redup

Ada taman kenangan yang tak mungkin sirna

Ada hutan cemara yang tak mungkin ranggas

Ada danau kelezatan yang tak mungkin surut

Aduhai amat merdu nyanyianMu!

 

9

Dalam demikian duhai Kekasih!

Aku bersujud pada absolusitasMu

Yang telah menetapkan batasan dan peta

Antara ruang yang satu dengan lainnya

 

Maka dengan kesabaran yang wangi za’faron

Kudaki jenjang-jenjang ke singgasanaMu

Meski betapa nyata pukauan jamaliyyahMu

Membuatkau seperti terlunta-lunta

 

20

Kekasih duhai Kekasih!

Walau begitu banyak kafilah pencintaMu

Kutahu cintaMu kepadaku

Tidak akan pernah terbagi

Karena hakekat keutuhanMu

Tak akan pernah terkurangi oleh apa pun

 

Maka hatiku selalu riang menari

Menikmati kesempurnaan tawajjuhMu

 

31

Dengan demikian duhai Kekasih!

Berarti seluruh hutangku kepadaMu

Telah kulunasi sepenuhnya

 

Kini aku tak lagi berdebar memandangMu

Kini aku tak lagi butuh mendekatMu

 

Inilah totalitas tawakkalku

Inilah totalitas keislamanku

 

 

33

Kekasih duhai Kekasih!

Setelah aku kembali ke persemedian semula

Tinggallah Engkau sendiri

Seperti halnya sejarah belum beranjak

 

Mungkin Engkau sedang kesepian

Mungkin Engkau sedang menyongsong

Episode drama yang baru

Atau entahlah sesuai kehendakMu

 

 

TENTANG KUSWAIDI SYAFI’IE

Kuswaidi Syafi’ie lahir di Sumenep Madura di ujung 1971. Selama 13 tahun nyantri di Pesantren Nurul Islam karangcempaka, Sumenenp. Tahun 1992 menetap di Jogja, ngambil studi jurusan Aqidah dan Filsafat, Fakultas Ushuluddin, IAIN Sunan Kalijaga. Saat buku ini disusun, melanjutkan studi di Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Program Studi Filsafat Islam. Juga menjadi staf editor di Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta. Bukunya yang telah terbit: Munajat Bukit Cahaya (kumcer, 2000), Pohon Sidrah (puisi, 2002), Tafakkur di Ujung Cinta (esai-esai sufistik), Berjumpa Tuhan di Mustawan (karya ilmiah tentang konsepsi insan kamil al-Jili) dan Menggenggam Batu jadi Permata: Relasi Allah dan Manusia dalam Puisi-puisi Muhammad Iqbal (karya ilmiah).

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler