Skip to Content

PUISI-PUISI OKA RUSMINI

Foto SIHALOHOLISTICK

OKA RUSMINI lahir di Jakarta 11 Juli 1967.  Saat ini bekerja sebagai wartawan Bali Post.  Antologi yang memuat sajak-sajaknya adalah: Doa Bali Tercinta (Sanggar Cipta Budaya, 1983); Rindu Anak Mendulang Kasih (Balai Pustaka, 1987); Perjalanan Malam (Himsa, 1991); Ambang (Bentang, 1992) ; Teh Ginseng (Sanggar Minum Kopi, 1993); Negeri Bayang-Bayang (Yayasan Seni Surabaya, 1996); Mimbar Penyair Abad 21 (Balai Pustaka, 1997) 

Di samping itu, sejumlah sajak dan cerpennya juga muncul di berbagai media massa serta jurnal  kebudayaan, termasuk Matra, Kalam, Horison dan Ulumul Quran.  Novelnya, Putu Menolong Tuhan, terpilih sebagai cerpen terbaik Femina 1994 dan diterjemahkan oleh Vern Cork dalam buku Bali Behind The Seen (Australia, 1996). 

Pada 1992, ia diundang sebagai penyair tamu dalam Festival Kesenian Yogyakarta IV. Mengikuti Mimbar Penyair Abad 21 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 1996. Dan pada bulan Oktober 1997 terpilih sebagai peserta Bengkel Kerja Penulisan Kreatif (Bengkel Puisi) yang diikuti tiga negara anggota Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera), di Jakarta.  Sajak-sajaknya telah dipublikasikan di berbagai media massa lokal maupun nasional, termasuk dalam jurnal Kalam dan Horizon.   Kini tinggal di Denpasar.

 

 

1967

Di museum kutemukan dahimu penuh kerak timah,
meleleh membutakan matamu.
Diam-diam kutawarkan tali mungkin kau ingin menjerat tubuhku.

''ku jajah tubuh belalangmu.
Kita bersembunyi di gua.
Lari dari topeng- topeng yang kita pentaskan.
Jangan lempar tali !
Ayahku akan kehilangan wujud laki-lakinya.
Ibuku memuntahkan ulat yang lama dikandungnya''
Di museum matamu memecahkan seorang perempuan.
(kau terbangun dari kantuk)
Aku menelan gelap,
mengunyah api
(agaknya aku mulai membakar jantung)
Mana taliku?
Ingatkah kau, di mana kutanam impian yang disembunyikan perempuan jalang
yang harus kupanggil ''tante''.

(perempuan itu tak lagi memiliki hati.
Hidupnya digadaikan untuk orang-orang yang rajin menyapanya di jalan.
Mungkin dia ibuku?) ''
Jangan melilitkan tubuhku dengan tali.
Batang tubuhku buas.
Tak ada tali mampu mengikatnya.
Jangan hidangkan impian.
Mari meneguk kata-kata.

Kau tahu, tumpukan huruf kuserap.
Tumbuhlah anak rambutmu.
Ayahku diam-diam menanam kebesaran.
Tapi aku tak punya rangka iga.
mari sanggama di batu-batu,
mungkin ingin kau kuliti karang tubuhku''
Kau terlihat pandir, tolol.
uapmu mencairkan satu demi satu bukit yang kusimpan di urat tangan.

Di museum kau begitu pengecut.
Aku mulai menggantung bayi di ujung rambutmu.
Matanya memuntahkan pisau.

Aku memperingati hidup.

Dengan seratus tahun sunyi milik Garcia.
Ikan-ikan meluncurkan sperma,
betina memuntahkan gelembung karang.
Di museum, sunyi jadi begitu runcing.
tahun-tahun yang pernah kita pinjam kumasukkan dalam upacara pengabenan.
Pulangkah aku?
Siapa yang kucari.
Diam-diam, Garcia sering mengajakku sanggama di atas tajam ombak.
Di museum, atau dalam mata, jantung, hati, dan keliaranmu.
Aku tetap gua kecil, yang ditenggelamkan rasa dingin.
Berlayarlah selagi kau masih ingat laut.
Jangan catat namaku.
Karena ibuku pun pandai membuangku di buih laut,
mencongkel hatiku dengan lokan.

1999

 

1992

pertemuan itu, jadi benih pulau, bongkahan karang dan pasir, kukenang seperti anak sungai yang melarutkan wujud perempuanku.

''Aka kabar percintaanmu. Sungaikah dia? Lautkah? Kematian panjang, surga, kebun bunga, ladang tambang, atau hutan puisi?''

Aku melarutkan garam dalam darah. kau menitipkan hati, huruf-huruf kau sebar di seluruh ranjang tidurku. ''Mungkin ini bangkai kenangan percintaanku, kupikir mampu merangkaimu dalam lubang otakku. Hurufku, Jadikan kalung, kirimkan. Akan kutanam ditubuhku. Aku tak pandai mendongeng. datanglah tanpa tubuh. kubuka seratus pintu tubuhku.selagi tak bisa kau kerat kulitmu'' aku mulai merangkai gelisah dan rasa takut, muntahannya jadi pohon tumbuh di nadiku. Dalam persembunyian yang menyakitkan. Kulubangi hati. Bahkan selagi lapar aku tanah pikiranku.

''matamu menjelma laut hitam. Penyamunkah yang rajin mencangkul mata, dan menebasmu. Kulihat api melingkari tubuh kurumu, memerasnya berkali-kali. Mari mendekat, sentuh tubuhku. Kutuntun kau menjerang nasib. berbungakah huruf-hurufku?''

kau bangunkan aku dari tidur panjang. Menguapkan tahun-tahun yang kupinjam. aku tak lagi memiliki kaki. Memanjati sejarah yang terus berputar di ujung rambut ku.

''lelahkah kau, terbang dengan sepasang sayap patah, yang meleleh ditiup kisah-kisah percintaan. Lelakikah dia? Atau lumut yang mengisap mata air hidupmu. Mari mendekat, kuhangatkan kau. Dongengkah yang kau pinta?

Atau, kutawarkan tubuhku.''

Api itu terus menjilati tubuhku. Lelakikah kau?

''mari menari dalam tidur panjangku. Kuteguk tubuhmu dalam gelap''

1999

 

1996
:mp

 

aku mengantarkan sepotong tubuh perempuan pada lelaki. Sebuah jurang pelan-pelan melahap mataku yang mengairkan sungai. Kunaiki batu-batu yang menumpu tubuh. Orang mengantar bunga, kue-kue pasar dan sesaji air mata. Di mana ibu kita? Di mana bapak kita? Aku terus menaiki tangga-tangga karang sambil menyusui rasa lapar. Kuremukan bukit-bukit, kutelan karang, berharap kutemukan keping wajah ibuku.

Muray, mulai menampung cairan tubuhku, mendongeng tentang api, kelahiran, sedikit kematian. Dia bungkus di ketiak dan tubuh kecilnya.

''Muray aku telah nikahi laut. Dia maui tubuhku. Mana tubuhnya?''

Langit muram. Percikan api pada ban mobil. sunyi meraup tubuh telanjangku. Kurakit disumsum tulang. Aku mulai melukis perjalanan. Telah kutinggalkan seorang perawan di sebuah bukit dengan tumpukan batu runcing yang melahap tubuhnya. Perempuan itu tidak berpaling. Kucoba tinggalkan hati, tak disentuhnya. Muray, mulai mengurai rambutnya membilas gelisahku. Aku melarutkan perjalanan, sambil melubangi tubuh, kuhirup aroma rasa takut. Kebisuan panjang mengerat tubuh. Muray, mungkin akan kunikahi darahku.

''Inilah permainan kecil, laut dengan ombaknya. Karang mengawinkan buih. Matahari dengan pecahannya, kau merasa terbakar? Biarkan, kau akan rasakan sanggama. Ketika Tuhan datang, jangan pernah bukakan pintu. Remas tubuhmu, biarkan tetesannya merusak wajah-Nya''.

Muray, aku kehilangan perawan kecilku. Lengking tangisnya masih menggantung di helai rambutku. Rasa laparnya dia ayunkan di hati. Ibuku telah lama mati, Muray. dia khabarkan kehilangan keseluruh orang-orang: agar dilupakan dosa dan kelaparan wujud perempuannya. Orang-orang mengutukku. Ibuku duduk diperapian membakar kelahiranku.

''perempuan memiliki beratus wujud. Genggam tanganku, seratus laki-laki akan menghayutkan tubuhmu ke laut'' Muray, perawan kecilku hilang. Tak ada kata-kata berlarian dari mulutnya. Dia hanya memanggil nama ibunya. Lelaki itu telah mencuri tubuhnya. Muray, apakah kita harus pulang? diam-diam kau menikahi perjalanan mengunci petiku.

1999

 

15-06-1998
:gp

 

orang-orang memang pandai merajang sejarah. Ketika kau datang seorang perempuan mengeram, memaki seuruh rongga tubuhku. Dia lupakan sejarah kanak-kanak, (kami telah kehilangan ibu, ketika kau menangis) tak ada orang menyiram tubuhnya. Dia tetap tumbuh. Kau ingat lelaki setengah baya, yang memandangmu dengan api. Orang-orang menanamkan ulat di mulut dan darahnya.

''hanya lelaki yang ada dalam pori-pori otakku. Mereka akan larutkan tubuhku di api. Sempurnalah wujudku'' Lelaki itu, mulai memberi sedekah: sekotak mimpi coklat. Tanahnya ditanak. Orang-orang hidup di atas lukanya. Ketika lelaki itu tua, mulai mahir mendongeng kau datang, berselimut ari-ari. Tak ada lelaki menyentuh kulitmu. Lelaki tua itu memandang orang-orang, mereka mahir menggali tulang-tulangnya, memeras mimpi dan dongengnya. tubuhnya dijual ke laut.

Sebuah upacara kau miliki. Orang-orang yang melahap tanahnya tak pernah menyentuh tubuhnya. Mereka bakar dosa. Anak-anak terus mengelupas di dahiku.

(mungkin kita akan membuka sebuah pesta sambil memeras tubuh lelaki, meneguknya berhari-hari, sampai kita mabuk, darah kita akan meluap melahirkan pohon) Kau terus tumbuh, diurat tanganku. Lelaki-lelaki itu hanya bisa berlari, menanam arak, menanam kerak.

1999

 

DI DEPAN MEJA RIAS

sebatang lipstik mendekat. Aromanya liar.

dengan pandai dilumatnya bibirku.

dia meneteskan:

arak, kekentalan susu, dan aroma asin aku melihat topeng menari-nari lewat mataku (seorang laki-laki mendekat) Kau perlukan segenggam bedak.

kurebut kucairkan di wajahku aku mulai mengurai butir-butir itu menutupi lubang pori-pori wajahnya.

Pori-pori itu diam, menikmati kehangatannya Sebatang pensil alis mengangkat dirinya tinggi-tinggi.

Dia pandai memainkan huruf-huruf di atas mataku dia mulai melukis dan membuat huruf baru katanya: huruf ini hanya milik perempuan (seorang laki-laki mendekat) dia kagumi keliaran warna-warna yang melekat.

aku mulai menggeliat, agak panas.

benda-benda itu terus menahanku.

aku berloncatan, mengurai diriku.

hati-hati kubakar wajahku.

(laki-laki itu menjauh)

Denpasar, Januari 1997

 

GARBAPUTRI
kunikahi kelahiranmu. Kita memang telah berjanji, ketika kekasih kita masih darah menggumpal yang mengganjal tubuh perempuan dengan tulang-tulang besar, lemak amis menutupimu.

"ke mana orang-orang itu? Ketika kekasih kita mendekat mereka berlarian,
Mengusung sejarah dan mitos. Anak-anak mereka dimandikan cahaya.
Kenapa warnanya hitam? Bukankah kakek mereka utusan Tuhan?"

kekasih kita datang. Kau mulai merekatkan pori-pori, dan menutup masa silam. Kautenggelamkan kuncinya di cairan otakmu.

"Dendamkah yang mencair di rongga tubuhku? Wajah-wajah penuh taring mengunci pintuku, tubuhku pecah menjelma pisau, dan keris penuh racun menjilati kulit, membunuh mahkota pendetanya"

Kekasih kita datang, dengan mata besar. Ketika sakit tak dirasakannya darah dan tulangnya patah. Besikah tulangnya? Emaskah matanya? Aku ingin menanam hutan-hutan dan jurang di tubuhnya. Apa yang kau tanam untuknya?

Akan kurakit sampah tubuh para pendeta. kutancapkan pandan berduri di gentanya. Kulayarkan menyeberangi tubuh lelaki pengasah panah. Tahukah kau, panah itu jadi nanah busuk. Aku rajin memeras lukanya dan membasuhkan wajahku. Cantikkah aku? Dengan ular-ular yang siap menelan kepala pendetanya. Aku akan menelan, mengunyahnya dengan halus, lalu menyusupkan di sumsum tulang kekasih kita"

kita akan menikahinya dengan beratus upacara dan sesaji. Mungkin Tuhan lapar dan menunggu kita.

"ketika upacara dimulai tak ada lelaki datang. Aku menelan nanah busuk yang berlayar dalam darah. Kelak kubakar bersama lelaki milik Bapak"
1999

 

KEPOMPONG

(14-5-1999)

 

Tahun-tahun mengering, air mata, masa lalu.
Dan tumpukan kebusukan-kebusukan menanam rohnya di tubuhku.
aku rajin merangkainya,
kukalungkan di kepala
tapi mana hatiku?
Seorang perempuan dengan mulutnya rajin menerkam tubuhku
aku mulai menyusun menu
kusantap tubuhku (di sebuah meja makan)
kuteguk air mataku
seorang perempuan datang
pedang di matanya.
Seratus tentara di mulutnya (dia minta kakiku)
aku mulai pandai menanak hati,
juga jantung dengan sop darah yang kuisap dari permainan ini
trotoar kuimpikan jadi kubur
orang-orang akan datang tanpa jari
mereka akan lumat tubuhku
seperti perempuan yang meminta tubuhku juga
keringat yang kusulam jadi kertas
seorang lelaki, atau seorang perempuan yang menanamku
mulai menanam manusia baru
tak ada lagi wajahku,
mereka menari sendiri
dengan anak-anak yang pandai melepaskan busur ke jantungku.

Lelaki itu hanya bisa diam.
Dia ikut menyantap tubuhku.
Orang-orang datang dan memakiku.

''Sebuah pementasan kau mainkan lagi''
mereka menyulam darahku di atas batu.

1999

 

LELAKI TUA DAN 6 PERI

Anjing-anjing buas telah melahap daging-daging merah
orang-orang tak lagi bisa menanam padi
melarutkan anak-anak ikan di laut
pabrik-pabrik menciutkan nafasnya
orang-orang berlari ke luar
tak ada lagi mesin-mesin uang yang menunggu
anak-anak menjerit perutnya menggelembung,
perempuan-perempuan mulai menjual tubuh untuk susu
orang-orang mulai tega melahap temannya untuk sepiring nasi satu potong daging lelaki tua itu mengantar pengganjal perut yang dibungkus kertas coklat
''aku peduli rakyatku''

Esok pagi ketika matahari membuka matanya
orang-orang itu tak lagi melihat kertas coklat itu
(sebuah kepompong terbuka tetapi bukan kupu-kupu)
mereka membawa spanduk, berteriak dan menggiring
orang-orang tak puas memaksa mengaitkan nurani
satu demi satu kepompong dirajam
(lelaki tua itu membuka sayapnya, terbang)

Kali ini mereka menjadi peri
darahnya menjadi api membakar kota-kota,
menelan gedung-gedung dan peluru
orang-orang kerauhan menari di atas bangkai teman-temannya
(lelaki tua itu hanya berkata: cuma 6 Peri kecil)

Denpasar, 12 Mei 1998

 

LELAKI TUA DAN 6 POTONG DAGINGNYA

Kota-kota jadi abu
bangkai-bangkai tertanam di dinding-dinding pucat
lelaki itu tetap duduk
sebuah upacara besar dilakukan sambil mendekap 6 potong dagingnya yang menjelma jadi buas
mirip anjing-anjing lapar yang menggigit rupiah, gedung-gedung bertingkat, tumbuhan, binatang
(mereka juga melahap seluruh benda-benda hidup di bumi ini)
''perempuanku mati 2 potong dagingku meletuskan api merubuhkan pagar penjagaku''

Lelaki tua itu melepasnya
amarahnya, seperti kanak-kanak yang kehilangan gundu
diam-diam dibukanya sayapnya
anjing-anjing mulai mendekat berharap menjadi penjaganya sambil sesekali ikut melahap seluruh benda hidup milik rakyatnya
Anjing-anjing itu menjadi penjaga
mereka menari di layar TV
ketika lelaki tua itu memberi mereka nama
''jaga 6 potong dagingku, telah kuselamatkan bumi dari rajam sejarah hitam''

Denpasar, 12 Mei 1998

 

METAMORFOSA
14-5-1995

 

percakapan-percakapan jadi api tubuhku menjelma kayu kutanam dalam bara aku mulai rajin menjilati tubuh menyimpan hati yang mulai hitam dimana kuburku?

(sebuah pesta dimulai. Perempuan dan laki-laki menanam manusia di rahim bumi) ''maukah kau ikut? Menjadi petani. beternak manusia?''

lelaki itu datang dengan air mata. setumpuk kitab terbuka menyiram tubuhku. mana tubuhnya? Matanya jadi serpihan kecil ibunya telah menanam impian keliaran dengan dongeng-dongeng yang terus berputar tentang: rasa lapar tanah-tanah dipagari ulat-ulat ''dia telah bunuh seorang perempuan dengan dua anaknya'' aku mulai membuka meja. Sebuah permainan dimulai (aku terjebak) aku mulai rajin membakar usia

1999

 

 

PELABUHAN API

setiap kubakar dupa
percikan api mengurai seluruh luka menanamnya kembali dalam darah
(seekor parkit melepas bulunya mengubur tanah dan sedikit bangkai pohon)

aku melata di sini lidah anyir bayanganku yang mengepung hidup
(aku tetap perempuan yang rajin mengurai abu perjalanannya. dekat perapian, para pemangku melahap asap)

aku diam menimbang setiap sepi yang datang sambil menguapkannya

April 1997

 

 PEREMPUAN BATU
 -- ubud, menjelang sore

 

sebuah tikung kita pilih
''ini kitab perjalanan, tentang romantisme, yang kita telah lupakan''
mungkin benar katamu ketika Cokot, atau Lempad menatah batu para perempuan mengumpulkan kerak batu menjalin tanah dengan kaki telanjang tubuhnya berbingkai hujan meratakan sungai

Ketika Cokot dan Lempad menatap batu
perempuan-perempuan mulai menari di pinggir matahari
tubuhnya lumut diceritakan dongeng percintaan
''sebuah batu diselipkan dalam tubuh''
Cokot dan Lempad mengurai bumi
para perempuan memulangkan matahari
melingkar seperti biasa meletakkan benih keringat
''tatah tubuhku''

Denpasar, 1997

 

SILUET I

dupa itu menembus langit
mengotori altar para dewa
tubuh-tubuh mati berteriak
orang-orang bermantel hijau
telah membenamkan peluru
juga api yang disulutkan di kaki
para pemangku duduk bersila
memanggil upacara
mengorek seluruh lubang
berharap Tuhan menampakkan wajahnya
lalu memulangkan anak, istri,
suami yang di telan lahar bumi
seorang perempuan
memeras air mata darahnya,
dibiarkan tubuh anaknya
di peram bumi
perempuan yang kehilangan anaknya duduk
lingkaran api melintas di mata pucatnya
ada upacara lengkap meminang nafasnya
tanah menangis dipeluknya
laki-laki tua itu masih
menyuarakan filsafat
mengkidungkan sejarah masa lalunya
''aku telah menanam bumi''

Denpasar, 12 Mei 1998

 

SILUET II

kota-kota jadi abu
beratus-ratus lelaki bermantel
dengan senjata dan air
menumpas orang-orang lapar
yang berharap mampu meraup: kulkas, TV
perempuan-perempuan ikut sibuk
mengerat susu, atau pakaian baru
untuk anaknya yang kedinginan
di pinggir kali
''sudah lama aku kehilangan suami
sudah lama anak tiga bulanku
tak minum susu formula
aku pekerja pabrik yang dilempar
setelah orang-orang menguras tubuhku
juga menelanjangi wujud perempuanku
mereka hanya sisakan potongan
daging berumur tiga bulan
yang kumuntahkan sendiri
di pinggir kali''
perempuan-perempuan lain juga menjerit
anak lelaki mereka dilepas di dunia baru
''kucairkan usia'' mereka bekerja
untuk sebuah kemapanan yang terus
mereka tanak di kepala
pagi-pagi orang-orang mengantar jasad
''itu anakku, kemana nafasnya''
perempuan itu berlari,
matahari tak lagi menyisakan isak
seorang lelaki tua
yang tak pernah menyisakan
tempat duduk untuk orang-orang
dengan lahap menghirup roh rakyatnya
Denpasar, 12 Mei 1998

 

TOTEM
(kelahiran)

 

tubuhku meneteskan abu
ulat-ulat menguliti setiap perjalanan yang kupentaskan
mereka baru belajar menanam akar
di setiap liang nafasku kukalungkan nafsu
bulan retakan lumut melekat
pada setiap batu mereka mengisapnya
batu-batu diletakkan di kepala
para perempuan menopang bumi
aku hanya bisa mengumpulkan pecahan keringat dan menggulung setiap abu yang retak

Denpasar, 1997

 

ULAT
peristiwa: 14-05-1995

 

sebuah pintu kubuka dengan darah.
impian-impian pecah di genggam tangan
berharap sepotong daging
menambal lubang yang rajin dicangkul
seorang perempuan yang pernah memintaku jadi anaknya.
sebuah pintu kubuka dengan luka
''jangan mendekat. bara di tanganku akan membakarmu''
tapi aku tak punya sungai tidak juga laut.
sajak kau muntahkan untuk seorang perempuan.
sebuah pintu kututup.
mata lelaki itu datang padaku.
Berpuluh-puluh tahun dia sembunyikan rahasia kami
''kau miliki permainan itu.
Jangan mendekat.
Perahu layar.
Laut yang kuuntai.
Huruf-huruf yang kusebar dipejam matamu''

Sebuah jendela kubuka
(penuh belatung.
Bangkai manusia.
sepotong kepala anjing.
lendir perempuan)

1999

 

WISLAWA

kukenal perempuan tua dengan senyum pahit dan rambut blonde kering.

Dia hidup dengan dua laki-laki yang disimpan dalam ketiak penuh parfum.

Dia pandai merajut huruf dengan keliaran yang dipahatkan di sudut bumi.

Bau tanah, bau otak, dan rasa lapar wujud perempuannya muncrat. Dia bicara dengan segaris senyum pahit, tak terbaca. orang-orang merasa menyentuhnya (mungkin: melumat).

Aku sering memandang matanya. Sebuah anak sungai kecil, yang membunuh aliran darah laut.

Kukenal perempuan tua dengan bunga rumput di dada tipisnya. Tersenyum dengan mata sipit mengajakku bertaruh. Dia maui wujudku. Rasa lapar dan segenggam kegilaan.

''cangkul otakmu. Kusemaikan bibit bunga rumput di setiap helai rambutmu. Perkawinan? Sebuah permainan penuh busa bir. Teguk, pecahkan buihnya. Jangan sentuh tubuhnya, tidurkan dia di kakimu. Aku pandai merajut helai kehidupan, diambang usiaku: kutelan masa kanak- kanakku. Para lelaki, kulecut di dada sambil meminang cairn dengan darah. Memisahkan tubuhku. Hanya tiga detik. Kau ikut? Berpesta sambil merajam tubuh.''

Kukenal perempuan tua dengan garis pucat di dahi. sering sekali dia datang, membakar daging, meremas tulagn, jantung. Pelan-pelan: kumuntahkan anak-anak.

1999

 

ZIARAH
:mg

 

engkau menjelma kuda dengan dua kaki patah. Anak lelaki yang kau tanam dalam lautan darahmu, memasuki seluruh lubang pori-porimu. Kau biarkan tubuhmu terbuka, bahkan ketika dia minta igamu. Kau berkata:

''petikkan api di pohon. Siapkan ranting, air suci, dan kelopak teratai. Bingkai wajahku dengan daun sirih. Juga ilalang panjang yang menutupi daging linggaku. Makanlah tanah-tanah yang kucangkul dari tubuhku. Anakku perempuan tak mahir memanggul tubuh. Serakkan tulangku dipasir'' engkau menjelma elang dengan satu sayap. Mendarat dirambutku. Kau makan otakku. Seorang perempuan kau titipkan. Tubuhnya penuh ulat, mulutnya nanah. Dia siram hatiku dengan belatung. kemana anak lelakimu? katamu; ''anak lelakiku telah menghabiskan seluruh tanahku. tanpa wajah, dia larutkan tubuhku di api. setiap detik uratku diperas. Kepalanya tombong, tubuhnya beringin tua'' engkau meletus. meninggalkan sepotong perempuan dengan dua tunas kecil di rahimnya.

Tak ada sesaji api membakar tubuhmu. Lelakimu telah mengunyah tanahmu. Menanamnya di tubuh anak-anaknya. Aku terus mencairkan wujudmu, bersama perempuan aku menjilati butir tanah yang kami pijak.

1999

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler