Skip to Content

PUISI-PUISI SINDHUNATA

Foto SIHALOHOLISTICK

WAK DULJANGKEP

Niatku mau nggendhong

menggendong rumahnya Semar Boyong

Aku menabur dengan dukacita

aku menuai dengan sukacita

 

Niatku mau lelaku

Wak Duljangkep ngelmu-ku

Dul itu si Dul

artinya: jumendhul, lahir, muncul

Jangkep itu wejangan ganep

artinya jangkep: pas, tiada kurang, lengkap.

Aku tua, maka aku dipanggil Wak Duljangkep

Duljangkep, artinya lahirku, adaku, munculku

hanya untuk jangkep-jangkep

untuk melengkapi dan pelengkap, agar semuanya pas.

 

Meski hanya hamba, tua, miskin tak berguna

tanpa aku hidup tidak akan pas, karena tidak lengkap

Tanpa kau, hidup ini seperti

sambel tanpa terasi

  sayur tanpa garam

     kopi tanpa gula

        obor tanpa sumbu

            pintu tanpa engsel

                tumbu tanpa tutup

                        tuan tanpa hamba

                               pimpinan tanpa rakyat

                                             cinta tanpa nafsu

                                                     rahmat tanpa dosa

                                                                     Tuhan tanpa manusia

 

Aku hanyalah miskin dan hina

   tapi tanpa aku, semuanya takkan ada.

      Aku ini nyaris tiada, tapi ketiadaanku membuat ada.

         Itulah aku, Wak Duljangkep.

           Aku ini tiada yang membuat ada

               maka aku ini tiada nyata yang membuat ada nyata

                   Akulah kesamaran yang ada di balik semua kenyataan.

                        Kenyataan akan hilang tanpa kesamarannya.

                            Maka sesungguhnya nyata itu samar:

                               Samar itulah kekurangan, kehinaan, kemiskinan

                                   yang melengkapi kesempurnaan, kemuliaan, kekayaan:

                                       Samar itulah Semar.

                                           Wak Duljangkep itulah Samar yang Semar.

 

Ilmuku Wak Duljangkep, artinya

Samarlah yang ingin kuajarkan

Semarlah yang ingin kunyatakan.

 

Langkahku Semar yang tertawa

jalanku samar tiada habisnya.

Semar kuning yang menggiring

menggiring siapa?

menggiring badanku, agar dilepaskan

dari kenyataanku, jadi

samar dalam kerohanianku.

Semar hitam yang mengejar

mengejar siapa?

mengejar nafsuku, agar disucikan

dari lumpur keserakahanku, jadi

samar dalam rasa pasrahku.

Semar merah yang marah

marah terhadap siapa?

terhadap budiku, agar dibebaskan

dari pengetahuan palsu, jadi

samar dalam ketidaktahuanku.

Semar putih yang membersihkan.

membersihkan apa?

membersihkan tinggihatiku, agar direndahkan

aku dari serbabisaku, jadi

samar dalam keterbatasanku.

 

Ke utara, rupaku kuning samar

Ke selatan, rupaku hitam samar

Ke timur, rupakau merah samar

Ke barat, rupaku putih samar.

Ke mana-mana aku tak dilihat orang

aku selamat karena Semar

yang membuatku tak dikenal.

Aku terlepas dari keangkuhan:

Adaku hanyalah untuk pas-pasan.

Hatiku tentram, karena aku bisa pasrah

diriku hanya untuk imbuh-imbuhan

njedhul-ku hanya untuk jangkep-jangkepan

Ternyata duljangkep adalah misteri

kerendahanhati yang membuat hatiku tenang.

 

Kutemui Wak Duljangkep

aku duduk dengannya

jagongan dan wedangan

dan aku disuruh makan gula kacang

Saking asyiknya omong-omongan

tak terasa hari sudah malam

tiba-tiba Wak Duljangkep menghilang

dan aku menjadi kenyataan.

1999

 

MATA AIR IKAN 3

Dari utara si nenek miskin

datang ikut memasang kicir

kicir anyaman benang angin

 

Nek, lama sudah kau pasang kicir

ikan-ikanmu lari terjerat cacing

 

Nak, kenapa kau terpancing

mencuri ikan dengan cacing

padahal kau pandai menyuling

telah lari ikan-ikanku

di bambu serulingmu.

 

Pergi ke pasar anak gembala

semua orang heran di sana

dia tawarkan ikan sambil menyuling

meski tak punya ikan hasil memancing

1982

 

SENJA KUNING PANTAI IKAN

Senja kuning pantai ikan

Terapung sampan anak nelayan

Didayung luka lautan

Sulingnya sedih merintih-rintih

Lengking gelepar napas-napas ikan

 

Senja kuning memanggil-manggil

Perempuan tua bergegas menggigil-gigil

Turun dari bukit berlubang

Dengan tenang rambut uban

Jala dilempar tanpa amarah lautan

Gemetar hati anak nelayan:

Sudah kaulempar jalamu berulang-ulang

Kenapa tak kaudapatkan ikan-ikan?

Ikanku mati jadi tangis sulingmu

Ibu, kuberikan ikanku padamu

Aku bukan ibumu

Ibumu dalam sulingmu

Terjerat dalam jalamu

 

Sampan anak nelayan

Jadi permadani wangi

Terbang bersayapkan angin harapan

Mengheningkan gemuruh

Pasar nelayan yang menawarkan

Hidup dengan ikan:

Nak, kenapa kaujual jalamu

Dan bukan ikan-ikanmu

Jalaku

dan bukan ikan-ikanku

adalah hatiku

kujual kegembiraanku

kujual kesedihanku

kujual kerinduanku

pada lautan

pada ikan-ikan

pada-Mu Tuhan

sebelum senjaku ditelan malam-Mu

sebelum pantaiku dihempas amarah pasang

gelombang-Mu

1994

 

MALAM KATAK-KATAK

Dari mana malam dibuat

   dari anak k a t a k -  k a t a k

      Suara katak berhati hijau

         di batu hati k a t a k – k a t a k parau.

             Kena pelipis sayap belibis

                  perut tertawa dengan menangis

                      Menyanyilah hai kali

                          dengan air mata berudu,

                               hati kami gembira

                                   dengan rindu burung tuhu.

                                        Cenggaretnong mengerik-erik

                                           berlubang awan mata cengkerik

                                               Dari utara datang

                                           angin kunang-kunang

                                       Pucuk belimbing pohon beringin

                                   datang angin membawa dingin

                              Dingin tak terasa di sungai-sungai

                          udara berenang-renang damai.

                      Dari mana malam dibuat

                  dari hati anak-anak.

              Bermain di hatiku malam anak-anak

           kenapa fajar kau melompat-lompat

      girang mrekah

dengan lembut k a t a k – k a t a k merah?

1995

 

SUSU SEMAR

Semar itu bukan lelaki bukan wanita

namun seperti lelaki seperti wanita

Tersimpan dalam buah dadanya

susu penderitaan para wanita

Tak pernah Semar memikat wanita dengan senyum,

karena dalam dirinya penderitaan wanita terkandung.

Sekarang Semar suka mesem,

Karena ia adalah Semar mendem.

1996

 

MBAH MERAPI

            Malam gelap, malam yang hijau

                             hijau bulan, hijau dedaunan

                             hijau kuda-kuda

                             menderap turun ke Alas Patuk

 

Mbah Merapi berpesta raja

            sedang hijau padang gembalaannya

                        angin hijau dari dahan-dahan

                                    menyingkap kain Nyai Gandhung Mlati

            kegelapan di Alas Tutupan

                        terbangun oleh birahi

                                    hijau di mana-mana

                                                hijau di hatiku juga.

1995

 

RUMAH POHON

Sekarang Kotir sudah senang

selesai sudah pengembaraan

ia pulang kandang

tahu-tahu rumahnya sudah tenang.

 

Bersayapkan burung sriti

harum dengan minyak serimpi

Kotir pulang ke rumah pohon

pule hijau daunnya segar

 

Paro petang bulan purnama

teman-temannya datang

mandi di Sendang Bagong

meraba-raba paha tak kelihatan

paha-paha putih

anak-anak Nyai Gadhung Mlati

 

Kotir naik sapi gumarang

melihat seribu bintang

menelan penderitaannya

istana langit terbuka pintunya

merintik turun gerimis kemenyan

jatuh jadi mutiara-mutiara doa

di atap rumah pohonnya

 

Harum dengan wangi bidadari

teman-teman Kotir telanjang di sendang

mereka melihat senang

Kotir sudah pulang kandang

dan rumahnya sudah tenang.

Di malam seribu bulan

katak duka katak harapan

menabuh gamelan di Jalakan.

Kotir mendengar senang

di rumah pohon dukanya menghilang

mengerjap dalam harapan

tahu-tahu rumahnya sudah tenang.

 

Rumah pohon di tepi Kali Boyong

batunya megah berantai emas

kalung lahar Eyang Merapi

Tiap hari Kotir mengais rezeki

pasir dihitungnya bagai butiran nasi.

 

Dari Pemancingan Seh Belu mampir

diberinya Kotir ilmu zikir pasir

Kali Boyong terus mengalir

nasi dari pasir tertanak dalam zikir Kotir

Kotir memandang pasir dengan mata Nabi Khidir:

samudera raya dengan segala aslinya

ternyata terkandung dalam sebutir pasir

Sebutir pasir adalah nasi

dalam sebutir pasir terkandung samudera

dalam sebutir pasir terkandung hidupnya

Kini dengan zikir pasir Kotir mengerti

apa arti: perahu yang memuat samudera raya.

 

Kotir menyesal, kenapa demikian lama

ia mesti mengembara mencari hidupnya

jika kekayaan hidupnya ada dan berada

dalam pasir yang tiap hari diinjak-injaknya?

 

Kotir tak lagi mencari hidupnya

ia sudah pulang ke rumah pohon

dan mendapati rumahnya sudah tenang

2003

 

ANAK BAJANG MENGGIRING ANGIN

Anak bajang

menggiring angin

naik kuda sapi liar

ke padang bunga

menggembalakan kerbau raksasa

lidi jantan sebatang

disapukan ke jagat raya

dikurasnya samudera

dengan tempurung bocor

di tangannya

 

di gelaran sayap garudayaksa

naik anak bajang

ke bukit hardacandra

janur gebang berayun-ayunan

anak bajang berarak-arakan

dalam iring-iringan panjang

para pencagakan dan kemamang

di belakang riang memanjang

barisan warudhoyong dan singabarong

dhenokongkrong dan dhadhungwinong

berkebit-kebit di ekor

anak-anak carubawor

 

paro petang bulan purnama

lelap tertidur anak bajang

dekat perapian kundakencana

dibelai gading gajahmeta

dan bisa permata nagaraja

dengan tikar daun runya

 

dari negeri atas angin

berhembus nafas

naga giyani dan mintuna

meniupkan samirana dukula

anak bajang terbang

hingga ke puncak mandira

menari-nari bersama kukila

 

di bawah perempuan menangis

melahirkan pedang

dari luka-luka kedukaan

sedih anak bajang bertanya

bunda kenapa

kaurobek kainmu dengan darah

sedang hendak merayap aku

di antara dua bukit-bukitmu?

 

gelap pun gulita

dengan empat nafsu cahaya

anak bajang menyalakan dian

teja darpasura

bumi bergoncang

dahana menyala

jaladri pecah

prahara melimbah-limbah

 

anak bajang dikejar dua manusia

senjatanya pedang emas

payung kencana

menghadang di sana raksasa

mulutnya berlumuran darah

ikan berbisa

anak bajang meronta-ronta

menolak susu wanita

yang menutup payung hitamnya

 

gemuruh malam kumbang

ular jantan di kiblatan

dipeluk petang jalanan catur denda

anak bajang lari menubruk sunya

langit mendung hujan bintang

matahari padam senyum bulan muram

kusuma terbang merebut singgasana awan

 

bidadari turun telanjang

di madu-madu buah dadanya

menyusu anak bajang

sekeras duka-dukanya

tangis dan sorak gambiralaya

lahir di saptapratala

dunia tua berusia bayi muda

1983

 

SUARA MESIN JAHIT

Sampai kini

   mesin jahit itu masih berbunyi

      di dalamnya tangis kita berdua tersembunyi

           Kesedihan kita sudah lewat

 

mestinya hanya kegembiraan kita dapat

    tapi kenapa masih belum juga lunas

       bayang-bayang hidup kita yang kandas

 

Tinuk, kenapa masih juga

     suara mesin jahit kita

          merintih sedih tatkala

              duka malam kita tiada lagi ada?

 

Bukan kesedihan dan kepedihan

namun suka cita dan kegembiraan

memaksa kita kembali mendengar

derita kita yang telah silam

 

Pulang dari penjara

tak ada yang kita punya

hanya mesin jahit itulah harta

dengannya kita mencari nafkah

 

Kuteringat, malam telah larut

tak jauh dariku kaududuk

mengitik lubang kancing

baju dan celana jahitanku

 

Sementara anak-anak tidur

kutanya kepada malam

masihkah akan kudapat nasi

buat anak-anakku yang lapar?

 

Malam sedang terang

     tak juga bulan dan bintang

          memberiku jawaban kapan berakhir

              kegelisahanku setiap malam

 

jari-jarimulah, Tinuk, yang menjawabku

jari-jarimu tak lelah merapikan jahitan hidupku

tanpa kautahu bagaimana mestinya

mengikat lagi benang-benangnya

 

Melihat jari-jarimu, Tinuk

tak kupeduli lagi berapa kali

jarum menusuk perih jari-jariku

makin kuat kakiku menjejak

memacu mesih jahitku memenuhi

nafkah kita bila esok tiba

 

Nasib memaksaku meninggalkan keindahan

tak bisa lagi aku melukiskan kehidupan

tinggal kutanggung bebannya

lalu kujahitkan semuanya dalam baju dan celana

tiap hari selalu sama, bentuk duka dan deritanya

 

Tinuk, aku pencinta warna yang indah

namun kularang kaupakai pemerah

Kataku, kau sudah cantik

tanpa pemerah bibirpun kau tetap jelita

 

Sebenarnya tak kularang kau menghias bibirmu

                             Aku hanya khawatir, hari ini dapat kaubeli

                                   pemerah bibir itu,

                                   namun belum tentu lain hari kaumampu.

                             Sekali kauoleskan pemerah bibir

                        dan kemudian pucat bibirmu

                   karena tak mampu kaubeli lagi hiasan itu,

              cantikmu akan hilang, Tinuk

              aku tak mau itu terjadi

              biarkanlah bibirmu tanpa pemerah apa-apa

 

Kini sejuta pemerah bibir dapat kaubeli

tapi keindahan itu sudah tak dapat lagi kita nikmati

Dalam kelimpahan kita yang kini

bibirmu masih seperti yang dulu

ketika kaududuk mengitik

mendengarkan suara mesin jahitku

melagukan pucat duka-duka malamku.

 

Sekarang semuanya sudah kita punya

   mengapa kini aku masih sering bermimpi

       tiba-tiba aku tak punya apa-apa

           aku dicekam rasa takut, jangan-jangan

                tak bisa lagi anak-anak kita makan

                     persis seperti dulu

                         ketika tiap hari aku harus bergulat

                            mengais rezeki dengan mesin jahitku

                               Ketika terbangun keringat dingin mengalir

                                   Aku lega, untung semua itu hanya mimpi

                                        bukan kenyataan seperti dulu lagi

 

                     Tinuk, sekarang semuanya sudah kita punya

                   tapi mengapa anak-anak kita suka berkata,

                             tak ada yang lebih indah daripada

                            malam di mana kita mendengar

    mesin jahit ayah bersuara tak henti-hentinya

                                      suara itu adalah janji

                      esok pagi akan datang rezeki

dan perut kita takkan lapar dalam sehari

 

Tinuk, kenapa masih juga

   suara mesin jahit kita

      merintih sedih tatkala

         duka malam kita tiada lagi ada?

 

Mengapa, selalu kembali dalam kenanganku

duka dan derita malam hidupku?

mungkin, dulu derita kita terlalu hebat

hingga harus selalu meninggalkan bekas

namun, mungkin juga di sana tersembunyi

dengan amat indah cinta kita yang kini

tak dapat lagi kita beli

dengan segala harta yang kita miliki.

2003

Untuk peringatan perkawinan yang ke-34: Djokopekik dan Ibu Tinuk.

 

ULARULARAN WAKTU

Ularularan waktu

Waktuku berjalan berularularan,

nasib hidupku ulangmengulang

Harapan akan masa depanku,

ditelan kekejaman masa laluku.

 

Apa yang menyelamatkanku kini,

hanyalah apa yang menghancurkanku nanti,

dan semuanya tadi, sudah kuketahui

di masa lalu sebelum ini.

 

Dengan sepatu koyak, aku mengejar

masa laluku yang telah hilang.

Ternyata aku terbawa terbang

ke langit tinggi masa depan,

dan kembali aku kehilangan

apa yang seharusnya kudapatkan.

 

Hidupku menjadi layang-layang,

benangnya putus, dan aku terlempar.

Kini tak ingin aku

terbunuh lagi oleh waktu.

 

Kugigit ekor ularularannya, dan

masa laluku pun mengucurkan darah

Kupatahkan kepalanya, dan

terbebas aku dari impian masa depannya.

 

Aku hidup dari waktuku,

lega, kendati kini berada aku

dalam gelap kekinian,

aku berjalan dengan perut ular

mengelengsargelengsar tanpa kemajuan,

terhenti di masa kini, di dunia ini.

 

Baru sekarang aku rasakan

keabadian adalah kekinian yang kekal

di dalamnya masa laluku tertelan

dan masa depanku terkandungkan

aku bahagia, di sini dan sekarang

2000

 

TENTANG SINDHUNATA

Sindhunata, atau lengkapnya Dr. Gabriel Possenti Sindhunata, SJ, lahir di Kota Batu, Malang, pada 12 Mei 1952. Adalah penanggung jawab/ pemimpin redaksi majalah BASIS Yogyakarta dan penulis tetap di rubrik Tanda-Tanda Zaman. Tamat dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta tahun 1980, menyelesaikan studi teologi di Institut Filsafat Teologi Kentungan, Yogyakarta, tahun 1983 dan menyelesaikan program doktoral filsafat di Philosophische Fakultat SJ Munchen, Jerman pada 1986-1992. Ia lebih dikenal sebagai penulis features dan buku-buku ilmiah . Juga menulis dalam bahasa Jawa.

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler