Skip to Content

RAKYAT PEMILIH KENAK BATU

Foto usman hasan

RAKYAT PEMILIH KENAK BATU

Negeri Kelabu melaksanakan Pemilu Eksekutif sebagai wujud dari Negara yang menganut system demokrasi. Seperti era sekarang ini, pelaksanaan pemilihan umum memiliki perangkat sebagai pelaksana teknis Pemilu  dan pengawasan seperti KPU dan  Bawaslu. Hanya namanya saja yang berbeda. Kalau pelaksana pemilu  disebut Panitia Pelaksanan  Pemilu (P3), sedangkan pengawasnya disebut  Panitia Pengawas  Pemilu (Pawaslu).

Sudah menjadi tradisi, , apakah pemilu legislative, pemilu eksekutif, selalu diwarnai dengan politik uang. Masalahnya cukup rumit, sebab masyarakat sendiri membuka diri untuk menjadi obyek dari politik uang.

 Soal kandidat, ya..  yang ada di kepala mereka  bagaimana harus menang, apalagi kalau pencalonannya sampai sudah mengeluarkan uang banyak, harta sudah terjual, deposito sudah ditarik. Jadi, soal politik uang sudah soal biasa, pokoknya harus dilakukan. Bahaya ! Sebab kalau tidak menang bisa bangkrut besar.

 Pernah terjadi seorang calon yang tidak lolos dipilih rakyat dengan sangat emosional menendang meja kursi sehingga perabotan dalam kantornya hancur berantakan. Pernah juga ada calon yang tak lolos berlari-lari dijalanan hanya dengan celana cawat, dia pergi berendam di sungai. Mungkin mendinginkan kepalanya yang sudah nyut-nyut. Ada juga yang seharian duduk, sesekali meneteskan air mata, air liurnya terus menerus meleleh. Bahkan ada yang   kesana kemari dijalanan menendang kaleng.

Kembali ke soal Pawaslu bertuga mengawasi Pelaksanaan pemilu eksekutif. Ketua Pawaslu melakukan kujungan ke sebuah desa. Maksudnya hendak mensosialisasikan mengenai pemilu bersih, pemilu bebas dari politik uang. Seturunnya  Ketua Pawaslu dari mobil, langsung saja ratusan warga mengerubutinya sehingga sang Ketua   terdesak, kewalahan. Pengawal sibuk mengamankan  bosnya.

“Tunggu.. tunggu … ada apa ini. Sabar ! Sabar! Nanti sebentar diruang pertemuan kita diskusi, bukan di tempat ini. “ Teriak Ketua .

‘Sudah pak, disini saja. Mana pak mani politiknya ?“ teriak seorang warga

“Ia pak,  dokunya pak alias fulus, itu yang penting ketimbang segala macam diskusi bikin habis kopi saja pak. “ Teriak yang lain lagi

“Benar pak, mulut kami sudah asam pak, sudah seminggu menunggu kedatangan bapak calon kami.” Teriak seorang kakek

“Betul pak ! Betul Pak ! Betul Pak! “ teriak warga hampir serempak

Rambut Ketua Pawaslu sudah awut-awutan, bajunya kusut, bahkan sebahagian rambutnya sudah berdiri karena kebingungan, dia garuk –garuk.

“Tunggu.. tunggu… harap saudara-saudara tenang. Silahkan  bersila duduk, saya mau sedikit menjelaskan. “ Pinta Ketua Pawaslu

“Jadi begini saudara-saudaraku yang tercinta. Nama saya Abdul Somad, Ketua Pawaslu.  Nah tugas pokok dari Pawaslu tidak dalam rangka menyalurkan money  politik, bukan memberikan sembako, sarung gajah duduk, kerudung. Yang seperti itu mungkin saja dilakukan oleh kandidat, oleh calon pemimpin negeri Kelabu dan hal seperti itu sangat dilarang, melanggar aturan dan dapat di pidana, kepada yang memberi dan yang menerima. Justru tugas saya, maksud saya kesini dalam rangka mensosialisasikan aturan, memberitahu saudara-saudara agar jangan menerima apa yang disebut mani politik itu dan  pemberian sesuatu barang, benda yang kemudian saudara-saudara dipengaruhi untuk memilih si A atau si B. Bahkan saudara-saudara diharapkan melaporkan apabila ada yang melakukan apa yang saya sebut tadi sebagai pelanggaran yang dapat dipidana.  Saya mau tambahkan lagi, saudara-saudara jangan menjual suara saudara secara murah meriah begitu, itu namanya saudara-saudara melakukan sesuatu  yang menyebabkan kerugian besar.  Jadi saya mau ajak saudara-saudara membantu saya, mari kita tolak politik uang, tolak politik sembako, tolak politik sarung gajah duduk, tolak politik kerudung – pokoknya mari  memilih setelah mempelajari jejak rekam seorang calon. Jangan saudara pilih calon yang cacat moral, tukang peras, pemakan uang organisasi, pecandu narkoba, penjudi, pelaku kekerasan dalam rumah tangga, perusak lingkungan. Oke nanti sebentar sekitar  satu jam lagi kita diskusi di balai pertemuan.

Warga pun bubar.

Sebahagian warga pulang kerumahnya masing-masing  sambil bersungut-sungut, “ nasib..nasib…seminggu menunggu kandidat mani politik, eh..malahan yang datang  pengawas pemilu. Apa boleh buat,  memang betul-betul kenak batunya, nasib lagi sial. ***

 

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler