‘CINTA dan Secangkir Kopi’ punya sedikit makna yang agak unik atau boleh dibilang agak istimewa bagi penulis. Lumayan konyol (atau gimana, gitu?). Terlebih setelah penulis menjelajah dunia maya ini, ada sedikit yang terasa berbeda dari sebelumnya. Mungkin inilah yang dikatakan jalan atau mungkin pepatah yang mengatakan ‘tidak satu jalan ke Roma’ sangat tepat bagi penulis.
Ya, layaknya secangkir kopi saja kedengarannya, gak ada efek romantis yang terkandung di sana, juga tidak menarik mungkin untuk didengar. Namun, penulis merasakan cinta yang tak pernah diundang itu layaknya secangkir kopi yang dipandang dari sudut pandang positif berikut pertimbangan yang matang. Sebab, penulis menganggap secangkir kopi (bukan untuk ukuran warkop atau cafe: dipesan, dinikmati, dibayar, lantas ditinggal bekasnya) tapi secangkir kopi yang dimaksud di sini adalah secangkir kopi yang dijadikan teman sejati untuk menemani begadang sambil nonton pertandingan sepak bola kelas Eropa, misalnya.
Benar. Memang diakui, secangkir kopi , yang lebih dari separuh penghuni bumi menggemarinya dan sebagai bukti di manapun anda berada pasti gak susah nyari tempat ngopi atau warkop. Semua orang tau kalau kopi berwarna hitam yang nota benenya sering dijadikan sebagai lambang kesesatan, (kita ambil sebuah contoh yang mudah dipahami ‘ilmu hitam’, mendengarnya saja sudah membuat bulu roma merinding. Ih, sereeeem, deh!!!) dan kenyataannya demikian , ilmu hitam merupakan sebuah kesesatan yang nyata yang sering digunakan untuk hal-hal yang ‘instan’. Kenapa? Jawabannya gak perlu dipikir-pikir, karena tidak lain dari hasilnya yang akurat, singkat, tepat, terpercaya, dan langsung menuju sasaran.
Tapi berbeda dengan secangkir kopi, dia menyimpan sebuah kenikmatan yang tak bisa diekspresikan dengan wajah dan tak bisa di ceritakan dengan rangkaian kata-kata indah. ‘Tak ternilai harganya...’ itu potongan syair lagu Blackout yang berjudul ‘Join Kopi’. Kenikmatan itu hanya bisa menjadi rahasia pribadi dengan berbagai versi. Tidak berlebihan mungkin, jika dikatakan lebih separoh penghuni bumi rela mengutamakan secangkir kopi di pagi hari daripada makanan pokok yang mengenyangkan dan menyehatkan. Padahal mereka tau kopi membuat selera makan dan selera tidur menjadi tertunda dan masih banyak sisi negatif yang ditimbulkan kopi.
Bukan sekedar opini belaka, lebih dari 75% (hasil survey di lapangan oleh sebuah megazine terkemuka di London dan persentase ini belum mencakup pada pecandu yang hanya sekedar ikut-ikutan jadi pecandu kopi, persentase tersebut paling tidak telah memiliki alasan tersendiri untuk menyukai kopi). Dari hal ini, terbukti kalau para pecandu kopi tidak perlu membuka mata untuk menilai kopi dari sisi luarnya. Mereka akan segera meneguknya dan terbuktilah kalau kopi bukanlah seperti warnanya yang hitam , sungguh terlalu menakutkan. Padahal, penulis dan sebahagian penduduk bumi lainnya sangat menyukai keindahan. Tapi kopi tetaplah kopi dengan warna hitamnya. Anehnya, dengan menikmati minimal secangkir kopi setiap hari, seolah ada yang terpenuhi dengan sendirinya.
Demikian halnya dengan cinta yang banyak sedikitnya adalah penghancur perbedaan yang tak perlu mau tau siapa yang mesti dipilih oleh mata dan dirasakan oleh hati. Dalam hakikat cinta, kopi menggambarkan sebuah cinta sejati yang benar-benar tulus, sebab cinta adalah ‘sebuah kepatuhan tanpa tanya’. Bagi penulis, apabila cinta terlahir , penampilan seseorang tak perlu ikut campur dalam hal perasaan tersebut, meskipun cinta kerap terlahir dari penampilan. Namun yang lebih banyak dan pantas mendominasinya itu adalah perasaan cinta itu sendiri dengan ketulusannya yang benar-benar tulus dari sebongkah hati kita terhadap cinta. Menurut orang bijak, ‘Mencintai itu berarti meletakkan kebahagiaan kita pada pasangan kita’. Agaknya, pendapat ini bukan sebatas susunan huruf menjadi kata, susunan kata menjadi kalimat yang bermakna. Lebih dari itu, cinta merupakan kerelaan menghadapi resiko yang akan dilalui dan siapa pun orang yang kita cintai adalah orang yang berharga dalam hidup kita, mungkin melebihi berharganya nyawa yang kita miliki.
Demikianlah cinta, semua orang akan merasakannya. Perihal arti cinta, seseorang tidak akan bisa memberi defenisi khusus pada orang lain karena bermacamnya versi dan pandangan banyak orang tentang ini. Cinta baru didefinisikan setelah orang tersebut merasakannya, ini karena cinta adalah benda abstrak yang relevan.
Terluka karena cinta? Sepertinya bukan hal baru lagi dan ini juga cukup membuat seseorang bisa menjadi lemah namun setelah kembali merasakan cinta, jarang orang mengenang masa sakit karena cinta itu (ah, yang lalu biar berlalu...), sehingga membuat seseorang termotivasi kembali untuk merasakannya. ‘Siapa Takut Jatuh Cinta’ agaknya paradigma inilah yang selalu memotivasi banyak orang untuk terus menerus ingin merasakan cinta. Bahkan, cinta tak perlu lagi dikenalkan kepada anak kecil, karena di televisi cinta menjadi menu utama yang belum tergantikan dengan apapun.
Para pemain cinta? Sepertinya tidak ada yang perlu ditakuti dari situ, sebab para pemain cinta itu toh ingin merasakan cinta dengan porsi yang lebih dan kehausan akan cinta itu telah membuktikan cinta adalah sesuatu yang tidak nyata namun dijadikan nyata oleh banyak orang.
Di sini terbukti, sebuah syair pujangga besar asal Libanon, penganut Kristen Monerat yang ingin mempersatukan bulan sabit dan bintang dengan salib di hadapan Allah dan impian itu tak pernah tercapai hingga nafasnya lepas dari jasadnya di Amerika Serikat namun tetap memilih Lebanon, tanah kelahirannya, sebagai tempat peristirahatannya yang terakhir – sedikit mampu membawa kita untuk memahami cinta sedikit lebih dalam.
...
Apabila cinta memanggilmu, ikutlah dengannya, meski jalan yang kalian tempuh terjal dan berliku.
Cinta takkan memberikan apa-apa pada kalian, kecuali keseluruhan darinya. Cinta takkan mengambil apa-apa dari kalian, kecuali dari dirinya sendiri. Cinta takkan dimiliki dan memiliki, karena cinta telah cukup untuk cinta.
Dan janganlah kalian mengira bahwa kalian dapat menentukan arah cinta, karena cinta, apabila telah menjatuhkan pilihan pada kalian, dialah yang akan menentukan perjalanan hidup kalian.
Cinta tak punya hasrat, selain mewujudkan maknanya sendiri.
Namun, jika kalian mencintai dengan berbagai hasrat, maka wujudkanlah dia demikian. Meluluhkan diri, mengalir bagai anak sungai, menyanyikan lagu persembahan malam. Mengenali kepedihan dari kemesraan yang paling dalam, merasakan luka akibat dari pengertiannya sendiri tentang cinta. Dan meneteskan darah dengan suka cita dan kerelaan.”
......................................................................................( Khalil Gibran, Tentang Cinta Sejati)
Dengan syair di atas, maka yakinlah kita dengan cinta, bahwa cinta adalah sebuah pengharapan yang takkan bisa tergantikan oleh nafas yang diberikan Tuhan. Andai seluruh penduduk bumi ini menyerupakan hakikat secangkir kopi dengan hakikat cinta sejati (tak kenal harta, penampilan, dan segala perbedaan) maka tak ada air mata yang menetes lagi, darah pun tak akan mengalir dengan sia-sia. Tak ada lagi istilah ‘Don’t love, don’t cry’ yang tinggal “Don’t love, don’t happy’.
Sastrawan Inggris, W. Somershat Maugham berpendapat: ‘tragedi hidup yang terbesar adalah bukan binasanya manusia melainkan hilangnya rasa cinta pada diri manusia’. Dan Plato, filsuf Yunani mengatakan ‘Orang yang terus menerus mencari kebahagiaan tidak akan menemukannya, kebahagiaan diciptakan bukan dicari’
...
cinta memang abadi
sesungguhnya kita tak pernah benar-benar kehilangan
seseorang yang pernah kita cintai
apapun yang memisahkan kita
jarak, hubungan yang kering atau bahkan kematian
cinta yang kita rasakan dan jiwa yang kita temui
lewat cinta itu
akan selamanya berada di hati kita
semua orang yang kita cintai membuat kita berubah
perubahan yang terjadi karena mencintai merekalah yang membuatnya
merekalah yang membuatnya
merekalah yang selalu bersama kita
sedang hubungan bisa berakhir
tapi cinta itu abadi
kita takkan pernah kehilangan orang-orang yang kita cintai
karena cinta memang abadi
......................................................................................(Ar. Zainal Sihaloho, Kembara Cinta)
...
aku ingin mengisi relung dalam mimpi-mimpimu
seperti kau yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi indahku
aku akan datang dan menyapamu ramah
dan mungkin kau akan tersenyum menyapaku ramah pula
aku tau tak mudah untuk memiliki cintamu
dan mematrikan cinta di antara kita
aku tau tak mudah menjadikan diriku begitu berarti bagimu
dan mendekapmu sebagai kekasih
aku tau tak mudah untuk menentu segala sikapmu
yang selalu mencoba menghindar dari ku
mungkin ini hanya angan
mungkin ini hanya mimpi
tapi lebih baik aku hidup dengan memandangmu dari kejauhan
mengikuti setiap langkahmu
mengetahui siapa saja laki-laki yang dekat denganmu
daripada mati tanpa cinta dalam kehampaan
kau adalah bidadariku, tidakkah kau sadari itu?
akulah yang akan selalu ada saat kau berpaling dari dunia
akulah yang akan selalu menyayangimu
kau adalah bidadariku
sedang aku hanya berdiri di belakang tembok besar
sambil memperhatikanmu bahagia
dan menikmati khayal-khayal yang tak berarti ini jika tanpa mu
jangan hiraukan aku
tak perlu jengah
tak perlu resah
aku ada mungkin hanya untukmu
walau bukan untuk memilikimu
................................................................(Ar. Zainal Sihaloho, Bidadariku dalam Kesunyian)
...
Sayang!!!!!
kutulis namamu di atas pasir pantai...
tapi gelombang menghapusnya.
kutulis namamu di atas langit angkasa...
tapi angin meniupnya pergi.
kutulis namamu di atas angan khayal...
tapi kenyataan membuatnya buram.
kutulis namamu di atas syair cinta...
namun musim membuatnya lapuk.
lalu kutulis di atas awan...
tapi cuaca membawanya menghilang.
sehingga kutulis dalam hati...
karena kuingin di situlah namamu bertahta...
tapi mungkinkah kau memahaminya.
Selamanya!!!!!
.................................................................................(Ar. Zainal Sihaloho, Reinkarnasi Cinta)
Andam Dewi.
Rabu, 3 September 2007
Pukul 12.55 WIB
Tulis komentar baru