Skip to Content

HATIKU NYUNGSEP DI COMBERAN (LIMA)

Foto Oesman

Mbok Sinem tak kepingin menepis atau menangkis. Si mbok sengaja tak mau mau menggubris. Bukan tak ingin. Tapi,si mbok Sinem kuatir mereka tahu si mbok telah berbohong. Bukankah repot kalau malah ketahuan? Si mbok Sinem juga tak hendak berbasa basi, dengan berpura pura mencegah teman teman den Bondan pergi agar mereka tidak merasa kecewa. Mbok Sinem yang tahu mereka kecewa, tak menyoal anak anak muda itu pergi tanpa bilang. Padahal, saat datang mereka mengucap salam.

Si mbok Sinem baru beranjak ke dalam rumah setelah mereka masuk ke mobil dan sejenak kemudian sudah hilang dari pandang

Mbok Sinem segera masuk untuk melaporkan keberhasilan misinya.

Bondan tak bisa menahan tawa.

Melihat anak majikannya terbahak bahak, tentu saja si Mbok Sinem jadi senang. Cuma, mbok Sinem tidak kepingin ikut terbahak. Serasa tak pantas jika mbok Sinem memanfaatkan situasi untuk ikut ikutan ngakak. Tapi senyum si mbok Sinem tak juga hilang.

“Den,si mbok mau pamit ke dapur dulu, den “

“Astaghfirullah Hal Adziem. Sorri, yaa, mbok. Saya jadi lupa sama si mbok. Oh iya, terima kasih yaa mbok,” Bondan yang tersadar merasa tidak enak sama si mbok.

Tentu lebih tak enak enak jika malah lupa memberi bonus.

Bondan merogoh dompet. Senyum mbok Sinem kian sumringah saat tujuh lembar ratusan ribu disodorkan ke arahnya.

“ Besok saya tambahin, supaya jadi genap sejuta “

“ Segini aja lebih dari cukup, den “

“ Pokoknya, besok harus saya tambah. Kalau saya lupa, si mbok harus ingetin saya. Oke ?”

“ Trima kasih, den. Terima kasih “

 

Saking senangnya, Mbok Sinem jadi terharu. Bagaimana tidak, jika tugasnya yang sedemikian ringan, dibayar kontan dengan tujuh lembar ratusan ribu dan Bondan berjanji akan menggenapkannya jadi sejuta.

Bondan begitu sulit melupakan hari itu. Hari yang menurutnya sangat bersejarah. Hari di mana ia jadi bisa menilai, siapa dan bagaimana rekan-rekannya. Kalau saja ia tidak mengalami, Bondan yakin, suatu saat dirinya bisa celaka. Jika Bondan tak punya tekad yang kuat untuk mengubah kebiasaan buruknya dengan sengaja melupakan kawan-kawan yang selama ini dianggap kawan--tapi sebenarnya bukan kawan, boleh jadi, Bondan masih berada dan tetap bersama Marbun cs

Tetap di kehidupan yang sekilas begitu indah dan mengasyikkan, tapi sebenarnya mencelakakan

Di lintas kehidupan yang sepanjang malam kelayapan, mabuk mabukan, menikmati kehangatan memeluk dan dipeluk para abg dan tak kenal berhenti menyeruak malam, ternyata hanya geliat tak terkendali dari jiwa yang kekeringan perhatian dan kasih sayang.

Toh, ujungnya tetap hampa. Tetap tak mendapatkan apapun, selain lelah dan lelah.

Kalau pun ada nikmat, hampa manfaat. Kalau pun ada kepuasaan, hanya seketika dan yang kemudian kembali dirasakan tak lebih dari hampa. Sama sekali tak bermakna. Buahnya bukan kebahagiaan hakiki. Tapi kebahagiaan semu. Kebahagiaan yang di dalamnya sama sekali tak melekat hakekat. Ujungnya, sia sia.

Kesia-siaan yang jika berulang dan terus berulang dan tanpa berusaha menghalang, ketika semakin meluas boleh jadi hanya membuat diri terhempas.

Bondan tak cuma ingin menjauhi kebiasaan buruknya. Bondan yakin, dirinya bisa melupakan semua yang pernah disentuh dan dirasakan. Bondan tak ingin sampai ke titik sesal tak berguna. Kalau akhirnya ia merasa menyesal, karena dirinya merasa masih sangat berguna. Bukan berarti Bondan merasa telah benar-benar berhasil menyelesaikan masalahnya.

Ia baru bisa membebaskan diri dari ruang pergaulan yang sama sekali tak tertata. Belum bebas dari berbagai ruang yang siap mencengkram siapa saja termasuk dirinya

Bondan sadar, masalah yang dihadapinya sangat berat. Lebih berat dari para pejuang Pa lestina, yang kalau pun mereka harus berperang, sangat mengerti dan paham untuk apa mengorbankan harta dan nyawa. Lebih berat dari beban yang dipikul oleh Presiden dan para menterinya, yang kalau pun menyatakan siap berjuang untuk mensejahhterakan rakyat, dan bukan untuk mensejahterakan kelompok dan pribadinya.

Berjuang agar mengenal dan memahami diri sendiri, suangguh jauh lebih berat dari perang itu sendiri. Sebab, perang di medan lagi tahu siapa musuh dan apa target yang akan dicapai. Sedangkan Bondan, sama sekali belum paham siapa musuh yang sebenarnya dan bagaimana cara dirinya memenangkan pertarungan

“ Tuhan…jika hamba tak sanggup mengubah prilaku buruk, hamba serahkan dan hamba pasrahkan segalanya hanya kepadaMu. Jika hamba sanggup, berikanlah kemudahan agar hamba selalu bisa melihat jalan kebaikan itu semakin terang benderang. Sehingga, langkah hamba hanya mengarah ke jalanMU. Hamba ingin berubah. Tuhanku…Beri hamba kemamuan yang penuh dan menyeluruh“

Bersambung........

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler