Skip to Content

AIR MATA DI GEDUNG NASIONAL (5)

Foto Hakimi Sarlan Rasyid

Kelas selesai. Aku bergegas pulang. Tujuanku Gedung Nasional. Aku berharap Nur ada disana. Setengah perjalanan baru aku ingat. Masih jauh ke waktu buka perpustakaan. Jadi aku langsung pulang saja. Kuselesaikan dulu 2 pe-er untuk besok sambil menanak nasi dan menumis kangkung. Dan setelah selesai semua aku berangkat ke perpustakaan.

Seperti kemarin, Kamal belum datang. Aku menunggu di teras gedung. Tak ada bangku tak ada kursi untuk duduk. Agar tidak bosan aku bulak balik melangkah, bersandar ke tiang, ya pokoknya apa saja yang bisa dilakukan agar tidak bosan. Dan Nur seutuhnya tidak lepas dari ingatanku. Ketika mencuci beras, menakar air tanak agar nasinya sedang, tidak lembek juga tidak mentah, Nur ada dalam pandangan hatiku. Ketika menumis, di desis minyak panas ditimpa bumbu tumis banyak terasi, ah …wangi terasinya terisi ingatanku pada Nur. Ketika nasi ku tuang ke piring kaleng memakai centong batok kelapa, pada uap nasi panas ada Nur dengan pita merahnya. Dan pada suap-suapku aku serasa memanggil mengajaknya makan. Nur .. oh… Nurhayati.

Kamal datang. Ia senyum padaku. Ia agak mengernyitkan kening ketika dia berkata, “Ki ya baru mari ya minjem buku. Ari ni lah nek minjem agi’ … lah dibace lum, Kim.”

“Lum Bang, …” jawabku. Dan memang buku itu belum kubaca.

“Terus ki nek ngapa ..’ Kamal bertanya lagi.

“Ku nek … e… e .. ku nek … ketemu Nur, Nur ape name e Bang”, jawabku sekaligus bertanya.

“O, anak perempuan yang kemarin?”

“Ya, Nur apa namanya?”

“Namanya Nurhayati” jawab Kamal.

Nurhayati .. Nurhayati .. bisikku. Terkenang aku kepada Hayati dan Zainuddin. Hayati menolak Zainudin karena sudah dijodohkan dengan orang lain. Ketika Zainudin sengaja dari Makasar datang pe Padang, jemari Hayati sudah berinai. Zainudin sangat teriris hatinya.

“He, kau melamun ya. Tuh, Nur datang ….”

Aku terkejut. Lebih terkejut lagi ketika aku menengok kearah yang ditunjuk oleh Kamal. Ah, benar saja. Nur datang. Masih berbaju merah. Alangkah cantiknya Nur dalam pandanganku. Lewat di depanku Nur menunduk tapi melirikku dengan sedikit senyum.

Hatiku dag dig dug. Aku tak sempat membalas senyumnya karena ia segera masuk ke ruang perpustakaan. Aku mengikutinya. Di depan meja Kamal dia berdiri. Kedua telapak tangannya menekan meja sehingga pundaknya terlihat agak naik. Ah, indah sekali.

“Bang, aku kembalikan dua buku ini, aku simpan di rak ya,” katanya

.

“Ya … sesuaikan abjad penyimpanannya Nur,” Kamal menjawab.

“Boleh aku membantu Nur?” kataku spontan.

Nur tidak menjawab. Dia memandangku. Aku memandangnya. Kami saling pandang. Kami berpandangan. Tanpa bicara Nur menyerahkan buku yang sedang dipegangnya kepadaku lalu dengan cepat Nur membalikkan badannya. Kembali melangkah ke meja Kamal.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler