Skip to Content

Auraku, Darah Perawanku

Foto Adri Wahyono

Apa yang akan kau rasakan ketika sebagai bunga kau kau telah beranjak layu, tapi…kau belum juga dipetik ? situasi yang bagus menurutmu ?

Itulah aku…bunga yang perlahan mulai layu, yang sebentar lagi barangkali juga akan mulai terkelupas, dan berjatuhan dari kelopaknya. Hari-hariku seakan sama layunya dengan diriku sebagai bunga. Bunga yang telah berumur tiga puluh sembilan tahun.

Hampir tak pernah aku melihat matahari…

Pagi, saat matahari masih bermalas-malasan dengan barangkali secangkir kopi yang menahannya untuk beranjak, aku sudah duduk di atas jok kusam bus jemputan yang akan mengantarkanku pada gerutuan, dan omelan mandor di pabrik. Melemparkan padaku dengan tanpa memikirkan perasaanku kecuali perasaannya sendiri, setumpuk kain yang harus aku jahit.

Dan ketika bus itu membawaku kembali, matahari telah lelap lagi. Meninggalkan tangisan jengkerik dan binatang malam yang menyayat-nyayat. Membawaku kembali pada laju waktu yang lambat penuh ketidak pastian. Apakah Tuhan menuliskan bahwa dalam sandiwara hidupku, ada saat dimana aku bertemu dengan seseorang, yang akan memberi padaku barangkali sesuatu, yang dinamakan kebahagiaan ? membawaku pergi dari kesunyian ini ?

Atau…Dia memang tak menuliskannya sama sekali ?

Berprasangka pada-Nya adalah dosa, aku tahu itu. Tapi dalam keputus-asaan ini, hati kecilku seringkali menggodaku untuk berteriak-teriak menanyakan keadilan-Nya. Apa yang sebenarnya terjadi denganku, apa salahku. Aku bukan satu-satunya yang tak pernah melihat matahari, dan barangkali juga bukan satu-satunya perempuan yang hampir tak pernah bertemu laki-laki, seperti teman-temanku itu.

Tapi, “ Aku mau menikah Mbak, doakan ya ?”

Satu persatu mereka tiba pada waktu, dimana mereka akan merasakan saat-saat sempurnanya hidup. Kapan penantianku ini akan tiba pada ujungnya, sementara laju waktu telah mengguratkan kerut-kerut diwajahku, bercak-bercak kehitaman yang mulai menjamur…

Belum lagi pertanyaan Simbok, saat aku sungkem padanya di Hari Raya, saat aku diberi kesempatan untuk bebas dari kata-kata kasar mandor buat beberapa hari, untuk melihat kampung kusamku nan sunyi.

“ Kapan kowe arep rabi, Ndhuk ?”

----------------

“ Aura Neng harus dibuka…” kata laki-laki yang telah beranjak tua itu. Seseorang yang seperti dikatakan Lasmi bisa menolong seseorang yang “berat jodoh”, tak peduli laki-laki atau perempuan, seseorang yang Lasmi memanggilnya Abah.

Aura ? aku pernah mendengar kata itu, tapi entah apa artinya. Setahuku itu yang tertulis dalam sebuah tabloid.

Apakah setelah dibuka, aku akan terlihat begitu ? kemudian tiba-tiba seorang laki-laki dengan serta merta “datang” padaku ? begitukah maksudnya ? tentu saja aku ingin itu. Tapi apakah laki-laki tua itu benar-benar bisa membuatnya demikian, tahu apa yang dituliskan Tuhan dalam skenarionya untukku ?

Aku dan Lasmi saling berpandangan. Dia menganggukkan kepalanya padaku, ia berusaha meyakinkanku sekali lagi, setelah berulangkali ia mencoba meyakinkanku, untuk “berikhtiar”, setiap kali aku dan dia menikmati makan siang bersama di pabrik.

Aku harus datang lagi padanya, pada waktu yang laki-laki tua itu tentukan. Dia akan memulai untuk membuka auraku, dan aku terpaksa harus datang lagi sendiri, Lasmi hampir tak pernah punya cukup waktu. Sama seperti aku, hampir seluruh waktu dia habiskan untuk jahitan-jahitan di pabrik yang tak pernah habis. Setelah itu dia memberikan sisanya untuk suami dan anak-anaknya.

-------------

Laki-laki tua itu memejamkan matanya untuk beberapa lamanya. Melafalkan sesuatu yang tak kumengerti. Kini aku tak harus diyakinkan lagi oleh Lasmi, aku telah menanam harapan pada “ikhtiarku” ini. Harapan akan segera terbukanya auraku, membawaku pada tibanya waktu setelah penantian panjangku.

“ Mari…” laki-laki tua itu menyingkap korden kumal yang menutupi ambang pintu menuju ke dalam. Entah itu mempersilakan atau menyuruhku. Yang bisa kutangkap dan kumengerti maksudnya adalah, aku harus masuk melalui ambang pintu yang tertutup kain korden itu.

Sebuah kamar, dengan sebuah dipan dan kasur yang terbungkus sprei yang tak bagus coraknya, dan warnanya juga pudar, tapi bersih. Aroma kembang tercium lebih tajam dikamar ini daripada di ruang depan itu. Mungkin agar aku segera memancarkan aroma seperti kembang ini dan aura yang akan segera terbuka membawaku pada….

Sebuah wadah air, sepertinya terbuat dari semacam kuningan atau perunggu. Aku sering melihat itu di upacara pengantin yang sedang dipertemukan. Berisi air kembang yang digunakan oleh pengantin wanita untuk menyiramkannya di kaki pengantin pria, sebagai sebuah simbol pengabdian dan cinta kasih istri pada suami.

Aku berharap sekali segera akan melakukan itu nanti. Entah kaki siapa yang akan kusiram dengan air kembang.

Laki-laki tua itu memberikan padaku selembar kain, “ Lepas pakaian Neng, pakai kain ini…saya akan memandikan Neng !”

Ada rasa khawatir luar biasa yang seketika membayang. Aku harus melepas pakaianku ? aku merasa sangat keberatan, tapi bagaimana aku menolaknya ? aku….

Nggak apa-apa Neng !”

Aku kemudian menurut saja, dan entah kenapa, membuka pakaianku satu persatu dengan laki-laki tua itu melihatku. Segera kemudian kupakai kain itu untuk membalut tubuhku.

“ Duduklah…” laki-laki tua itu mengangsurkan sebuah dingklik, dan aku disuruhnya untuk duduk.

Sesaat kemudian dimulailah ritual membuka aura itu. Aku dimandikan dengan air kembang yang harum semerbak. Satu, dua…tiga siraman, dan laki-laki tua itu terus komat-kamit melafalkan entah apa.

Benar…aku tak tahu apa yang terjadi. Hanya rasa yang ringan dalam segenap pikiran dan perasaanku. Ya, benar-benar tanpa beban, setelah siraman demi siraman air kembang itu. Ya Tuhan, apakah setelah ini akan kau berikan semua yang telah lama aku nanti-nantikan ?

“ Berbaringlah…!” kata laki-laki tua itu dengan pelan dan membimbingku…untuk berbaring di tempat tidur itu.

Dan aku menurut…!

----------------

Tiga bulan sudah sejak auraku “dibuka” laki-laki tua itu…

Aku masih sulit untuk memahami, ia membuka auraku, atau memperdayai bunga layu yang tak berdaya. Yang aku tahu, ia membuka auraku…dengan membedah darah perawanku !

Apakah hanya itu satu-satunya cara ?  Apa dayaku ? apakah memang hanya ini pilihan yang diberikan Tuhan padaku. Setidaknya aku berusaha agar aku bisa bersyukur, dan bukan menghujat. Tapi inikah yang Kau ingin aku mensyukurinya Tuhan ? Apakah hanya ini skenario-Mu ? menuntunku pada laki-laki tua itu ? untuk diperdayai demikian ?

Rasanya seperti dibelenggu putus asa dan ingin mati jika ku ingat kata-kata laki-laki tua itu, sesaat setelah dia mereguk madu bunga layu ini,

“ Setelah ini, akan ada seorang laki-laki yang akan menjadi jodoh Neng…”

Ringan sekali dia bicara, seakan tanpa dosa…!

Dia juga mengatakan harus menikahiku dulu secara siri, setelah tiga bulan, maka aku akan diceraikannya…

“ Insya Allah, setelah itu…jodoh Neng akan datang ! percayalah pada Allah !”

Menunggu seseorang datang pada bunga layu yang telah mengandung janin ? rasanya seperti ingin membunuhnya mendengar ia mengucap kalimat itu dengan seakan tanpa beban. Ia telah tertawa-tawa dan menari-nari diatas ketidakberdayaanku.

“ Saya telah hamil Abah…”

-------------

Bukan aku kemudian diceraikannya, tapi ia mengatakan sesuatu yang jauh lebih mengejutkan daripada cara ia membuka auraku.

“ Abah tidak jadi menceraikan Neng…!” tuturnya.

Tak sepatah pun kata yang bisa kujadikan sebagai jawaban, dan aku tak tahu mesti bersikap seperti apa. Tak ada lagi daya yang aku punya. Aku merasa setelah auraku dibukanya, membuatku sampai pada saat dimana aku tak lagi punya pilihan. Janinku telah tumbuh.

“ Abah mencintai Neng…dan Abah tak ingin anak itu lahir tanpa seorang Bapak !”

Apapun…entah itu hanya sebuah alasan yang telah dirancangnya, ataukah ini memang takdir, dia telah membuatku tak punya pilihan. Itulah laki-laki yang akhirnya datang padaku. Seorang laki-laki tua yang datang dengan lebih dulu memperdayaiku…

Aku hanya tinggal memiliki satu harapan tersisa. Kelak…anak ini jauh lebih beruntung dari pada Ibunya…

“ Saya tak punya pilihan Abah…”

 

Magelang, Juni 2012

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler