Skip to Content

--= Bab X =--

Foto ainin najib

Di kala siang, di teriknya matahari yang tak pernah lelah menerangi hari. Di kala malam, di terangnya sang rembulan yang tak ada hentinya menemani. Detik demi detik terurai, tercerai berai, menyusun datangnya menit. Menit pun berlalu seperti hembusan angin malam yang tak terlihat tapi terasakan cepat membumbung dalam hitungan jam. Entah sudah berapa banyak jam yg tersusun rapi, mulai diri ini berwujud angin yg baru ditiupkan oleh Sang Pemilik, hingga kini diri ini yg telah berwujud tumpukan sel yg tersusun dgn begitu rapihnya ini. Mungkin berjuta-juta waktu untuk menempuh ini dengan angan-angan. Tak dapat ku jelaskan secara terperinci, karena aku takut waktu ini terisi hal yang sia-sia.

Dulu aku tak mengerti siapa aku. Aku hanya habiskan waktuku dalam timangan sang pengeran katon, belaian kasih dan untaian sayang yang mengalir bagaikan air terjun yg jatuh dari tebing yang sangat tinggi. Kini mereka sudah berada dalam pelukan Sang Peniup angin, yg oleh-Nya mereka bahagia. Dalam nama bertempat kedamaian yg hakiki. Aku ingin menyusulnya, tapi Sang Dalang memainkan diri ini dalam lakon yg penuh kesemuan yg tersirat dalam tingkah bertuliskan laku. Aku bagaikan seutas benang hitam yg ditarik dengan jarum, untuk menyambung karma yg masih tertulis jelas dalam papan kenyataan. Aku tak berbuat apa-apa, Dalanglah yg berbuat. Apakah aku bisa melawan? Kalian pasti tahu jawaban yg benar dari-Nya.

Semoga Dia memberi jalan untuk memberi ruang dalam sel otakku, agar aku bisa mengerti akan apa yg tersampaikan dalam perjalanan waktuku yg penuh dengan misteri ini.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler