Skip to Content

Bukumu, Kisah Laluku

Foto Yudho

Tak sengaja kutemukan sesuatu dari laci terbawah lemari kayuku yang sudah usang, sebuah buku... ya sebuah buku yang mengingatkanku akan dirimu. Di dalam buku terdapat beberapa lembar catatan kecil tentangmu. Pikiranku menerawang memikirkan gerangan dimana kau sekarang. Kuingat buku itu dulu adalah milikmu yang kau pinjamkan namun tidak pernah kukembalikan lagi, ya karena saat itu akhirnya kau memberikannya padaku, sebagai hadiah katamu.

Seolah masih segar dalam ingatanku saat pertama kau sapa diriku saat hujan rintik di seberang terminal dekat rumahmu... "bang, ojek ya bang...?". Setengah kaget ku berpaling, namun kujawab..."iya mba, tapi lagi neduh nih, ujan....", dalam hati aku geli, siapa yang tukang ojek, pikirku. Namun kau malah memaksa " ya udah bang anter saya dulu deh, deket tuh ke gang dua doang.... ya bang?". Timbang punya timbang, kupikir tak ada ruginya, lagipula kapan lagi disangka tukang ojek oleh penumpang semanis dirimu. Saat tiba dirumahmu dan kau hendak membayar, ku menolaknya dan kaupun bingung, lalu kujelaskan bahwa aku bukan tukang ojek, cuma kebetulan sedang berteduh dekat terminal. Antara kecewa dan malu kaupun mengucapkan terima kasih dan berlalu, masuk ke rumahmu. Ya.. kecewa karena ternyata aku bukan tukang ojek, dan malu karena telah memaksa aku untuk mengantar ke rumahmu, mungkin kurang lebih seperti itulah kejadian awal perkenalan kita waktu itu.

Semenjak perkenalan itu, setiap hari kusengaja sepulang dari kampus kusempatkan singgah di dekat terminal dan berharap dapat bertemu lagi denganmu, dan ternyata memang kita selalu bertemu, namun kau tidak pernah lagi memintaku untuk mengantar pulang, karena kau sudah tahu dan yakin aku bukan tukang ojek disitu, malah kadang kau melihat ke arahku pun tidak, apalagi menegurku. Mungkin aku keterlaluan dan terlalu banyak nonton film atau baca cerita romantis, yang baru sekali bertemu langsung jatuh cinta, tapi adalah suatu kenyataan bahwa setelah menjadi "ojek" untukmu aku memang sering berharap untuk dapat bertemu denganmu lagi disitu. Kebiasaan untuk singgah disitu selalu kuulangi setiap hari, walau tak pernah sekalipun kita bicara atau ngobrol, apalagi kau mau kuantar, tapi itu tidak menyurutkanku untuk singgah setiap pulang kuliah. Hari berganti hari, minggu berganti minggu aku tetap sempatkan untuk mampir disitu....hingga libur semester tiba, aku tak lagi bisa mampir ke tempat itu karena teman teman dari kampusku mengadakan suatu perjalanan liburan, aku pergi mendaki gunung bersama mereka ke beberapa tempat, hingga perlahan aku sudah tak memikirkan persinggahanku di dekat terminal itu.

Awal semester baru telah mulai dan seperti biasa aku pulang lewat terminal, namun saat itu tak ada niatku untuk berhenti atau singgah seperti sebelum liburan kuliah dulu. Satu dua minggu kulewati hari hariku seperti biasa, namun pada satu saat sore hari dan hujan gerimis aku lewat terminal itu, ada keinginanku untuk sekedar berteduh lagi disitu, tapi setelah kupikir buat apa, dan lagi, belum tentu kau masih ada dan selalu lewat jalan itu seperti dulu, karena aku sendiri tak tahu kau ini kerja, kuliah atau apa saat itu. Akhirnya kuurungkan niatku untuk berteduh disana, tak berguna, pikirku dalam hati. Keesokan harinya sore hari ku lewati terminal lagi, namun ada yang aneh hari itu, aku tiba tiba ingin singgah ditempat kita bertemu dulu, padahal saaat itu tidak hujan, buat apa aku berteduh?, namun karena keinginanku kali ini begitu kuat maka kuputuskan mengikutinya, walaupun sejujurnya saat itu aku tak terlalu berharap dapat bertemu denganmu. Namun sungguh tak disangka, sementara aku sendir tak berharap tuk bertemu, ketika ku tiba di tempat itu justru kulihat ada dirimu. Kuparkir motorku di tempat biasa, dan kuhampiri warung biasa kusinggahi, dari tempat kau berdiri dan warung tempatku itu tak lebih dari tiga meter, cukup dekat kan?, maka cukup jelaslah dirimu terlihat dari situ, kuperhatikan sejenak, tak ada yang berubah denganmu, sedikit perubahan mungkin hanya potongan rambutmu yang nampaknya baru. Aku bimbang apakah aku harus menegurmu atau kubiarkan saja, karena kulihat kau pun acuh tak acuh saja, tapi batinku mengatakan bahwa aku harus menegurmu, karena mau tak mau kita pernah bertemu dan bukan orang yang sama sekali tak kenal. Setelah menghabiskan seboltol minuman ringan, kuhampiri dirimu, dan kuberanikan diri menegurmu." baru pulang mba? tumben, biasanya langsung naik ojek".kataku berusaha memulai percakapan. Kau yang biasanya kaku, tak kuduga menjawab juga " iya, baru pulang nih, kamu juga tumben baru kesini lagi, pindah pangkalan "ojek"?". telingaku bagai kemasukan botol yang baru kuminum, apa aku tidak salah dengar? kau berkata tumben? berarti selama ini kaupun memperhatikan kedatanganku, dan saat aku tak pernah mampir lagi ternyata kau pun tahu? Dan ternyata setelah ngobrol kesana kemari, walaupun mungkin dengan agak malu, kaupun mengakuinya.

Mulai hari itulah setiap kedatanganku ke tempat itu kau menjadi ramah padaku, walau tetap saja kau diantar pulang oleh tukang ojek yang asli, bukan aku. Semenjak itu hari demi hari kurasakan lebih bersemangat, paling tidak lebih bersemangat untuk singgah ke dekat terminal. Dan selalu kau luangkan waktu lima atau sepuluh menit untuk sekedar berbincang denganku. Kunikmati sore hariku di dekat terminal dengan indah, walaupun aku kadang merasa aneh, sampai detik terakhir kita akan  berpisah, tak pernah sekalipun kau ijinkan aku untuk sekedar singgah dirumahmu, aku tak tahu kenapa, tapi setiap kutanya kau selalu berusaha mengalihkan percakapan, dan kita membicarakan yang lain.

Tiga bulan waktu berlalu, dan selalu kita bertemu disitu, kalaupun kita tak bertemu, kau atau aku selalu memberi kabar, baik lewat telepon atau sms, entah ada keperluan atau ada acara kampus atau apalah, oh ya... waktu itu karena kau merasa sudah cukup kenal denganku kau memberitahu bahwa kau adalah mahasiswi, hanya saja kita berbeda kampus. Dan suatu ketika ketika kau katakan kau ada buku bacaan yang katamu bagus dan menarik, buku yang kupegang sekarang, kau tawarkan aku untuk meminjam, maka kupinjamlah buku itu, namun esok harinya kau katakan bahwa tak usah ku kembalikan buku bacaan ini, karena kau memberikannya kepadaku, anggap saja hadiah, katamu waktu itu.

Kurang lebih satu minggu dari kau berikan buku itu, di suatu sore yang redup kau kabari aku melalui sms bahwa hari itu kau tidak akan kesitu, karena ada keperluan, akupun tak ambil pusing, maka hari itu kita tak bertemu. Esoknya, sore hari seperti biasa, sebelum aku tiba ditempat kita bertemu kukabari kau melalui hape mu, tapi tak dapat dihubungi, lantas kukirim sms padamu, ku katakan aku dalam perjalan kesana, tak ada info pesan terkirim apalagi balasan ke telepon genggamku, ah..mungkin baterainya habis, pikirku, dengan santai kuarahkan motorku ke tempat biasa. Disana seperti biasa orang orang ramai berlalu lalang, warung tempat kita biasa singgah pun cukup ramai, tak lama pemilik warung, yang memang sudah kenal denganku, menegurku ramah "baru pulang?..tumben sendiri si eneng mana"? kata ibu tua pemilik warung itu. "belum datang bu", jawabku singkat, ketak ketik tanganku diatas keypad hape ku sambil menunggu kau datang ku pesan minuman. Tunggu punya tunggu, sampai minumanku habis, kau belum terlihat juga, kucoba telpon, masih mailbox, kucoba lebih sabar menunggumu, hingga hari menjelang gelap tak ada tanda tanda bahwa kau akan datang, tumben, aneh, tak pernah ia seperti ini, kataku dalam hati. Akhirnya hari sudah benar-benar gelap kuputuskan bahwa kaau tidak akan datang. Setelah membayar minuman aku langsung pergi meninggalkan warung tersebut dengan sedikit kekecewaan.

Keesokan harinya kurasakan waktu begitu lambat, aku menunggu sore, aku ingin cepat cepat tiba di warung dekat terminal. Akhirnya waktu yang kutunggu tiba juga, Kupacu motorku ke arah terminal, aku tiba lebih cepat dari biasanya, seperti biasa kutunggu di warung ibu tua, kucoba hubungi lewat hape ku, namun sama seperti kemarin, tadi pagi, dan tadi siang, hape mu tak dapat dihubungi, dan dari sekian banyak sms ku pun tak ada yang terkirim, apalagi ada balasan. Jujur, saat itu aku benar-benar bingung dan gelisah. Ternyata sama dengan hari kemarin, hingga hari gelap kaupun tidak datang, tanpa kabar tanpa ada yang tahu. Dan yang lebih mencengangkan,satu waktu kuberanikan diri datang ke rumahmu untuk mencari kabar tentangmu. Kutanya pada orang di rumahmu, ternyata mereka adalah penghuni baru, tak tahu penghuni lama pindah kemana, dan mereka ternyata sudah tinggal disitu lebih dari tiga bulan, itu berarti saat kita bertemu setelah habis masa liburan itu, kaupun ternyata sudah tinggal disitu, tanpa ada sedikitpun penjelasan kepadaku.

Setiap hari dalam beberapa minggu terus kusinggahi warung itu, namun hal sama kudapatkan, kau tak pernah datang lagi.

Sejak saat itu aku tak pernah lagi berniat singgah di warung itu lagi, ku coba menghindari terminal itu. Walau ku tahu, saat itu hubungan kita dapat dikatakan belum ada apa apa, kau bukan pacarku akupun bukan pacarmu, tapi kenangan pertemuan kita dan kenangan pertemanan kita begitu indah, penuh canda tawa. Karena itulah pada saat awal kau menghilang, aku selalu berusaha menghindar untuk lewat jalan itu, kulalui jalan lain walaupun itu lebih jauh, karena melewati jalan itu sangatlah menyakitkanku.

Kini lebih dari setahun kejadian hilangmu dari hidupku, lukanya mungkin tak sesakit dulu lagi sewaktu baru berpisah, namun kenangan kita tetap kuingat, dan buku ini..... buku inilah sebagai kenang kenanganmu yang membuka kisah lalu itu. Dan pertanyaan hatikupun entah akan terjawab atau tidak, Ada apa denganmu? dan Dimana gerangan dirimu kini?

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler