Skip to Content

CATATAN 6

Foto Hakimi Sarlan Rasyid

 

 

 

 

CATATAN 6

 

Hampir semua anak kecil terasa (bukan kulihat atau kuanggap) sebagai cucuku atau cicitku. Karena rasa itu maka setiap melihat anak kecil aku selalu menyapa. Ucapan sapaku beragam. Kadang-kadang “hallo”, kadang-kadang “assalamu ‘alaykum”, kadang-kadang “hai”. Di belakang kata itu aku sambungkan kata “cantik” jika terlihat perempuan. Sebaliknya “ganteng” jika terlihat anak kecil itu lelaki.

 

Jika anak kecil itu dituntun oleh orang tuanya –seringnya ibu- tidak sulit membedakannya. Tapi kalau masih dipangku aku sering salah. Aku sebut ganteng ternyata sang ibu menjawab “aku cantik kakek bukan ganteng”. Atau sebaliknya kusebut ganteng ternyata cantik.

 

Sesekali aku sengaja “menyalahkan” sapaan. Aku tahu bayi yang dipangku itu perempuan karena di telinganya ada anting-anting. “Hallo Ganteng, assalamu’alaykum”. Ibunya sigap menjawab “aku cantik kakek”. “O ya… kamu sudah pakai anting-anting ya. Wah, kakek keliru”.

 

Suasana seperti itu sungguh sangat menyenangkan. Tapi pernah terjadi krodit. Kacau balau. Pernah. Aku ingat dua kali.

 

Peristiwanya di bank juga. Sang Ibu dan anak kecil diturunkan oleh bapaknya di depan sementara bapaknya memarkir mpbil. Aku menyapa. Yang terjadi adalah anak itu menjerit ketakutan.

 

Aku menjauh tapi anak itu tetap menangis. Entah apa aku dalam penglihatan anak itu. Yang jelas mereka bertiga pulang. Urusan di bank gagal.

 

Yang kedua anak kecil masih digendong. Tampaknya baru bisa berjalan. Kejadiannya di sebuah mal. Setelah aku menyapa anak itu menangis. Menangisnya seperti rasa sedih yang mendalam. Air matanya membasahi pipinya.

 

Bujukan ibunya tidak meredakan tangis.

 

Awalnya aku bingung tapi segera aku “ciluk ba” dengan anak kecil itu dan akhirnya tertawa.

Entah apa aku dalam penglihatan anak kecil itu. Mungkin tampak sebagai seseorang yang perlu dikasihani. Kalau ia sudah bisa ngomong mungkin ia ngomong kepada ibunya “Mamah, kasihan kakek ini, kasih uang seratus ribu”.

 

Ah, ternyata betul. Aku gagal membeli alat memasak alias rice”ceker” karena uangku kurang seratus ribu.

“Ayo Nek kita pulang. Bulan depan saja. Kita tunggu trf an dulu”.

 

202203071404 Kotabaru Karawang

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler