Skip to Content

CATATAN 7

Foto Hakimi Sarlan Rasyid

 

 

 

 

CATATAN 7

 

Jika ditimbang-timbang memakai rasa rasanya lebih banyaK teman perempuan yang percaya kepadaku, bahwa aku tidak akan “mengganggu” mereka.

 

Teman lelaki jika aku ngobrol dengan teman lelaki bahwa aku sangat menghormati perempuan hampir seratus persen mereka tidak percaya. Macam-macam komentar mereka. “Mane ade rang percaye kau Kim.” Kata Maaz, anak Riau. “Kau itu sudah dikenal tukang ganggu perempuan.” kata Effendi. Wah, pokoknya macam-macam. Aku tidak tahu alasan mereka berpendapat begitu. Memaang ada sih yang aku ganggu. Tapi aku tidak gegabah. Aku tidak akan mengganggu jika melihat tanda-tanda teman perempuanku akan berteriak. Itu artinya aku pandai menangkap tanda-tanda bahwa teman perempuanku senang jika aku mengganggunya.

 

Dari sepuluh teman perempuan paling banyak tiga yang aku ganggu. Aku sebut saja sepuluh nama teman perempuan yang masih ada dalam ingatanku. O ya, ini kisahku ketika aku masih disana.

 

YaS, Ha, CiZ, Ri, Ras, Mah, Rob, Lie, Tin, dan Sop. Sepuluh ‘kan? Nah dari yang sepuluh ini hanya tiga yang aku ganggu dengan lebih dulu menangkap sinyal oke. Mereka ialah Sop, Ri, dan Ras.

 

Bisa jadi diantara yang tiga ini, atau semuanya mereka membuka rahasia dan rahasia itu kemudian tidak menjadi rahasia lagi. Sudah menembus dunia wanita, menyeberang ke dunia lelaki. Kemudian teman lelaki menilaiku dengan sebutan aku “tukang” mangganggu perempuan. Aku hanya tertawa. Sama sekali tidak bangga.

 

Sop aku ganggu malam Minggu. Waktu libur panjang. Pacarnya yang orang Belitung pulang. Ke Manggar. Undangan lewat genggaman tangan ketika pulang sekolah sudah cukup untuk kujadikan sebuah sinyal. Sabtu siang kami bertemu di kosan YaS. Kami berbanyakan ngobrol. Sapu tangan Sop jatuh. Aku bersegera mengambil. Ketika saputangan itu kuberikan dia menerima sambil menatap sayu. Matanya hampir terpejam. Jemarinya meremas jemariku. Ia berkata “aku punya kiriman nangka dari kampung, aku tidak bisa mengupasnya Kim, nanti malam bantu aku mengupasnya ya”.

 

Aku mengiyakan sambil berkata “mengupas nangka, gampang, biar aku bawa pisau tajam agar mudah mengupasnya, kau punya minyak kelapa”.

Sop memandangku dengan tajam. Mungkin menduga-duga apakah aku mengerti undangannya.

 

Sebelum isya aku sudah di rumahnya. Dia tinggal bersama dengan 3 teman perempuannya. Mereka mengontrak rumah ini. Dua temannya sudah keluar sejak pukul empat. Seorang lagi sedang asyik berdua di teras.

 

Aku masuk. Pisau dapur yang kubungkus dengan kertas Koran kuselipkan di pinggangkum kuletakkan di meja. Dan selanjutnya nangka matang yang semerbak wangi itu tetap tergeletak di lantai dapur. Wanginya hilang terhapus oleh wangi rambut Sop.

 

Aku lelaki yang sangat menghormati perempuan. Sungguh. Kalau saja aku tidak hormat malam Minggu itu aku bukan hanya mengupas nangka.

 

202203071408 Kotabaru Karawang

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler