Skip to Content

cerita angin

Foto ARZapata

Terpaan badai telah menjadi jadi akhir- akhir ini, dialah sang penguasa jagad tanpa tanding, tanpa aling-aling, tanpa perlawanan yang tak berarti dari para lawan politik, lawan tawuran, ataupun segala lawan tanding lain, yang pernah jaya, semasa manusia menghuni menjadi khalifah di jagad raya ini.

Bukan karena tanpa sebab, angin menjadi seganas ini, dalam cerita sejarah hancurnya kekuasaan manusia di tanah ini, angin pernah disepelekan , dihina dinakan, dan dinafikan keberadaannya. Pada peradaban manusia, angin membantu secara ikhlas, menyemai dan memperlancar reproduksi tanaman-tanaman berbunga indah sehingga tanaman-tanaman yang bermanfaat dan berbuah.

Di masa manusia berjaya, kekuatan angin diperbudak untuk  melambungkan pesawat-pesawat terbang, sehingga melambungkan nama-nama congkak atas nama peradaban yang tak lagi beradab. Angin dieksploitasi, angin diperas, angin diperkuda demi se onggok manusia-manusia serakah lagi dungu.

Pada awalnya, angin sangat menghormati kolaborasi dengan keberadaan apapun di muka bumi, kebodohan manusia telah merenggut, telah mencerabut, dan lebih mengenaskan lagi, telah menenggelamkan diri sendiri, dengan kepongahan, dan kepandiran yang berlarut-larut. Atas nama pembangunan peradaban, mereka gunduli hutan-hutan, mereka hisap sumber-sumber kehidupan hingga tak tersisa, mereka panaskan bumi dengan gas-gas buang mematikan. Dengan dalih peningkatan perekonomian alias mengisi perut sehingga tak ada lagi tempat menimbun nasi, mereka hancurkan ekosistom, mereka potong kompas dan memaksa pertumbuhan dan perkembangan tak alami hewan dan tanaman sesuka hati, tak peduli kehancuran telah menanti, "yang penting aku kaya', kata mereka.

"Kini, angin telah digdaya, angin telah melibas anak cucu kita, angin tak lagi peduli, apalagi simpati...."' keluh manusia. padahal sejatinya, angin hanya tunduk pada hukum alam, kalau tidak mau dikatakan hukum tuhan. Angin bergerak, tergerak, dan digerakkan mengikuti mekanisme yang tertata sedemikian rupa oleh alam, namun perubahan alam yang terdiri dari benda-benda mati hingga makhluk hidup, sangat dipengaruhi oleh  kreasi manusia. Dengan sentuhan lembut dan `memanusia`kan, alampun menyambut penuh kehangatan dan penuh persahabatan. Tetapi sebaliknya, pukulan demi pukulan, deraan demi deraan hingga alam menjadi tersiksa dan kemudian sakit, alampun tak sanggup tersenyum, di saat kita menyapa.......

Di sepenggal tanah kering yang gersang, sebatang ranting berucap syukur, "alhamdulillah....., engkau datang, meski maut pasti menjelang, aku akan berjuang....". se tetes air bertelekan di tubuh se batang ranting  sambil berujar," wahai se batang ranting saudaraku, akupun demikian,   di kakimu aku berharap kehidupan kembali akan bersemi....". 

"Duh se tetes air..., dengan se tetes dirimu sanggupkah engkau akan menciptakan kehidupan?..."

"Saudaraku .....ingatlah tuhan maha apa segala dia mau, jangankan engkau yang lebih mudah diatur dan selalu mengalah, dengan se tetes air hinapun tuhan sanggup menciptakan manusia durjana hingga menyengsarakan diriku dan dirimu seperti ini...", Se tetes Air terkekeh.

"ya ya...aku percaya, namun tubuhku renta hampir-hampir aku tak sanggup menancapkan akarku di tanah ini..."

"jangan khawatir saudaraku..., telah kulunakkan bumi atas kehendakNya"

"aku telah berhutang budi padamu..."

"Usah bilang begitu, bukankah kita dicipta untuk selalu mengabdi dan mengabdi?"

"sekali lagi engkau benar, pengabdianku ikhlas, hingga aku tak peduli kebebasanku terampas ..."

'aku mengerti saudaraku, sungguh rugi manusia-manusia itu. mereka telah diberi segala sesuatu melebihi kita, tetapi karena nafsu keserakahan, akhirnya mereka mati tak memiliki harga diri..."

"kasihan...."

"engkau yang mulia saudaraku"

"kenapa?"

"di kesusahanmu engkau masih berbelas kasih..."

"ahh..itupun kewajibanku sebagai pengabdi, bukankah engkau juga sepertiku?"

(bersambung)

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler