Skip to Content

CERITA BOLA LAMPU

Foto R'ainy Yusuf

                                                              Cerita Bola Lampu

Di Cafe

Aku mengerjap untuk membiasakan diri dengan sekitarku. Teman-temanku juga sudah terbangun seluruhnya. Beberapa dari kami terlihat redup karena jumlah watt yang kecil. Yang bersinar nyalang hanya aku dan beberapa teman di meja kasir. Tempat ini mulai ramai oleh pengunjung. Biasanya yang datang selalu pasangan-pasangan lelaki dan perempuan. Mereka akan memilih tempat yang diterangi oleh temanku yang bercahaya redup.

Aku tepat berada di atas meja kasir sebuah kafe mewah yang menjadi favorit orang-orang yang sedang memadu cinta. Kafe ini terletak di pinggir kota. Tetapi dekat dengan jalan raya, sehingga mudah ditempuh. Pengunjung pada umumnya langsung ke tempat remang-remang yang tertutup tirai. Hari ini aku melihat sepasang pria dan wanita yang sudah tidak muda lagi. Mereka memesan tempat duduk di dekat kolam. Dari gelagat mereka, aku tidak yakin kalau mereka adalah pasangan suami istri. Gaya si wanita yang kelewat manja menunjukkan kalau mereka itu pasangan kekasih. Sambil memeluk pundak si wanita, pria itu memesan makanan dan minuman lalu mereka berlalu ke keremangan kafe.

***

Di Bis Kota

Pukul tujuh malam. Aku mengerjap saat terbangun dari tidur. Bila aku dibangunkan berarti matahari sudah tenggelam. Bis kota ini padat oleh penumpang. Aku tertarik pada seorang penumpang perempuan yang tengah asyik berbicara lewat ponselnya. Lamat-lamat terdengar suaranya berbisik manja pada seseorang. Mereka berjanji akan bertemu malam ini di Paradise Inn.

Aku mengamati perempuan itu dari tempatku. Wajah ovalnya yang ditutupi make up tidak mampu menyembunyikan tanda-tanda perubahan usia di sana. Dia berhidung bangir dengan dua mata sipit yang berusaha diperbesar dengan eye shadow cukup menyolok. Aku menyukai bibirnya yang tipis dan berlipstik merah menyala. Kalau berbicara di ponsel dia sering mengerinyut dengan lucu. Kalau tak salah taksir usianya lebih 30 tahun. Tetapi dandanan dan gayanya seolah ingin mengejar masa yang berlalu.

Sudah beberapa kali aku melihatnya di bis kota jurusan ini. Biasanya dia naik dari sebuah persimpangan. Begitu naik dia akan asyik dengan ponselnya. Gayanya berbicara seperti remaja yang baru jatuh cinta. Kepada teman bicaranya yang aku yakin seorang lelaki dia selalu berbisik dengan nada seolah-olah dia sangat rindu.

Tak jauh dari gerbang  yang bertuliskan Paradise Inn, perempuan itu turun. Setelah membayar ongkos pada sopir, dia berlalu. Dari bis kota yang kian menjauh, aku melihatnya berjalan ke dalam gerbang.

***

Di Mobil

Aku melihatnya keluar dari dalam rumah. Sebentar kemudian dia sudah duduk di depan kemudi. Saat mobil sudah di jalan raya, dia mengangkat ponselnya untuk berbicara dengan seseorang. Dia berbicara dengan suara halus. Sepertinya dia sangat takut melukai casing ponsel dengan suaranya. Lamat-lamat terdengar terdengar juga tawa manja seorang perempuan dari seberang ponselnya.

Lelaki yang mengemudikan mobil ini adalah seorang pria berusia empatpuluh tahunan. Berwajah lumayan, tubuhnya menandakan bahwa dia seorang yang rajin berolah raga. Dia pemilik salah satu perusahaan grosir terkenal. Aku sering melihatnya mampir di salah satu counter di sebuah pusat perbelanjaan.

Pria ini tinggal sendirian. Keluarganya berada di kota lain. Bila aku dibangunkan berarti  waktunya untuk pergi ke sebuah tempat yang ada tulisan PARADISE INN. Aku tidak tahu tempat apa itu. Yang pasti begitu sampai, maka mobil akan langsung masuk lewat gerbang dan berhenti di depan sebuah pintu. Dan setelah itu aku tidak tahu apa-apa lagi. Aku tertidur.

Malam ini jalanan sudah mulai ramai. Lelaki ini mengemudi dengan agak lambat. Berkali-kali ponselnya berdering. Sebagai jawaban dia hanya mengatakan kalau jalanan macet. Dan ponsel itu akan tetap berbunyi lagi beberapa saat nanti. Sepertinya dia sedang ditunggu seseorang.

***

Di Kamar Hotel

Aku tinggal dalam sebuah kamar yang di sekeliling dindingnya dilapisi cermin. Mungkin karena pantulan cermin di sekelilingku maka kamar ini terang benderang. Sebuah ranjang yang berseprai merah jambu membuat kamar kian semarak. Tak jauh dari ranjang terdapat sebuah meja hias yang juga mempunyai cermin lebar. Di atas meja hias itu terhidang dua gelas jus buah berwarna merah.

Malam ini aku melihat seorang perempuan duduk di atas ranjang. Ku dengarkan senandungnya lirih sambil memainkan ponselnya. Sejak tadi, bila mendengar suara mobil, dia selalu melihat keluar lewat jendela kaca yang tertutup. Sepertinya sedang menunggu seseorang. Dan benar saja. Dia bersiap-siap merapikan dandanannya ketika mendengar suara mobil berhenti di depan pintu. Suara ketukan membuatnya terlonjak bangun. Langsung membuka pintu dan menyambut seorang pria berusia empatpuluh tahunan bertubuh gagah ke dalam pelukannya.

Waktu dia menanyakan mengapa terlambat, pria itu menjawab,”Macet”. Dan kemudian aku tidak melihat apa-apa lagi. Sebelum nyalaku benar-benar meredup, sempat ku dengar pria itu mengatakan bahwa ia lebih suka tidur di dalam gelap.

Tetapi belum lama kemudian aku kembali mengerjap dengan nyalang. Kedua orang di atas ranjang terlihat hanya berpakaian seadanya sambil saling pandang. Sementara dari pintu terdengar suara-suara yang sangat berisik. Lelaki itu kian gusar ketika si perempuan mulai menangis. karena kebingungan, si lelaki akhirnya berinisiatif membuka pintu. Sebelum pintu benar-benar terkuak sebuah terjangan membuat lelaki itu terjengkang. Darah segar mengalir dari bibirnya yang terluka. Dan si wanita menjerit dengan ketakutan.

***

Di Lorong Hotel

Aku berada di ujung lorong sebuah gedung. Ku dengar orang menyebut gedung ini hotel. Di barisan lorong ini banyak terdapat pintu. Dan yang terdekat denganku bertuliskan Paradise Inn 101. Lorong ini selalu sepi. Kalaupun ada yang melintas biasanya akan cepat-cepat menghilang ke dalam kamar lewat pintu-pintu itu. Tapi malam ini kulihat ada seorang pria berusia sekitar tigapuluh tahunan berdiri di depan pintu sambil menggedor Paradise Inn 101. Wajahnya terlihat gusar dan marah. Pria itu tidak sendiri. Seorang lelaki berpakaian pelayan hotel dan seorang lagi yang ku dengar dipanggil “Pak Manejer” ada bersamanya. Yang terakhir ini kelihatannya berusaha menenangkan pria itu. Sedangkan si pelayan tak tahu harus bersikap apa hanya memandangi dengan gugup.

Karena pintu tak juga dibuka pria itu mulai berusaha mendobraknya. Ketika pintu akhirnya terbuka, pria itu langsung meninju seorang lelaki yang keluar dengan pakaian acak-acakan. Tak lama kemudian seorang satpam hotel membawa  kedua pria itu menjauh. Seorang wanita keluar sambil menangis dari dalam kamar di iringi oleh pelayan hotel itu.

Apa yang terjadi?

***

Di Ruang Tamu

Dalam ruangan ini terdapat banyak perabotan mewah. Bila di luar gelap, maka aku akan membuka mataku dengan nyalang. Biasanya di ruangan ini berkumpul empat orang pemilik rumah yang terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anaknya. Sang ayah seorang pria berusia tigapuluhan berbadan kurus dan tinggi. Sang ibu, wanita bertubuh padat berisi berwajah cantik dengan pipi penuh dan berkulit putih. Kutaksir usianya sebaya dengan suaminya. Kedua anak remaja mereka duduk di bangku kelas satu  dan kelas dua sekolah menengah. Diruangan ini mereka duduk sambil menonton tv.

Tapi malam ini kulihat hanya ada pria itu dan istrinya. Dari gelagat bicaranya si pria sedang marah pada perempuan di depannya. Si perempuan hanya menunduk saja sambil menangis dan menutupi wajahnya dengan sapu tangan. Beberapa kali ku dengar pria itu menyebut kata-kata “selingkuh” dan “bercerai”. Tak lama kemudian pria itu pergi meninggalkan istrinya sendiri di ruangan itu. Dan sampai keesokan harinya, perempuan itu masih tetap tidak beranjak dari tempat duduknya. Hanya saja sekarang dia sudah berbaring sambil memandang ke langit-langit. Sisa sisa isaknya masih terlihat dari dadanya yang bergetar tertahan.

 ***

Di Kantor Polisi

Malam ini mendadak ruanganku jadi ramai. Seorang lelaki berusia empatpuluh tahunan  duduk di depan petugas berpakaian coklat yang sedang menginterogasinya. Wajah lelaki itu lebam seperti bekas kena pukulan. Petugas berpakaian coklat yang menanyainya sering menyebut kata “hotel” dan “selingkuh”. Berkali-kali petugas harus mengulang pertanyaan karena lelaki itu tidak juga bersuara.

Lelaki itu menjawab pertanyaan petugas dengan suara pelan. Wajahnya yang lebam selalu ditundukkan dan ditutupinya dengan sehelai saputangan. Aku tidak tahu mengapa  lelaki itu malu kalau wajahnya dilihat orang. Tetapi beberapa orang yang ada di balik kaca berusaha menyorot wajah lelaki itu dengan sebuah alat yang dapat mengeluarkan sinar.

Ketika akhirnya petugas berpakaian coklat selesai mengajukan pertanyaan-pertanyaan,  lelaki itu digiring keluar ruangan. Di depan pintu kaca banyak orang berusaha mendekatinya. Tapi petugas berpakaian coklat segera menghalau orang-orang itu. Dan lelaki itu di bawa menjauh dari sana. Sebelum menghilang di balik jeruji besi, lelaki itu berhenti sambil menghela nafas panjang dan menundukkan kepalanya dalam-dalam.

***

Di Ruang Baca

Malam ini, perempuan berwajah lembut keibuan itu sedang duduk di sini. Biasanya dia membaca majalah sambil berbaring, tetapi kali ini dia duduk dengan gelisah sambil membalik-balik halaman demi halaman majalah kesayangannya. Ruang ini memang tempat favoritnya bila  menjelang tidur. Di ruangan ini terdapat kursi panjang empuk  dengan sebuah keranjang tempat majalah dan koran-koran. Sambil menunggu kantuk menyerang dia sering membaca majalah.

Perempuan itu berusia sekitar menjelang empat puluhan. Aku lebih sering melihatnya sendirian di ruang ini. Bila sesekali suami perempuan itu datang, biasanya hanya mengambil koran dan membawanya ke ruang lain. Tapi itu hanya  beberapa kali dalam sebulan. Selebihnya perempuan itu sendiri  yang duduk di kursi panjang empuk sambil membaca majalah.

Memang suaminya hanya sesekali pulang ke rumah ini. Sebagai pemilik beberapa toko grosir besar di beberapa kota membuat suami wanita itu sering berpergian. Wanita itu tidak memiliki banyak kegiatan selain memantau pergerakan pasar lewat internet. Dan bila terjadi perubahan pasar dia akan menghubungi suaminya lewat email. Seusai tugas-tugas itu dia akan duduk di ruang ini membaca majalah.

Tetapi malam ini perempuan itu mengambil sebuah koran. Dari caranya memperhatikan berita- berita, seperti ada yang menarik perhatiannya pada koran itu. Dan perempuan berwajah lembut keibuan tidak membaca sambil berbaring seperti biasanya. Dia duduk sambil menekuri tulisan-tulisan pada koran di tangannya. Tiba-tiba koran itu terjatuh begitu saja. Pada halaman pertama tertulis dengan tinta tebal SEORANG PEMILIK PERUSAHAAN GROSIR TERTANGKAP BERSAMA SEORANG WANITA DI HOTEL “PI”.

Kotapinang, 28 Maret 2012. 23.42 WIB   

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler