Skip to Content

CERITA RAKYAT @rd,kedum

Foto RD.Kedum
files/user/1629/CIMG1519.JPG
CIMG1519.JPG

ASAL MULA BUMI SILAMPARI

 (Kisah Dayang Torek)

 

 

                Kisah berasal dari desa Ulak Lebar, marga Sindang Kelingi Ilir, Lubuklinggau Sumsel.  Alkisah, di dusun Ulak Lebar tersebut hiduplah  seorang putri yang cantik luar biasa. Tubuh yang tinggi semampai, wajahnya  halus bercahaya, rambutnya panjang ikal mayang, jemarinya lentik, matanya berkilau seperti bintang. Gadis itu bernama Dayang Torek.

Karena  kecantikannya banyak orang terkagum-kagum. Dayang Torek terkenal sampai ke pelosok negeri. Banyak orang yang mengatakan  Dayang Torek seperti titisan bidadari  dari kayangan. Atau peri (orang Lubuklinggau menyebutnya) yang turun dari langit.

                Selain memiliki kecantikan yang luar biasa, Dayang Torek juga pandai menari. Sehingga Dayang Torek kerap diminta untuk menari dihadapan para pembesar yang datang berkunjung ke Ulak Lebar.

                Ternyata, kecantikan Dayang Torek menyebar ke seluruh antero negeri. Dan sampailah tentang kecantikan Dayang Torek ke telinga pangeran dari Palembang. Pangeran dari Palembang tersebut ingin membuktikan apakah benar Dayang Torek seorang gadis yang memiliki kecantikan luar biasa seperti digebar-gemborkan orang. Ketika sampai di desa Ulak Lebar, seperti biasa para tamu disambut dengan tari-tari persembahan.  Betapa terkejutnya pangeran ketika melihat seorang penari yang lemah gemulai dan memiliki kecantikan luar biasa. Pangeran sangat terpesona.

“ Wow! Cantik sekali gadis itu. Luar biasa…Benar kata orang kalau di desa ini ada bidadari. Siapakah nama bidadari ini..?” Batin Pangeran terkagum-gagum. Seperti tamu yang lainnya, mata pangeran pun seperti tak berkedip melihat keanggunan Dayang Torek.

 Kekaguman Pangeran membuat dirinya ingin memiliki putri Dayang Torek. Hatinya sudah bulat ingin menyunting putri Dayang Torek. Lalu pangeran menghadap ayahanda Dayang Torek, yaitu Gindo Ulak Lebar. Pangeran menyampaikan keinginannya untuk mmempersunting  Dayang

“Gindo Ulak Lebar, Aku bermaksud ingin menyunting putri Gindo, Dayang Torek. Aku ingin membawanya ke istanaku di Palembang untuk kujadikan permaisuriku” Ungkap pangeran. Dalam hati Pangeran, Gindo Ulak Lebar tak akan menolak, apalagi jika anaknya akan dijadikan permaisuri.

“Maaf Baginda, hamba bukan menolak keinginan baginda Pangeran. Benar Dayang Torek putri hamba. Namun, semuanya hamba serahkan kepada Dayang Torek sendiri Baginda. Karena dialah yang punya hak untuk menentukan nasibnya” Jawab Gindo Ulak Lebar dengan hati bergetar.

”Hmmm....baik, mana putrimu itu” Jawab Pangeran agak pongah.

Ketika Dayang Torek tiba dihadapannya, Pangeran mengemukakan maksudnya. Dayang Torek dengan halus menolak permintaan Pangeran dengan alasan belum mau berumah tangga. Sang Pangeran berusaha menutupi kekecewaannya. Dalam hati dia bertekat suatu saat Dayang Torek pasti akan disuntingnya.

Setelah kembali ke Palembang, beberapa kali Pangeran mengirim utusannya ke dusun Ulak Lebar untuk melamar Dayang Torek. Di bawanyahlah hadiah emas dan perak, dengan harapan Dayang Torek menerima kesungguhannya.

Melihat gelagat ini, Gindo Ulak Lebar mulai  waspada terhadap penolakan putrinya. Walau bagaimanapun Pangeran adalah atasannya. Tidak menutup kemungkinan suatu saat akan terjadi hal yang tidak diinginkan terjadi di Ulak Lebar ini. Akhirnya Gindo bersama dengan warganya menanami sekeliling kampung dengan bambu yang sangat rapat. Maksudnya sebagai benteng pertahanan.

Namun, sebelum pekerjaan mereka selesai, Dayang Torek telah diculik.  Semua penduduk geger. Dayang Torek di cari kemana-mana namun tidak bertemu juga. Akhirnya diketahuilah kalau Dayang Torek telah diculik oleh orang suruhan pangeran. Suatu hari Gindo datang ke Palembang menemui Pangeran.

“Pangeran junjungan patik, hamba mohon kembalikan putri hamba. Mengapa Pangeran menculiknya?”

“Gindo, aku menyukai anakmu itu. Berulang kali aku meminta kesediaannya untuk ku sunting jadi istriku. Tapi dia selalu menolak!  Habislah kesabaranku. Sekarang dia telah menjadi istriku dia akan bahagia hidup di istanaku. Pulanglah ke Ulak Lebar”

”Izinkan hamba bertemu anak hamba,  Pangeran” Gindo Ulak Lebar memelas.

”Suatu saat Gindo, suatu saat aku dan Dayang Torek akan datang ke Ulak Lebar” Jawab pangeran sembari tertawa. Dengan perasaan sedih akhirnya Gindo pulang ke Ulak Lebar. Bagaimanapun cara pangeran menculik anaknya bukanlah tindakan terpuji.

Selanjutnya mengetahui ini, adik Dayang Torek yang bernama Nyongang menyusul ke Palembang. Ternyata Dayang Torek telah mempunyai seorang putra. Darah muda Nyongang bangkit. Dia tidak terima ayuknya (saudara perempuan) diperlakukan seperti itu. Dayang bukan dijadikan permaisuri, akan tetapi dijadikan selir, entah yang ke berapa. Dengan menggunakan kekuatan ilmunya, Nyonggang berhasil menemui Dayang Torek di istana.

“Ayuk Dayang Torek, kau harus lari dari sekapan Pangeran bejat itu ayuk. Mari pulang bersamaku. Kita pulang ke Ulak  Lebar...” Bujuk Nyongang.

“Adikku…, aku telah berputra” suara Dayang Torek Lembut. Wajahnya pucat pasi menandakan ia sangat tersiksa.

“Tinggalkan  saja, Bukankah ini istana bapaknya”

“Tidak dik, Bagaimanapun dia adalah darah dagingku. Aku tidak mungkin meninggalkannya”

“Baik, kalau begitu kita bawa pergi” kata Nyongang. Akhirnya Nyongang berhasil membawa kabur Dayang Torek dan anaknya. Mereka berjalan- keluar masuk hutan tiada henti. Akhirnya sampailah mereka di tepi sungai Kelingi di kaki Bukit Sulap. Sejak awal Nyongang tidak menyenangi anak Dayang Torek yang dianggapnya  anak haram.  Munculah akalnya untuk melenyapkan anak itu. Diselipkannya taji ditangannya lalu dtepukannya ke dahi anak Dayang Torek. Anak Dayang Torek meninggal seketika.

“Nyongang! Apa yang kau lakukan? Mengapa kau bunuh anakku?” Kata Dayang Torek terkejut.

“Tidak yuk, aku hanya menepuk nyamuk yang menempel di dahinya”

“Tidak!! Kau sengaja ingin melenyapkan anakku!.”

“Yuk, sudahlah mengapa harus ditangisi? Bukankah ayah anak ini adalah orang yang ayuk benci? Dan ini.., ini anak haram yuk!”

“Tidak! Kau tidak boleh melakukan ini. Anak ini tidak berdosa Nyongang. Dia adalah darah dagingku. Aku benci dengan kau! Kau juga jahat!! Jahat!!” Dayang Torek menangis sambil berlari ke Bukit Sulap.

“Ayuk….! Jangan pergi. Ayuuuuk!!” Nyongang berteriak-teriak mengejar Dayang Torek. Dayang Torek berlari sangat cepat. Nyonggang terus mengejar Dayang Torek yang berlari ke puncak Bukit Sulap sembari menangis. Tiba-tiba Dayang Torek lenyap tak tahu kemana.  Nyonggang berteriak-teriak histeris.

”Yuk…kemana kau yuk…, kemana kau…mengapa kau menghilang!” Nyongang menangis dan berteriak sekencang-kencangnya. Gema suaranya mengisi lereng Bukit Sulap hingga ke lembah. Semua hewan yang berada di Bukit Sulap diam tak bersuara. Beberapa pohon tumbang karena suara Nyonggang yang menggelegar seperti petir.

 Akhirnya tinggalah Nyongang menangis sedih meratapi kepergian Dayang Torek yang silam ”hilang”  di Bukit Sulap. Sejak itu, untuk mengenang peristiwa tragis di Bukit Sulap masyarakat menyebutnya silampari. Artinya Putri atau peri yang hilang (silam). Sejak itulah Kota Lubuklinggau dan Musi Rawas sering disebut Bumi Silampari.

                                                                ****

Digubah kembali oleh RD.Kedum

Sumber  manuskrip Suandi Syam & masyarakat Lubuklinggau

 

 

 

BUTE PURU

                               

 

 

                               

Cerita ini berasal dari dari BKL Ulu Terawas, konon menurut legenda ada kerajaan lama bernama kerajaan Sriwijaya yang di pimpin oleh seorang raja arif bijaksana. Sang raja memiliki tujuh orang putra. Yang paling bungsu diberi nama Bute Puru. Bute artinya buta, Puru artinya koreng atau kurap. Oleh sebab itulah si bungsu diberi nama Bute Puru. Bute Puru merupakan anak yang cerdas, berbudi pekerti luhur. Lain sekali dengan keenam saudaranya. Semuanya berhati culas, jahat, dan kejam.

                Suatu hari, sang raja memanggil ketujuh putranya. Sang raja menyampaikan bahwa dirinya sudah tua. Sudah sepantasnya dia digantikan oleh salah satu putranya.

                “Anak-anakku…ayah  sudah tua nak, sudah waktunya ayah harus istirahat ayah ingin salah satu kalian menggantikan ayah”

“Aku ayah! Aku! Akulah yang pantas menggantikan ayah” Jawab putra-putranya serentak. Hanya Bute Puru yang merunduk tak bergeming.

                “Bagaimana denganmu bungsu, apakah kau tidak ingin menjadi raja?”

“Ayahanda raja, bukankah kita punya tata cara aturan pemilihan raja? Hanya ayahanda yang tahu di antara kami siapa yang pantas menjadi raja untuk menggantikan ayahanda?” jawab Bute Puru hormat.  Sang raja tersenyum bahagia. Dalam hati ia memuji  Bute Puru. Kemudian raja membacakan kriteria menjadi raja. Salah satu syaratnya cerdas,  mempunyai kharisma dan berhati mulia. Hal itu hanya dimiliki oleh bungsu. Kharisma seorang pemimpin ada pada putra bungsunya.

 “Baik, berikan ayah waktu untuk memilih siapa yang pantas menjadi raja menggantikan aku “  Kata Raja.

Raja mulai berpikir keras. Hanya si bungsu yang pantas menjadi pemimpin dan mempunyai kriteria sesuai dengan aturan adat mereka. Tapi raja ragu, bagaimana mungkin negeri besar ini akan dipimpin oleh seorang yang buta dan penuh koreng pula?. Tapi apa jadinya jika negeri yang besar ini dipimpin oleh raja-raja culas, serakah seperti keenam putranya?

 Suatu hari, baginda raja pergi keluar kota untuk menghadiri perhelatan negara tetangga. Keenam putranya berembuk untuk menyingkirkan Bute Puru. Sebab mereka tahu, ayahanda pasti akan meilih Bute Puru untuk menjadi raja.

“Kita harus singkirkan Bute Puru dari bumi ini. Aku muak melihatnya. Buta! Puruan lagi! Chih!!”  Kata Sulung.

Betul Kanda! Kite lenyapkan saya Bute tu, aku juge dak agam nian ngan ye tu!” Kata yang nomor tiga pula.

“Tapi  mau kita singkirkan kemana? Dia itu kan adik kita juga kanda sulung?” Kata yang nomor enam.

Aaa…mau kau bela pula bute puruan tu?” Kata nomor empat sambil meninju kepala nomor enam.

Entah cak kealiman nian” tambah nomor lima.

Akhirnya suatu malam Bute Puru mereka paksa keluar istana, dan dilemparkanlah Bute Puru ke dalam sungai yang deras. Berikut buku aturan undang-undang kerajaan mereka.

“Kak…apa salahku kak? Aku tidak pernah mengharap jadi raja” kata Bute Puru memelas.

“Ah..!! kami tahu ayahanda pasti akan memilih engkau Bute!! Kami tidak mau punya raja yang bute, puruan seperti kau! Ayahanda raja memang tidak punya mata. Kamilah sepantasnya menjadi raja. Tidak buta, dan tidak puruan!”

“Tapi….tapi…kak…aaauuuu”

“Byuuur!!!” Bute puru dilempar ke dalam sungai dan terbawa arus deras. Dengan susah paya Bute Puru berusaha mencari pegangan. Akhirnya ada sebilah bambu yang tersangkut di  akar. Bute Puru berpegangan kuat-kuat dan berusaha naik ke darat. Dalam keadaan basah kuyub dan kedinginan, Bute Puru mencari tempat berteduh. Berteduhlah Bute Puru di bawah pohon yang besar.

Bute Puru tidak tahu kalau hari telahmalam. Dan malam itu malam bulan purnama. Kebetulan pada malam itu lima dewa turun ke bumi untuk mengadakan sidang tentang kelanjutan kerajaan Sriwijaya. Dipilihnyalah kayu besar persis tempat Bute Puru berteduh. Sehingga pembicaraan mereka di dengar oleh Bute Puru.

“Kerajaan Sriwijaya itu akan tentram apabila dipimpin oleh Bute Puru. Bute Puru akan sembuh apabila mandi di air telaga dewa. Dia tidak akan buta dan puruan lagi” Kata salah satu dewa. Akhirnya, keesokannya berjalanlah Bute Puru berusaha mencari telaga dewa. Dia tidak tahu harus pergi ke arah mana. Tiba-tiba…”Byuur!!” Bute Puru terpeosok dan masuk dalam air. Ajaib!! Kulitnya yang korengan menjadi bersih bercahaya, dan matanya yang buta dapat melihat. Dengan penuh sukur Bute Puru berusaha kembali ke kerajaan ayahnya menyelusuri sungai ketika ia dilempar keenam kakaknya.

Ketika sampai ke hulu, Bute Puru melihat sekelompok orang sedang memancing di sungai, dari suaranya Bute Puru tahu mereka adalah orang yang dikenalnya. Tapi tak satupun yang mengenal Bute Puru.

“Ada  apa ini?  Apa yang dipancing wahai Tuan” Kata Bute Puru kepada Hulu Balang.

“Buku peraturan kerajaan  kami di buang orang ke sungai ini. Dan pancing ini ada yang tersangkut, tapi tidak ada yang bisa menariknya. Anak-anak baginda raja tidak ada yang mau mengambilnya di dasar sungai.

“Baginda, bolehkan aku menyelaminya? Kata Bute Puru”

“Silakan anak muda” Jawab raja. Raja tidak tahu kalau orang yang dihadapanya adalah anaknya sendri. Akhirnya Bute Puru masuk ke dalam sungai. Sampai di dasar sungai Bute Puru melihat ada gua, dan melihat seorang gadis yang cantik luar biasa.

“Siapa kau Gadis…, apakah kau penghuni dasar sungai ini? Aku Bute Puru dari kerajaan di atas sana. Maaf..kalau kehadiranku tidak sopan. Aku tengah mencari kitab undang-undang yang jatuh kemari”  Kata Bute Puru

“Aku Temiang, Buku itu ada dengan ayahku. O ya, ayahku seekor naga. Kau harus beralih rupa. Kalau dia tahu ada manusia di sini dia pasti marah, kau pasti akan dimakannya. Sebentar lagi dia akan pulang”

 Benar. Tiba-tiba seekor naga besar datang. Bute Puru buru-buru di ubah Temiang menjadi sekuntum kembang.

“Hmm….aku mencium bau manusia di sini. Apakah kau melihatnya Temiang.., aku ingin memakannya…hmm…”

“Ti..ti..dak ada manusia ayah...eehh...Aa…ayah…, apakah ayah sayang padaku…” Jawab Temiang ragu.

“Ya…jelas….ada apa putriku…tapi..bau manusia itu sangat dekat dengan kita. Aku jadi lapar..grrhhh”

”Jika Ayah sayang padaku..bolehkah aku memohon sesuatu Ayah..”

”Grrhh... apa yang kau pinta putriku...segala telaga di bumi Sriwijaya inikah? Itu kecil ankakku, Nyawaku pun akan kuberikan padamu..”

”Bukan ayah...bukan itu. Tapii...tapiii..”

”Tapi apa Temiang Putriku..” Potong sang Naga menggelegar. Apakah kau inginkan semua ikan di telaga ini?”

”Tidak ayah.., aku hanya ingin...agar ayah tidak memakan manusia satu saja. Aku..aku meyukainya Ayah, dan aku meyayanginya..Apakah Ayah tidak marah..”

 “Oh…ho….ho…baiklah anakku Temiang aku izinkan kau...demi cintaku padamu, nak. Aku lupa kalau kau telah tumbuh dewasa”

Tiba-tiba ”Blep!”  Sekuntum bunga itu berubah menjadi seorang laki-laki gagah dan tampan. Singkat cerita si Naga setuju Bute Puru mempersunting Temiang. Akhirnya Bute Puru diizinkan naik ke darat. Alangkah bersuka citanya raja ketika buku undang-undang itu ditemukan kembali  dan yang lebih membuat Raja bahagia ternyata pemuda  yang gagah perkasa itu adah Bute Puru yang telah berubah atas izin dewa. 

“Mana kitab itu anakku..” Sapa Raja.

“Ini ayahanda…” Ketika Bute Puru membuka kotak yang berisi Undang-undang itu, tiba-tiba munculah seorang gadis cantik  luar biasa.

“Hai! Siapa pula kau?” Kata raja terkejut.

“Ayahanda.., ini Temiang calon istriku. Dia adalah purti Naga yang telah menyelamatkan kitab kita” Kata Bute Puru. Raja sangat terharu. Akhirnya untuk mengungkapkan kebahagiannya, dipestakanlah Bute Puru dan Temiang,  Bute Puru  dinobatkan menjadi Raja dan Temiang menjadi permaisurinya. Sementara keenam saudaranya yang jahat, mereka minta maaf pada Bute Puru.Keenamnya menyadari kesalahan mereka. Bute Puru memaafkan mereka dan mengharapkan keenam saudaranya dapat membantunya menjalankan pemerintahan. Akhirnya kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan yang besar dan terkenal di seluruh dunia, berkat kebijakan Bute Pure yang cinta pada rakyatnya***

 

Digubah kembali oleh RD.Kedum

Sumber  manuskrip Suandi Syam & masyarakat Lubuklinggau

 

 

 

PUTRI BERIAS

 

 

 

Konon ceritanya di daerah Terawas, hiduplah seorang putri yang cantik luar biasa. Rambutnya yang panjang terurai, bulu mata yang lentik, mata yang bersinar seperti bintang, kulit halus bak pualam, membuat setiap orang yang melihatnya terkagum-kagum. Selain cantik putri tersebut juga pandai menari. Anehnya  setiap tarian yang dibawakannya adalah tarian dengan gerakan-gerakan berias. Oleh sebab itulah putri itu dinamakan Putri Berias.

                Kecantikan Putri Berias, kelembutan dan gemulainya ketika menari, tersohor sampai ke telinga raja. Sehingga bagindapun tertarik untuk melihat putri yang cantik tersebut. Disampaikannyalah niatnya tersebut kepada Hulubalang.

                “Hulubalan, aku ingin sekali melihat Putri Berias itu. Menurut orang, dia cantik luar biasa. Apakah benar dia adalah putri yang turun dari kayangan. Katanya dia sangat pandai menari” Kata Raja suatu hari.

                “Betul baginda, aku juga mendengar demikian” Jawab Hulubalang takzim.

”Aku sangat ingin melihat purti itu Hulubalang. Dapatkah Hulubalang membawa putri yang cantik itu ke istana?” Nada Raja sangat penasaran. Hulubalang berfikir sejenak. Beliau mencar akal bagaimana caranya agar dapat membawa Purti Berias itu ke hadapan raja.

”Bagaimana kalau kita adakan pesta rakyat. Kita undang semua pejabat kerajaan tetangga. Kita suguhkan dengan tari-tarian yang berasal dari pelosok negeri. Termasuk Putri Berias kita undang untuk menari di sini” Kata Hulubalang kemudian.

”Aha...!! Tepat sekali Hulubalang. Aku sangat setuju!” Suara raja gembira.

Singkat cerita, raja pun memerintahkan rakyatnya  mempersiapkan panggung yang besar untuk para penari. Diumumkanlah ke pelosok negeri bahwa akan ada pesta rakyat. Hari yang ditunggu-tunggupun tiba. Banyak undangan  kerajaan yang datang. Pendududuk dari pelosok negeri pun berduyun-duyun  untuk menyaksikan pesta yang sangat meriah dialun-alun kerajaan. Tari-tarian yang indah pun ditampilkan oleh dara-dara yang manis dari pelosok negeri.Tepuk tangan gemuruh melihat penampilan mereka yang elok. Tak ketinggalan Putri Berias pun ikut meramaikam pesta tersebut.

 Seperti biasa sebelum tampil Putri Berias akan berias sehari semalam sambil membaca berbagai mantra  agar penampilannya maksimal;

“Ooiii….matraku, mantra bepuyang..

Puyang sunting dusun lame

Wajahku bak petri bayang

Karne becahaye bak bulan purname..”

 

Demikian kata Putri Berias. Maka wajahnya berubah menjadi semakin bersinar karena mantranya. Semua yang melihat kecil, tua, muda, akan  suka dan kagum padanya.

. Tibalah giliran Putri Berias yang tampil. Ketika Putri Berias muncul dengan lenggak-lenggok,  lemah gemulai, semua mata terpukau melihatnya. Putri berias menari dengan indah. Tarian Putri Berias berbeda dengan gerakan tari pada umumnya. Gerakan gerakan menyisir rambut,  memotong kuku, memakai bedak, dan lain sebagainya diperagakannya dengan gerakan-gerakan yang indah. Tidak saja karena gerakan tariannya yang elok, namun parasnya yang cantik membuat orang tidak percaya kalau dihadapan mereka adalah manusia yang tengah menari.

                “Cehk…cehk…cehk….Cacam!! Tidak salah kata orang. Purti Berias ini memang cantik luar biasa” Baginda berdecak kagum.

                “Waaw!!  Luar biasa…cantik sekali…” Kata seorang tamu.

                “Ayah…aku ingin penari itu jadi istriku Ayah…” Kata seorang pangeran yang datang undangan pada perhelatan itu.

                “Kalau dia tidak mau putraku? Bagaimana? Apakah kau dapat menerima? Kata Baginda”

Lalu ada lagi seorang pangeran menyampaikan hasratnya kepada ayahandanya..

                “Bak, alangkah anggon deretu bak . Ku egam nian ngen ye Bak. Ye pecak ian nari. Baak…bak..cepat bak, ku nak minta kawin..!” Kata seorang pangeran yang langsung jatuh cinta melihat Putri Berias.

                ”Nak...kutuju ian men ie galak jadi soma nga. Tapi mun ie dak agam ngan ngah...ape ngah dak kecik ati nak?” Jawab seorang tamu ragu.

Ternyata tidak satu dua yang jatuh hati dengan putri berias. Banyak raja dan pangeran terpukau dan tertarik padanya. Akhirnya, ketika ada kesempatan. Sang raja menyampaikan keinginan anaknya. Tapi apa jawab Putri Berias?

                “ Saya akan terima lamaran tersebut, silahkan  pangeran datang ke Bulan” jawab Putri Berias. Tahulah raja, kalau Putri Berias menolak lamarannya. Mana mungkin manusia sanggup ke Bulan?. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Putri Berias belum juga punya suami. Namun kecantikannya tidak pernah berkurang. Hingga akhirnya Putri Berias pulang kembali ke kayangan. Sehingga manusia hanya bisa menikmati kecantikannya di muka bumi, dengan memandang bulan. Wajah Putri Berias, persis ketika  bulan purnama.Terang bercahaya.

 

 

                                                                                ***

 

*Digubah kembali oleh RD.Kedum

Sumber  manuskrip Suandi Syam & masyarakat Lubuklinggau

*Ilustrasi mantra oleh RD.Kedum

 

 

 

BUJANG KURAB

(Legenda Danau Rayo)

 

 

 

 

 

Zaman dahulu kala  ada sebuah desa yang bernama Pagar Remayu, dan pada akhirnya berubah menjadi Karang Panggung. Dipimpin oleh empat orang kakak beradik, yaitu Seteguk Abang Mata, Rio Cinde, Raden Cili dan Bujang Teriti. Di antara keempat kakak beradik itu  ada seorang yang mempunyai anak gadis luar biasa cantiknya. Yang bernama Putri Seruni. Sejak kecil telah di tinggal mati ibunya.

Tak ada seorangpun yang berani melamar putri Seruni karena kecantikannya hingga Seruni tumbuh menjadi gadis dewasa. Karena kecantikannya  membuat Raja tidak mengizinkan lelaki lain mendekatinya. Munculah niat baginda untuk mempersunting anaknya sendiri untuk dijadikannya  permaisuri.

                “Aku nak kawin dengan putriku Hulubalang. Tolong kau restui aku” Kata Baginda suatu hari.

                “Jangan baginda, ini tidak pantas kita lakukan. Melanggar adat Baginda” kata Hulubalang meyakinkan.Tapi baginda masih bersikukuh untuk mengawini putrinya. Semakin dihalangi, semakin besarlah hasratnya.

Suatu hari baginda pergi menemui seorang Sunan  yang bijak di Palembang. Sang Raja bertanya kepada Sunan.

“Sunan, apabila ada orang yang menanam pisang, siapa yang berhak mengambil buahnya” Lalu jawab Sunan “Tentu orang yang menanamnya”.

                “Terima kasih Sunan aku telah mendapat jawabannya” Kata Raja dengan wajah berseri. Rajapun pulang dan mengabarkan kepada rakyatnya bahwa Sunan menyetujuinya. Akhirnya tersiarlah keseluruh pelosok negeri dan dipersiapkanlah pesta besar-besaran tujuh hari tujuh malam menjelang perkawinan Baginda dengan Putri Seruni anaknya.

Di tengah keramaian pesta, tiba-tiba muncul seorang pemuda yang buruk rupa. Badanya penuh koreng yang menjijikan. Semua merasa jijik melihatnya. Si buruk rupa dihardik, bahkan dilempari dan dicaci maki.

“Hai Bujang Kurap! Mengapa kau datang kemari? Tidak pantas orang seperti kau datang di pesta yang meriah ini” Kata seorang Hulubalang.

“Kau dengar Bujang Kurap!! Pergi kau dari sini. Kami jijik melihat badanmu yang penuh kurap dan busuk!!” Akhirnya Bujang Kurap pergi ke pinggir dusun. Dilihatnya semua masyarakat pergi ke pesta Baginda. Hanya ada seorang nenek yang berdiam di rumah. Nenek Bengkuang namanya. Sang nenek sangat ramah menyambut kehadiran Bujang Kurap.

“Nek, mengapa tidak pergi ke alun-alun? Bukankah di sana ada pesta besar?”

“Nak, aku tidak suka dengan baginda. Adat mana yang memperbolehkan bapak menikahi anaknya?” Kata  Si nenek.

“Nek, aku lapar sekali, apakah nenek punya makanan” kata bujang kurap sambil memegang perutnya.

“Aduh anak muda…, sejak pagi nenek belum makan. Di rumah nenek tidak ada makanan nak”

“Jangan takut nek, lihatlah di situ sudah ada makanan untuk kita”

Ajaib!  tiba-tiba munculah hidangan yang lezat-lezat tergelar di tikar.

 ”Mari nek kita makan sama-sama”. Sang nenek makan bersama Bujang Kurap. Selesai makan, Bujang Kurap berpesan dengan nenek.

“Nek, apakah nenek ada lidi kelapa hijau dan parang?”

“Untuk apa anak lanang?”

“Aku akan membuat rakit dari aur kuning dan meraut tujuh helai lidi,  nek. Apabila terjadi sesuatu, naiklah nenek di atas rakit yang akan kuikat di tiang pondok nenek”. Si nenek mengangguk mengerti. Tahulah nenek bahwa pemuda yang dihadapannya bukanlah pemuda sembarangan. Lalu Bujang Kurap menuju alun-alun tempat pesta setelah berpamitan dengan nenek Bengkuang.

Sampai di tempat pesta, kembali Bujang  Kurap ditendang, dilempari, diludahi dan di hardik disuruh pergi. Mendapatkan hinaan tersebut, naiklah darah Bujang Kurap. Di tancapkannyalah tujuh helai lidi itu ke tanah.

“Hai!! Orang-orang sombong! Baik! Kalian boleh membunuh atau mengusirku dari sini. Setelah kalian berhasil mencabut lidi yang kutancapkan ini” Lalu Bujang Kurap menancapkan lidi tersebut dekat kakinya. Semua mentertawakan dan meremehkannya. Bergantian mereka mencabut lidi tersebut.

“Aii!! Cak kepakam nian kau Bujang Busuk!. Hanya mencabut lidi? Ini kan permainan anak kecil”  Kata salah seorang penggawal. Tapi  tak satupun dari penduduk tersebut yang mampu mencabut lidi yang ditancapkan Bujang Kurap,  semua menyerah.

                “Hai orang-orang sombong. Hanya mencabut lidi saja kalian tidak mampu” Kata Bujang Kurap. Lalu Bujang Kurap membanca mantranya;

 “Ping kecaping piring beling

 beruang hitam beruang putih

 embun semibar cabut lidi nyiur hijau

Dan “Hap!!” Apa yang terjadi? Tiba-tiba dari tempat lidi tertancap itu menyembur air yang sangat kencang.

                ”Tolooong....tolong....” Teriakan minta tolong datang dari mana-mana tak mampu menahan air yang keluar dari bumi begitu kencangnya. Sebentar saja panggung tempat keramaian karam. Dusun Remayu dan penduduknya tenggelam, Dusun yang maha luas berubah menjadi genangan air.

Untuk mengenang kejadian tersebut dusun Remayu berubah menjadi desa Karang Panggung. Dan genagan air yang telah menenggelamkan dusun tersebut karena luasnya maka disebutlah Danau Rayo.  Sementara itu, pondok tempat nenek Bengkuang terapung-apung di tengah danau yang berubah menjadi rumput rumpai yang kekuning-kuningan

                Sejak saat itu, pahamlah orang jika Bujang Kurap bukanlah manusia biasa.  Usai menenggelamkan dusun Remayu, Bujang kurab raib entah kemana.*

 

*Digubah kembali oleh RD.Kedum- mantra ilustrasi RD.Kedum.

Sumber; Masyarakat Sungai Jernih-Jamrawi (Suku Anak Dalam) & Catatan Suandi Syam

 

 

 

GENTAYU ULAK DALAM

 

 

 

                Kisah ini, menceritakan tentang kebersahajaan kehidupan Suku Anak Dalam (KUBU), yaitu Suku Ulak Dalam yang terletak di kaki bukit Sulap, pinggiran Sungai Kelingi. Suku Ulak Dalam ini dipimpin oleh kepala Suku yang bernama Remas Samar. Dan tetua adat yang bernama Kemunting.

                 Remas Samar, mempunyai seorang putri bernama Gentayu.,yang tumbuh menjadi remaja di tengah belantara,  Menurut Remas Samar, ibunya meninggal sejak Gentayu baru lahir.

Meskipun Gentayu seorang perempuan, namun  Gentayu memiliki kegemaran berburu layaknya anak lelaki. Gentayu senang berburu babi, rusa, kijang, ayam berogo, bahkan mencari ular, kambing hutan, dan minyak rimau.

Kerap kali Remas Samar melarangnya untuk pergi berburu. Apalagi Gentayu senang pergi sendirian. Namun Gentayu tidak pernah menghiraukan nasihat bapaknya.  Diam-diam Gentayu sering pergi berburu, behari-hari-hari, bahkan bermalam-malam, dari balik bukit Sulap, Bukit Besar, sampai ke Bukit Batu.

Remas Samar kehilangan akal. Keras kepala Gentayu cukup membuatnya  risau. Hingga akhirnya Remas Samar berkesimpulan, jika Gentayu diganggu roh jahat. Sebab tak lazim anak perempuan lakunya seperti anak laki-laki. Maka direncanakanlah ritual pengobatan oleh Kemunting., tetua adat yang terkenal.

Kebat Gentayu, dia telah  diganggu roh jahat!. Kemunting!  Kau harus sembuhakan anakku, agar dia tunak seperti anak gadis pada umumnya”. Suara Remas Samar menggelegar.

Gentayu tidak dapat melawan ketika tubuhnya dibungkus dengan daun pandan. Gentayu senyum-senyum mengejek Remas Samar dan Kemunting. Sebab bagaimana mungkin ayahnya berkesimpulan jika ia di ganggu roh jahat? Sementara ia menyadari betul jika ia melakukannya dengan senang hati.

“Remas Samar!, sebentar lagi matahari tepat di atas kepala, ritual pengobatan harus segerah dilaksanakan” Ujar Kemunting. Lalu Kemunting Membakar kamenyan dan komat kamit membaca mantra;

 

Oiiii….pang ketupang sunting lanang        Teluk punjung beutas abang                         

Sunting lanang di bukit batu                              Utas dari  akar rotan

Gemulai tari simambang ijang                         Hati layu tunduk mengambang

Usik diri gades gentayu                                    Putri jernih be embau pandan

 

Hoiii….nenek moyang bukit keramat!

Terimalah sesembahan  kami,

punjung ketan hitam….nasi koyet…dulang

ayam berugo jantan. Hoi…..

 

                Orang ramai ikut menari mambang mengelilingi Gentayu yang senyum-senyum. Sesekali Gentayu menertawakan Kemunting yang mencak-mencak seperti orang kesurupan. Lalu Kemunting melanjutkan mantranya;

 

Tam tam ditamditam,,

uni kuning  uni abang, disemai dalam talam

tanah, roh jahat pegi bekalang,

 gades  gentayu berubah cahya,

Hooop!! Aaach!!!

 

 

”Hahaha....Bak...Bak....udemlah....Bukan aku yang sakit.

Tapi Kemunting ini nah yang  peneng.” Kata Gentayu  sembari tertawa terbahak-bahak.

                ”Diam kau Gentayu! Kalau bukan kareno penyakit, dak mungkin anak gades betingkah cak lanang” Remas Samar naik pitam.

                ”Aaah! Sudahlah Kemunting! Jejampi apolagi yang nak kau keluarkan? Keluarkanlah! Biar Gentayu diam, tunak, sesuai kendak yang mulia Kepala Suku Ulak Dalam, Remas Samar!” Gentayu menantang.

                ”Gentayu!!” Remas Samar menahan amarah. Giginya yang hitam gemelutuk. Selesai ritual. Pandan di lepas dari sekujur tubuh Gentayu. Gentayu senyum-senyum memandang pada semua orang.

                ”Sudah?? Sudah kan??” Tanya Gentayu dengan wajah tetap mengejek. Lalu tiba-tiba Gentayu melesat, berlari sekencang-kencang, kembali masuk rimba.

                ”Gentayuuuu..... Mau kemana Kau Nak...!” Teriak Remas Samar.

                ”Aku nak mikat ayam berugo, Bak....!!!” Teriak Gentayu tak kalah kencangnya.

                Remas Samar sedih bukan kepalang. Dia kehabisan akal untuk menundukan anak gadisnya. Wibawanya sebagai Kepala Suku benar-benar telah diijak-injak oleh anaknya gadisnya. Hingga menjelang senja, Gentayu belum juga pulang. Semua cemas.  Ketika Gentayu pulang, kembali remas Samar memanggilnya.

                ”Gentayu...! Sejak kecil kau ku didik. Kau adalah anak Kepala Suku Ulak Dalam. Satu-satunya pewaris tatah Ulak Dalam. Tapi Kau telah mencoreng muka Bak. Kau telah permalukan Bak dengan tingkah lakumu”

                ”Bak..., apo salah aku masuk keluar hutan? Bukankah rimba ini adalah rumah kita sejak dulu?”

                ”Benar, tapi ketidakpatuhanmu membuat Bak malu. Apalagi kabarnya kau berburu sampai ke Bukit Batu. Bukankah berulang kali Bak melarangmu berburu ke ulu?”

                ”Ooo...ngapo Bak? Karena Bak takut rahasia Bak terbongkar bukan? Kareno Bak selama ini membohongiku, mengatakan umakku telah mati? Tapi kenyataannya dia masih hidup. Pantaskan Kepala Suku yang agung seperti Bak, dihormati? Kepala Suku yang tega mengucilan istrinya sendiri?”

” Gentayu!! Jadi Kau...”

Yo...aku telah tahu siapa aku. Umakku bernama Sunti. Hidup di Bukit Batu. Umakku sengaja di buang, karena dianggap tidak layak menjadi  istri kepala  Suku Ulak Dalam. Karena Umakku bukan dari suku Ulak, dan dianggap melanggar sumpah nenek moyang, mengotori adat dan sebagainya.   Bak tega membuang Umakku  demi nenek moyang Ulak Dalam , bukan?” Gentayu menagis.

”Jadi...jadi....” Suara Remas Samar gemetar.

”Aku sudah tahu semuanya Bak...! Tahu!” Teriak Gentayu.

”Gentayu!! Jadi kau telah menemui Sunti? Kau telah melanggar sumpah nenek moyang. Kau telah mengotori dusun laman. Kau tak pantas untuk dimaafkan! Kubunuh kau!!!”

”Jangan...!” Tiba-tiba datang sekelebat bayangan. Tombak di tangan Remas Samar  menancap tepat di tubuh Sunti yang datang tiba-tiba melindungi Gentayu. Darah mengucur deras. Sunti tewas seketika. Semua yang melihat kaget bukan kepalang. Mengetahui ibunya mati  melindunginya, Gentayu menjerit histeris.

”Umak!!! Bak biadab! Bak dak beutak! Bak telah membunuh Umakku!! Aku tak sudi punya Bak seorang pembunuh! Ini...ini...biar Bak puas...Aaach!!!!!” Gentayu menacapkan sebilah pisau kedadanya. Gentayu tersungkur di di samping ibunya. Mati.

”Sunti....Gentayu....Suntiiiii.....Gentayu....” Remas Samar menangis sejadi-jadinya. Siang berganti malam, malam berganti hari, berganti bulan, namun Remas Samar tak henti menangis, hingga air matanya mengalir menjadi mata air-mata air yang diberi nama mata air beting, yang menyusup di dinding-dinding  cadas Bukit Sulap*                                                                                                                                           /Lubuklinggau, 13 April 2010

 

* Dari naskah drama tradisional  ”Gentayu Ulak Dalam”-RD.Kedum

* Materi (pilihan) Sastra Tutur Tingkat SMP se-Kota Lubuklinggau

    2010  (Hari Guru oleh DEPDIKNAS)

* Materi (pilihan) Sastra Tutur Tingkat SMP se-Kota Lubuklinggau

   2012 

 

 


 

 

 

 

 

Komentar

Foto AHMAD KHOIRUL

makasih bunda cerpennya.

makasih bunda cerpennya. kerenn

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler