Skip to Content

Cerpen : Waktu

Foto Annisa Tiara

Ris, wann geht Ihre flug?

Um 5.00 uhr Frau. Warum?
Nein. Stellen Sie sicher wissen.
Na ja, danke schones Frau. Ich werde vermissen Dich.
So werde Ich Riska.

Mam Aixa. Aku akan merindukannya. Selain menjadi guru kesukaanku, dia telah menjadi temanku juga. Aku mempunyai teman-teman, tetapi Mam ini berbeda. Dengan rambut merahnya dan kaca mata keren itu, dia telah menjadi guru paling fashionable diUniversitat Zu Frankfurt.
Bahasa menjadi ketertarikanku sejak kecil. Meskipun demikian aku hanya menguasai 4 bahasa. Indonesia, Inggris, Jerman tentunya dan Prancis. Maka dari itu, aku memutuskan untuk berangkat ke Eropa dan mengambil jurusan Hubungan International di Frankfurt, Jerman.
Setelah berpisah dengan Fr. Aixa, aku memasuki airport besar itu. Langkah pertama, aku menjadi melankolis lagi. Aku ingat 4 tahun yang lalu, aku jalan keluar dari sini, bukan memasuki ini.

Bulan Mei ini, aku datang, menginjakkan kakiku akhirnya di negara yang aku impikan. Jerman. Ya, aku baru lulus SMA dan sekarang aku di sini melanjutkan S1 jurusan HI. Frankfurt am Main, selamat pagi. TV Airport mengatakan bahwa hari ini matahari tersenyum indah di langit ditemani kawanan awan. Aku dengan percaya diri keluar airport tanpa tahu bahwa meskipun senyuman itu indah, 19˚C itu tidak hangat. Dinginnya bulan mei menusuk kulit. Kata-kata yang aneh.

Aku melanjutkan langkahku santai. Sekarang jam berapa? Ah, aku lupa jamku rusak.
Entschuldigen Sie. Wie spat ist es?
Ja, es ist 4.00 uhr Mam.
Danke.

Aku masuk kembali dalam airport, setidaknya lebih hangat dari pada di luar. Ah, aku merindukan udara tropis. Sekarang aku bingung, dimana harus aku cari taxi. Aku ingin cepat ke rumah tanteku. Aku akan tinggal di situ selama aku di sini. Sialnya dia tidak bisa menjemputku hari ini karena harus ke Prancis 2 hari. Aku malu oh Tuhan bertanya.

Entschuldigen Sie bitte, Wo kann ich Taxi finde?
Gehen ausserhalb, dann rechts abiegen.
Oh naja, danke.

Tumben aku berani, dulu, aku masih malu. Haha, lucu bagaimana waktu membawa banyak perubahan.
Oh Terimakasih Tuhan, setidaknya aku tidak membuat diriku terlihat seperti seorang tourist bodoh.

Jam 4 sore, penerbangan dalam satu jam dan aku sekarang sudah di airport. Jalanku santai dan ringan. Bebanku telah hilang dan tidak ada lagi kewajiban mendapat nilai bagus. Tidak usah pula kerja separuh waktu untuk menambah uang jajan. Aku akan mengurus semuanya terlebih dahulu, lalu memutuskan untuk menunggu di ruang tunggu.
Aku duduk sendiri, bersebelahan dengan anak kecil dan ibunya yang sedang membaca koran. Anak kecil cantik berambut panjang kuning itu menatapku tajam. Matanya indah biru kehijauan seakan bertanya padaku sesuatu, tapi aku tak tahu apa. Aku tersenyum dan dia mengalihkan pandangan tersipu malu.
Bagaimana sekarang aku harus berbicara dengan supir taxi...
Do you speak english sir?
Nein nein, no english.
Naja, und dann, Gehen auf die Hauptstrasse bitte.
Du sprachst deutsche gut frau.
Eh... danke.

Okay, terimakasih, itu komplimen pertama di Jerman yang aku dapat. Aku berbicara bahasa jerman dengan baik? Haha itu menggelikan.

Tidak ada kerjaan, aku merogoh tasku mencari tiket dan dompet hanya untuk memastikan. Ada sebuah buku, asing. Aku tidak pernah melihat buku ini. Tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Agak tebal, apa ini? Merah polos dengan tulisan cover "Fur unsere Liebe, Riska"

Air mataku berkumpul bersama menjadi guliran indah permata jatuh dari ujung mataku yang agak berawan gelap. Ternyata buku berisi foto-foto, barang-barang kecil, pesan dan cerita kecil sebagai memori dari sahabat-sahabatku. Di belakang tertulis agar aku tidak lupa dengan mereka. Bagaimana aku bisa melupakan kalian! Sven, Ade dan Michel. Kalian sahabat terbaikku disini. Sven yang asli Jerman, Ade dari Amerika dan Michel dari Rusia. Kami bersama tidak ada yang saling membedakan. Justru dalam lingkaran kami, perbedaan menjadi sebuah ketertarikan dan menjadi topik pembicaraan yang tak kunjung bosan.
Hari pertama kuliah... ini menyeramkan. Aku tak kenal siapapun. Mereka semua tampak sangat asing. Atau aku yang asing?

Neue schulerine?
Em.. ja.
Du kannst Sprachen deutsche?
Ja, Ich sprache deutsche.
Gut! Alles, kommen hier bitte! Neue schulerine
lalu teman lelaki itu datang, satu perempuan dan lelaki juga. Aku takut... tapi mereka terlihat baik. Mungkin mereka akan menjadi temanku. Setidaknya, sementara, atau aku harap selamanya. Kami berkenalan di taman itu dan mereka memberikan aku sedikit tour sambil mengetahui tentang satu sama lain. Yang tadi bertanya adalah sven dan teman yang perempuannya adalah Ade dan satu lagi Michel. Mereka terlihat asik. Terlalu asik sehingga saat mereka membawaku ke bar, aku lupa waktu. Kami terlalu asyik bertanya satu sama lain tentang negara asal. Jam tertempel di dinding dengan bentuk botol Heineken itu telah menunjuk jam 11.30 malam. Aku tersadar, ini sekarang,
Ditemani dengan buku ini tak terasa waktu terlempar ke alam semesta lain dan panggilan ke 2 untuk masuk ke kapal terbang sudah terulang. Aku dengan tergesah menutup buku dan memasukkannya kembali ke tas. Aku meraih ticket dan memberikannya kepada perempuan cantik di depan meja itu. "Gute flug frau." katanya sopan. Aku memasuki kapal terbang, duduk dan melihat ke jendela. Semua kenangan indah di sini akan aku tinggalkan. Betapa senang tertawa dan menjalani hari-hari dengan frau Aixa dan sahabat-sahabat tercinta. Pelajaran yang susah seolah tidak menjadi beban karena juga kota ini sangat memikat hati. Waktu akan terus maju dan satu detik kemudian menjadi sekarang dan satu detik sekarang akan menjadi satu detik masa lalu. Cerita, akan menjadi kenangan yang takkan pernah hilang atau terhapus dari folder otakku ini. Melepaskan mungkin hal yang susah, apa lagi saat kau harus melepaskan sesuatu yang membuatmu tertawa. Tapi aku tahu sekarang,
Saatnya pulang Ris.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler