Skip to Content

ibuku

Foto Rahmat Shafardinus

Lagi, ponselku berdering... dan masih nomor yang sama, Ibuku

Hahah.. wajar bila beliau rajin menghubungiku belakangan ini.. ntah untuk sahur, bertanya tentang perlu tidaknya kiriman lagi atau berbuka dengan apa.. terkadang aku malu sendiri, di usia ini aku masih diperlakukan seperti remaja yang baru belajar berpisah dari orangtuanya..

Dalam bayangannya aku masih Amat.., anak pertamanya yang dulu sering sakit-sakitan semenjak kanak-kanak sampai sekolah menengah.. hehe.., kenyataan bahwa aku sudah bertahun di sini untuk kuliah belum merubah sifatnya yang penyayang itu...

Masih segar dalam ingatanku ketika beliau marah besar ketika aku memutuskan praktek lapangan di tempat asing.. berbeda dengan ayahku yang santai saja dengan keputusanku itu, ibu justru bereaksi sebaliknya.. dan beliau akhirnya mau mengalah, melihat kenyataan tempat PL itu tak bisa dirubah atau dihapus dan disana masih ada saudara dari pihak ayahku..

Tapi sikap tenang beliau itu cuma sementara, malah sekarang beliau semakin mengontrol bagaimana kehidupanku selama puasa ini. Ya.., seminggu setelah selesai PL beliau heboh lagi, tak ayal penyebabnya aku makin kurus, hingga akhirnya aku harus check up ke dokter. Hasilnya memang tak ada masalah berarti di tubuhku, tapi ibuku masih belum tenang.

Sekarang aku bertindak sendiri lagi.., aku mengambil semester pendek tanpa bilang-bilang dengan tabunganku sebagai biayanya. Sepertinya kali ini beliau memilih diam saja, memang tak ada gunanya lagi bicara padaku, lagipula apapun yang aku lakukan tak pernah merugikan diriku.. hanya demi tujuan aku selesai S1 ini sebaik-baiknya. Beliau tahu, bukan sifatku melakukan sesuatu dengan asal jadi, apalagi ini menyangkut sesuatu yang akan ku tujukkan untuk anak cucuku kelak.

Sebelum berangkat aku sudah melihat kotak karton yang sudah disiapkan rapi.., cukup berat. Dengan tulisan terlampir di atasnya, “jangan telat makan, kurangi merokok”. Hari sudah menunjukkan pukul 9 pagi, ibuku pasti sudah berangkat mengajar lagi sejak tadi. Aku hanya memandang kotak itu, sama beratnya dengan bekal yang kubawa waktu pertama kali kuliah.

“heheh... ini bulan ramadhan..” aku mulai menimbang-nimbang kotak itu.

-0-0-0-0-0-0-0-
Ponselku masih berdering.. kujawab dan berbincang dengan perempuan paruh baya di ujung sana.

Kulanjutkan lagi pekerjaanku yang masih belum usai, mengganti senar gitar untuk kubawa pulang seperti yang kujanjikan pada adik bungsuku.

Ponselku tergeletak tenang di atas meja, mungkin akan berdering lagi besok. memastikan apakah aku akan pulang seperti yang kujanjikan barusan.

Yah... aku sudah dewasa, tapi aku tetap saja anaknya...

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler