Skip to Content

JEMBATAN BATU RUSA

Foto Hakimi Sarlan Rasyid

Ada dua kisah indahku tentang jembatan ini. Pertama kisah indahku dengan R, anak Toboali. Dan kedua kisah indahku dengan YS, anak Sungailiat. O ya, jembatan ini berada di antara Pangkalpinang dan Sungailiat. Dulu jembatan ini unik. Ketika mobil melewati jembatan ini maka papan-papannya berbunyi.

 

Pertama inilah kisahku dengan R.

 

R cantik meski “rungang”. Tahu tidak rungang? Rungang itu ompong. Gigi seri atas tak ada. Tak perlu sibuk memikirkan apa penyebabnya. Biarlah, rungang adalah rungang. Ketika tertawa, bahkan ketika senyum ia menutup mulutnya dengan telapak tangan, kadang kanan kadang kiri kadang kanan dan kiri. Saat seperti itulah aku melihat R sangat cantik. Rambut ekor kuda dan tahi lalat di kiri lehernya membuat aku bisa berlama-lama menatap wajahnya. Barangkali ketika itu aku sedang jatuh cinta berat.Sedemikian beratnya hingga efeknya sangat luar biasa. Aku jadi pandai menulis surat. Merangkai kata menjadi pantun dan syair. Selain itu aku juga jadi senang membaca. Dan tak jarang aku menitikkan air mata jika aku lebur menjadi tokoh dalam roman bacaanku. Yang paling kuingat adalah Zainudin dan Hayati dalam Tenggelamnya Kapal v.d Wijck.

 

Dari buku kesusasteraan karangan Mr JCT Simorangkir aku menghafal banyak pantun. Salahsatunya pernah aku contek dan kukirim kepada R,

Ribu-ribu lentana puan

Kunyit ditanam di padang semu

Kalau rindu tengoklah bulan

Disana kita bisa bertemu

 

Tahun 1959 aku tamat sekolah rakyat. Tahun itu pula aku didaftarkan untuk masuk sekolah lanjutan di Pangkalpinang. Aku meninggalkan Koba. Dari sekian macam bekal yang diberikan kepadaku oleh oang tuaku, jas hujan adalah yang paling kubanggakan. Tak banyak yang punya jas hujan.

Tapi aku bukan akan bercerita tentang jas hujan. Aku akan bercerita tentang R. Dan kisahku dengan R tak lepas dari jas hujanku.

 

1962, Juli. Sebelum menerima rapor kami, semua siswa dari kelas I, II, dan III semuanya diberangkatkan berdarmawisata ke Belinyu. Dari Pangkalpinang jaraknya 88 km. Kami harus sudah siap pukul 6 pagi di sekolah kami di Jalan Merdeka. Meski banyak yang tidak tepat waktu kami akhirnya bisa berangkat sekitar setengah tujuh.

Darmawisata ini gratis. Para guru mengerti keadaan kami secara umum sekolah orang miskin. Kami tidak menolak gratis ini meski kami harus naik truk. Delapan truk bergerak bersama keluar dari halaman sekolah kami, belok kanan, sebelah kiri kami Jalan Taman Sari, melaju pelan satu demi satu melewati Lapang Merdeka sebelah kanan dan sebelah kiri rumah dinas bupati. Dari situ rombongan mobil belok kiri. Siap melaju menuju Belinyu.

 

Aku masih merasakan bagaimana berbunga-bunganya hatiku. Aku semobil dengan R. R selalu dekat dengan Mjdh, sahabatnya. Sejak kedatanganku ke halaman sekolah mataku sudah nanar liar mencari dimana R. Dan ia datang belakangan berboncengan dengan Mjdh sahabatnya. Hatiku agak terbakar ketika Imron anak Jalan Melintang mendekati R dan Mjdh. Aku banyak kalah dengan Imron dalam hal materi. Aku hanya memang dalam nilai pelajaran saja. Dan entah kenapa aku sangat senang ketika melihat Imron dipukul pakai tas oleh Mjdh. Imron menjauh. Aku senang. Dan tambah senang lagi ketika Mjdh melambaikan tangannya kepadaku untuk mendekat.

 

Oh bulan bersinrlah terus. Oh matahari jangan redup. Oh waktu, jangan bergerak. Biarkan tetap begini. Biarkan aku duduk di sudut depan kiri truk. Bertiga. Bernyanyi tertawa bicara setengah berteriak karena deru mobil dan angin. Angin, berhembuslah terus mengibaskan rambutnya sehingga menutupi kening, pipi, dan tutuplah seluruh wajahnya karena aku ingin dia membiarkan tanganku menyibakkan rambut yang menutupi wajahnya.

 

Dan ya, R membiarkan aku menyibakkan rambut yang menutupi wajahnya sementara Mjdh tersenyum kecil sambil memalingkan muka. Banyak muatan truk itu tapi rasanya hanya kami bertiga. Dan semakin melaju mobil menjauh dari Pangkalpinang rasanya malah hanya aku berdua di truk itu. R berbaju merah. Ia memakai kalung dengan anak kalung berbatu merah pula. Dan batu merah berbalur kuning emas itu sungguh indah berada di belahan dadanya yang terlihat tanggung. Sesekali ia menarik bajunya ke atas untuk menyembunyikan sesuatu jika ia melihatku terlalu tajam kesana.

 

Kesal duduk kami berdiri. Entah di kampung apa dan dimana kami tidak tahu. Tapi Mjdh tidak. Banyak yang ingin aku katakan kepada R tentang diriku. Terutama tentang pikiranku yang selalu ingat kepadanya siang dan malam. Tapi aku tak banyak bicara karena kalau aku ceritakan pasti aku harus berteriak. Jadi aku lebih banyak diam. Aku hanya banyak memandang saja. Sesekali kami beradu pandang dan terobati sudah segala pertanyaan hatiku selama ini. Rinduku berbulan-bulan terjawab dalam tatapannya. Aku tak perlu mendengar kata-kata terucap dari bibirnya yang mungil jika sedang terkatup dan rungang jika tersenyum.

Bosan berdiri kami duduk lagi. Dan Mjdh sangat mengerti keadaan kami. Hanya sekali ia menggangu kami. Itupun karena ia menawari kami penganan wajit ketan. Dan tentang wajit ini betapa tidak membuat aku menjadi jatuh lebih dalam.

 

Ketika aku akan mengelupaskan bungkusnya, R merebut wajit itu dari tanganku. R membukakan bungkus wajitnya untukku. Aku spontan merebut wajit ditangannya dengan maksud yang sama dengannya. Tapi ada musibah tak terduga. Musibah bagi Mjdh yang kepalanya benjol karena terantuk bak mobil. Masalahnya mobil mendadak “ngerem”. Untung tidak terlalu tajam. Masih ada waktu untuk menerima akibat rem mendadak itu bagi yang berdiri. Bagiku tidak karena aku sedang duduk Akibatnya badanku terhempas ke depan menimpa badan R. Oh pak sopir, terima kasih.

Tiba di pantai kami bertiga turun belakangan. Tinggal kami bertiga. Aku turun lebih dulu. Kemudian Mjdh. Tampaknya Mjdh sengaja meninggalkan kami berdua. Aku memegang kedua tangan R. Dia jongkok dan kemudian terjun perlahan karena peganganku. Entah sengaja atau tidak badan R limbung dan kemudian jatuh dalam pelukanku. Dad dig dug jantungku. Agak gemetar lututku ketika kami mengejar Mjdh yang telah agak jauh dari kami.

Pantai itu luas sekali. Kami yang delapan truk tak ada artinya bagi luasnya. Segera terlihat menyebar menjadi kelompok-kelompok. Ketika Sugeng temanku yang punya gitar memanggil sambil mendekat aku lihat R berlari kecil di pasir yang putih itu menghampiri Mjdh yang saat itu sedang bersama seseorang. Belakangan aku tahu bahwa seseorang itu adalah Pak ES, guru kesenian kami.

 

Sugeng minta bantuanku untuk “menyetem” gitar. Katanya di mobil tadi setelannya jadi kacau karena dipinjam teman-tamanya. Agak lama juga. Selesai itu Sugeng kembali ke kelompoknya dan aku melihat ke arah R. O, dia sendiri, bersender di sebuah batu.

Dari R aku dapat berita bahwa Mjdh bersama Pak ES.

 

“Lalu, kita kemana?” tanyaku.

 

“Terserah kaulah Kim,” katanya sambil tersenyum dan tentu saja menutup mulutnya.

 

Entah apa sebabnya aku tak tahu. Aku tiba-tiba diberi keberanian untuk memegang tangannya.

“Senyumlah, jangan kau tutup mulutmu, selama ini jika kau tersenyum selalu menutup mulut,” kataku.

 

R mengibaskan tanganku lalu menunduk kemudian membelakangi aku. Lagi-lagi aku jadi berani. Aku memegang bahunya dan membalikkannya untuk melihatku lagi.

 

Aku ingin bicara lagi tapi urung. Hahahaha, ternyata di belakangku ada Imron dkk. Memperhatikan kami sejak tadi. Addduuuh, pantas R membalik. Aku juga jadi panas muka, panas telinga. Tapi masa bodoh. Daripada melayani “kecoa” ini lebih baik aku mengejar R yang telah berlari meninggalkan aku.

 

Bebatuan pantai membuat aku kehilangan jejak. Aku mencari kesana kemari. Tidak di balik batu ini mungkin di balik batu itu. Tidak ada. Hahaha, aku cerdik. Aku naik ke batu yang paling tinggi sekitar itu. Hahaha, dari sana aku bisa melihat leluasa. Dan benar saja. Aku melihat R. Ia memang sengaja bersembunyi dariku. Aku turun dan mengendap-endap untuk mengagetkannya dari belakang.

 

R tidak menyadari keberadaanku. Setelah dekat aku berteriak. Sengaja demikian karena kalau tidak maka suaraku kalah oleh debur ombak.

 

“Awas ular,”

 

R terkejut. Ia meloncat. Sudah menjadi naluri wanita ketika ketakutan. Pasti mencari dada. R rebah di dadaku, wajahnya pucat, nafasnya terengah-engah. Tidak berkata sepatahkatapun.

Ombak berdebur memecah di pasir. Bebatuan telah ratusan atau bahkan ribuan tahun menyaksikan tarian ombak. Angin berhembus membawa aroma laut yang wangi menutup wajah R. Kembali ia membiarkan tanganku menyibakkan rambutnya.

 

Langit, teruslah engkau biru agar lautpun tetap biru karena bayanganmu. Matahari, teruslah cerah. Oh… bulan, engkau tak ada siang ini. Yang ada hanya wajah R yang begitu dekat. Bidadari yang kumimpikan selama ini sekarang ada di depanku. Aku melihat cantiknya. Dan ketika bibirnya terbuka matanya terpejam yang kulihat ada rungangnya.

 

Tiba saatnya kami pulang, aku dan R terlambat datang ke tempat dimana truk berjejer. Tentu saja teriakan teman ramai terdengar ketika melihat kami. R tampak malu dan berlari menghampiri Mjdh. Dan aku berlari untuk kemudian naik. R naik dibantu oleh Pak ES yang selalu dekat dekat dengan Mjdh. Ada sorot mata tak enak dari Pak ES kepadaku. Entah kenapa.

 

Karena terlambat naik kami berdua jadi tidak kebagian tempat di bagian depan bak truk. Tak ada pilihan lain kecuali kami segera duduk berhimpit di bagian belakang. Aku memeriksa papan penutup bak truk apakah terkunci. Aman. Dan rombongan bergerak pulang dengan membunyikan klakson bersama-sama dibarengi sorak sorai anak-anak. Aku berdiri. Ikut bersorak kemudian duduk lagi.

 

Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Belum lama meninggalkan lokasi darmawisata hujan rintik turun. Mendung terlalu cepat datang atau aku kurang memperhatikan langit. Rintik-rintik dengan cepat berubah menjadi butiran air yang terasa perih menimpa mukaku. Aku berpikir tentu R juga merasakan hal yang sama. Jas hujan. Inilah saatnya jas hujan. Aku mengeluarkan jas hujan sambil berpikir untung. Untung aku membawa jas hujan. Lumayan tidak terlalu parah basah. Kami sudah basah. Tak ada yang tidak basah. O ada. Mjdh pasti tidak basah karena ia duduk di depan bersama supir dan Pak ES.

 

Aku tidak perduli dengan pandangan teman-teman. Aku membuka jas hujan dan memasangkan terbalik agar air hujan tidak terlalu tajam menghantam. Kami berdua berada dalam jas hujan.

Ketika hujan agak reda atau reda aku membuka jas hujan tapi tidak seluruhnya. Hanya kepala saja yang kami keluarkan, badan tetap terlindung. Dingin sekali. Kehujanan, basah, dan hembusan angn karena laju truk yang kencang.

 

O langit kenapa mendung tak kunjung hilang. O matahari kenapa tak menampakkan diri. Bulan, engkau tak ada. Hanya ada bibir R yang pucat bagai bulan kesiangan.

 

Cinta itu menumbuhkan keberanian. Aku tak mengerti bagaimana aku bisa berani memeluk R. Dan R seakan menerima saja apa perlakuanku.

 

Lama mata teman-teman memandang kami. Dan ajaib sekali. Teman-teman menjadi seakan-akan diberi contoh. Seorang demi seorang teman lelaki mulai menjadikan badannya sebagai tameng untuk melindungi teman wanita. Dan semua wanita di truk itu tak bisa menolak kebaikan teman lelaki.

 

Aku masih ingat, Sulung Effendi menjadi pelindung Halimah. Fahro menjadi pelindung Narti. Muslimin menjadi tameng Solihat….dan aku berhenti m,emandang lama ke arah Imron yang menjadi tameng Samsiah. Hahaha .. Samsiah adalah satu-satunya teman perempuan gendut, dan selalu diejek oleh Imron.

 

Mobil melaju. Ketika lewat jembatan Batu Rusa terdengar bunyi papan, ada juga bunyi gemerincing besi, ciri khasnya.

 

“Tak lama lagi kita sampai,” kataku berbisik keras kepada R di dalam balik jas hujan.

 

“Apakah masih lebat hujannya,” Tanya R.

 

“Sebentar, aku lihat dul …,” jawabku.

 

Aku tak sempat menengok sebab R menahan aku untuk tetap berlindung yang sebenarnya hampir tak berarti.

Ia senyum. Seperti beberapa kali senyum di pantai tadi R tidak menutup mulutnya.

 

                 Matanya terpejam manja dan kembali aku melihat rungangnya.

 

Anak angsa beterbangan

Masuk ke kolam berenang-renang

Baturusa jadi kenangan

Sejak dulu hingga sekarang

 

201502031348_Kotabaru_Karawang

 

 

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler