Skip to Content

Keranda Raya

Foto saiful bahri

Sudah 7 purnama Keranda Raya itu menganga di pelataran serambi istana. Sore hari nanti Keranda Raya akan ditutup, setelah sesak disumpal berjejal-jejal sampah daki dunia seluruh penghuni negeri itu. Sungguh buruk dan busuk isi itu keranda, ketika kucoba urug dan aduk-aduk adanya. Berlapik-lapik zinah, amarah, iri, dengki, sumpah serapah dan dendam kesumat; bertindih-tindih angkara murka, nafsu kuasa menguasa, dusta, curiga dan praduga syak wasangka; berhimpit-himpir hasrat dan ambisi korup, curi-curi dan tipu-tipu. Semua sesak memadat di ruang pengap Keranda Raya.

Sepertinya upaya pencanangan pemberantasan segala buruk penghuni negeri itu telah terwujudkan. 7 purnama batas waktu pengumpulan segala buruk, ternyata cukup ampuh mengetuk dinding rasa suka rela segenap penghuni negeri untuk membawa dan melemparkan buruknya masing-masing ke dalam Keranda Raya. Mereka sadar bahwa sesuci apapun manusia, walau hanya secuil pasti ada buruk yang melekat pada dirinya. Maka, berduyun-duyunlahlah penghuni negeri itu datang pergi silih berganti, siang malam tiada henti, mengusung dan mencampakkan segala buruknya ke dalam Keranda Raya.

Menjelang sore hari sebuah prosesi seremoni kerajaan digelar memperingati hajatan tutup Keranda Raya, yang dipusatkan di alun-alun depan istana. Hampir seluruh penghuni negeri tumpah ruah ke tempat itu, melampiaskan unjuk rasa suka cita merayakan pupus buruknya menjelang tutup Keranda Raya. Semua riang gembira, tertawa-tawa, bersenda gurau sesamanya. Semua merasa putih suci tak bercela, karena segala buruk diri telah tersekap dalam pengap Keranda Raya.

“Wahai kalian rakyatku pewaris negeri ini!”seru raja penguasa negeri itu dari atas mimbar kehormatan yang berdiri megah di tengah alun-alun. “Ketahuilah, sebentar lagi Keranda Raya akan ditutup dan segera kita kuburkan. Sebuah liang kubur yang luas telah dipersiapkan 3 purnama lalu di pinggir danau belakang istana. Maka, segera seusai upacara penguburan, keluhuran dan kemuliaan hidup mati mutlak sejati jadi mulikmu, wahai rakyatku!”

Seketika itu juga rakyat histeris bersorak gegap gempita. Rasa senang itu buas bergolak-golak dan menggelorakan hawa panas. Angin mati. Langit sore beranjak senja meremang. Alun-alun terkepung debu. Raja tertawa terkekeh-kekeh. Rakyat tersipu-sipu sambil mengancung-ancungkan tangannya tinggi-tinggi. Mereka semua bergumam-gumam berupaya agar segera larut dalam hiruk-pikuk syukur nikmat, menikmati puncak-puncak hakikat senang.

Senja tinggal sejengkal ketika upacara penguburan Keranda Raya itu selesai. Segenap rakyat negeri itu merasa tercerahkan. Mereka merasakan dirinya sungguh-sungguh luhur dan mulia. Gelegak jiwa raga mereka menjadi begitu syahdu, damai, aman dan tenteram. Keyamanan ini cepat-cepat mereka dekap erat-erat agar tak lepas-lepas lagi. Dengan sangat hati-hati mereka papah dan bawa pulang itu rasa ke rumahnya. Sambil mengeluas-elus, rasa itu segera mereka bawa tidur ke pembaringannya masing-masing. Malam itu mereka lalui dalam suasana sendu yang masyuk.

Tetapi esok paginya ketika pagi belum sempurna menjadi pagi, seluruh rakyat negeri itu tersentak dan terpekik. Mereka bangun dan berjalan berjingkat-jingkat. Buru-buru, takut-takut dan malu-malu mereka membuka lemari pakaiannya. Mereka bongkar dan aduk-aduk lipatan kain. Mereka mencari-cari sesuatu yang penah disembunyikannya. Ah, ketemu juga akhirnya. Secuil iri, dengki, dendam kesumat, angkara murka masih terbungkus rapi dalam sapu tangan merah jambu. Lalu, di lubang kunci pintu kamar mandi masih terselip sekerat nafsu segala busuk. Dan terakhir, selenting gairah fitnah segala umpat caci-maki masih segar menggelepar riang aman sentausa di antara sela gigi dan kisi-kisi kuku jari tangan kanan dan kuku jari kaki kiri.

Wahai, sempat-sempatnya mereka menyisakan buruk-buruk itu! Wahai, berani-beraninya mereka langgar titah raja pengusa negeri itu!

Lhokseumawe, 16 Oktober 2007

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler