Skip to Content

KISAH MERANA Lilik Puji Astutik

Foto Hakimi Sarlan Rasyid

TERCAMPAK  

RACUN KERINDUAN

RINDU NAN SUMBANG

KEMBALIKAN RINDU  

HUJAN SENJA

 

 

KISAH MERANA  Lilik Puji Astutik

 

Meskipun Lilik Puji Astutik telah berteriak KEMBALIKAN RINDU ketika HUJAN SENJA tapi RINDU NAN SUMBANG dan RACUN KERINDUAN  tetap menjadikan ia TERCAMPAK.

 

Pada setiap titimangsa karyanya Lilik Puji Astutik selalu menulis Krian sebagai kota tempat tinggalnya. Penulis belum membuka peta google untuk melihat di mana Krian itu. Sementara itu belum penting.

 

Demikian juga riwayat hidupnya. Penulis belum merasa penting untuk tahu berapa usianya, statusnya apa, gadis, ibu rumah tangga, atau mungkin “single parent” –kalau kata janda terlalu kasar-, penulis tidak akan membicarakananya.

 

Penulis belum lama kenal dengan Lilik Puji Astutik. Belum setahun. Perkenalan penulis dengannya hampir bahkan bisa disebut bersamaan dengan Ifa Arifin Faqih yang di Probolinggo, dan tidak jauh beda dengan Suyatmi yang di Jogja.

 

Perkenalan kami di Grup Goresan Pena Qalbu menjadi semakin erat ketika penulis menyodorkan gagasan penulisan puisi dalam bentuk 4334 dan 437. Hampir 20 orang penggubah puisi yang merespon dalam bentuk mencoba dan mencoba terus.

 

Dan 3 orang inilah –Lilik Puji Astutik, Ifa Arifin Faqih, dan Suyatmi yang sampai sekarang masih rajin menggubah puisi dalam bentuk 4334 atau 437.

 

Dibanding dengan pertama kali bentuk 4334 dan 437 disodorkan ke dunia penulisan puisi, yang waktu itu hanya 1 orang saja (Indah Sri Hartati) maka sodoran kedua ini yang merespon menjadi 3 kali lipat.

 

Sentuhan isi puisi gubahan Lilik Puji Astutik agak berbeda dengan Ifa Arifin Faqih dan Suyatmi. Inilah fokus penulis pada tulisan ini. Banyak ragam puisi gubahan Ifa Arifin Faqih namun ia tampak tajam dalam puisi-puisi religious. Warna tulisan Suyatmi cenderung ke hasrat asmara, sedangkan Lilik Puji Astutik cenderung ke “kisah merana”.

 

Penulis tidak tahu apakah kisah merana ini yang memjadikan puisi-puisinya di Jendela Sastra dalam waktu yang tidak lama telah mencapai 3088 pembaca. Sungguh sesuatu yang luar biasa.

 

Melihat dan membaca puisi 4334 dan 437 gubahan Lilik Puji Astutik memang banyak berkisah tentang ‘kisah merana”. Pilihan kata yang dipakainya kadang terasa sebagai kisah remaja yang cintanya dikhianati. Ia seperti seorang yang sangat menderita karena kehilangan kekasih.

 

Demikian tulisan ini dibuat sebagai pengantar 5 puisi bentuk 4334 gubahan Lilik Puji Astutik. Selengkapnya puisi karya Lilik Puji Astutik bisa dilihat di Jendela Sastra Media Sastra Indonesia dengan kata kunci pencarian google “#4334 dan #437 Puisi-puisi Lilik Puji Astutiik.

 

 

 

TERCAMPAK  Lilik Puji Astutik 

 

Hujan deras menghujam

Seperti sayatan belati yang tajam

Merobek kembali luka lama

Yang masih bersemayam di dada

 

Tersobek kenangan penuh luka

Saat hati masih terlalu mendamba

Terputus rasa karena kecurangan

 

Begitu kuat terjaga rasa

Tapi mengapa terbalas dusta

Hingga porak poranda segala impian

 

Hujan deras menghujam diawal senja

Takdir siapa yang bisa mengira

Janji hanya hiasan belaka

Tercampak bunga dalam kanvas derita

 

Krian 11 Desember 2020

 

 

 

RACUN KERINDUAN Lilik Puji Astutik 

 

Kau racun hati dengan rindu

Kau sayat kata hingga pilu

Merejam aksara seperti terlempar batu

Kejam kekatamu hingga tangis mengharu biru

 

Duhai damba mengapa kau sengaja

Membuat sayatan luka yang mengangga

Tangisan tak teredam oleh seribu aksara

 

Ijinkan aku untuk melupa

Agar tak lagi ada begitu banyak luka

Yang membuat jiwa terguncang merana

 

Rancun kerinduan ini

Entah kapan akan pergi

Terus memeluk luka yang tak terobati

Hingga tak sadari dirimu telah tiada kini

 

Krian 6 Desember 2020

 

 

 

RINDU NAN SUMBANG Lilik Puji Astutuik

 

Terajut rasa yang salah

Hati kian berlari hingga lelah

Mencari jejak yang tak mungkin dimiliki

Menatap sunyi dalam kabut yang menyelimuti

 

Rindu yang sumbang

Hingga rasa menjalar bimbang

Mengapai angan yang terus terbang

 

Angan bermain diksi hingga melayang

Wajah teduh terus membayang

Mengapa rasa tarik ulur seperti layang layang

 

Rindu nan sumbang menyiksa jiwa

Mendekap dan memcumbu pada problema

Takdir telah pisahkan dua raga

Seharusnya berjalan kembali sendiri tinggalkan puja

 

Krian 4 Desember 2020

 

 

 

KEMBALIKAN RINDU  Lilik Puji Astutik

 

Teraduk rasa dengan berjuta bisa

Duka seakan siap memangsa

Melumat segala pijar bahagia

Dan bernyanyi riang pijar problema

 

Buang saja segala rasa yang terpuja

Kembalikan rindu yang aku punya

Bila memang diriku tak pantas di sana

 

Hati terbakar maqma yang membara

Guratan indah panas tergambar nyata

Separuh nyawa entah kemana

 

Kembali hati merindu bersanding tangis pilu

Tetap saja rasa itu menetap di kalbu

Rindu masih terus menjadi hantu

Hingga terus mengalir kisah yang mengharu biru

 

Krian 4 Desember 2020

 

 

 

HUJAN  SENJA  Lilik Puji Astutik

 

Hujan menikam senja

Hati tertusuk lara

Perih tak berdaya

Berlari entah kemana

 

Hujan deras pada senja

Seakan jadi teman setia

Berbisik lirih penuh nestapa

 

Krian 29 November 2020

 

 

Ditulis oleh Hakimi Sarlan Rasyid, penggagas bentuk 4334 dan 437.

 

 

202012161553 Kotabaru Karawang

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler