#fiktif
#rekaan
Letak Kebahagiaan
Asap mengepul pas di depan mukaku, asap rokok yang baru saja keluar dari mulut kawanku. Ya, kawanku ini memang perokok, perokok kambuhan, begitu aku menamainya. Dia merokok hanya pada saat gundah dan galau hatinya.
"Lu kenapa? Angsuran rumah bulan ini aman?" tanyaku sedikit penuh selidik.
"Aman Brow. Kemarin dapat proyek sedikit dari sebelah rumah. Cukup buat mengamankan rumah bulan ini!" katanya yakin.
*Lu sendiri? Aman tidak?" tanyanya dengan tatapan mata yang khas, pupil sedikit melebar dengan alis yang diangkat. Aku secara persis tahu apa makna pertanyaan itu.
Itulah bedanya aku dan dia. Jika dia sedang galau dan gundah larinya ke rokok. Aku sedikit berbeda. Aku lebih suka mencari teman ngobrol, seseorang yang kuranggap mampu memahami dan mengerti kegalauanku, temrnag apapun itu. Ya, tidak peduli dia laki-laki atau perempuan, yang penting bisa kuajak ngobrol. Aku pernah berpikir kenapa fitrahku sebagai laki-laki agak berbeda ya dengan yang lainnya? Biasanya para pria akan memendam semua masalahmya sendiri, mencari solusi sendiri untuk kemudian berdiri gagah di depan orang-orang. Tapi aku tidak. Aku seringkali butuh teman bicara. Dan salah satu orang yang ku percaya adalah dia yang sedang ngepul rokoknya ini.
"Gue bingung! Kenapa bini gua tidak marah ya dengan kelakuan gue. Padahal jelas-jelas, beberapa chatting soat dia baca. Beberapa foto sempat dia lihat. Tetap mau memijit saat gue kelelahan pulang kerja, tetap mau ngeroki saat gue masuk angin, menyiapkan sarapan dan mengurus anak-anakku hampir tanpa cela. Padahal gue ini secara halus sudah bisa dibilang tidak setia!" kataku yakin sekaligus heran.
Dia menatapku acuh. Tapi aku tahu bahwa otaknya terbawa larut dalam topik yang kusodorkan.
"Apakah menurutmu, kamu sebagai suami adalah sumber kebahagiaan buat dia?" tanyanya.
Aku diam tak bisa menjawab.
"Kalau kamu merasa telah melakukan kesalahan dan dia tetap tidak marah. Coba lu lihat. Cara senyumnya atau cara berkata-katanya masih sama tidak dengan sebelum ketahuan? Kalau berbeda tapi tetap terlihat tidak marah, bisa jadi dia menahan diri untuk tidak marah. Atau memang sungguh tulus dia bahagia. Atau memang buat dia, elu yang resek ini benar-benar bukan lagi seseorang yang dianggap mampu membahagiakan. Meskipun begitu bisa jadi dia memang sebenarnya tetap bahagia, tapi bukan karena elu. Mungkin tidak dia merasa bahagia karena bisa tetap setia dengan janji kalian untuk sehidup semati di depan altar, dengan tetap menjadi belahan pantat ibaratnya? Jadi, elu jangan ke GR an, kenapa bini elu tidak banyak protes?" katanya di sela-sela kepulan asap rokoknya.
Aku tetap diam dengan segala dugaan dan asumsinya. Ada benarnya mungkin ya? Karena secara penuh aku sadar. Jika dia perokok kambuhan, aku adalah type kambuhan yang lainnya. Ya, bagiku sangat sulit untuk menerima kenyataan bahwa setelah ekonomiku stabil, semua menjadi tampak lebih mudah untuk dekat, tak terkecuali untuk makhluk ciptaan Tuhan bernama perempuan!
Gabus, 7 Juni 2023
Komentar
Tulis komentar baru