Skip to Content

Maafkan Aku, Tak Menyadarinya

Foto fhathyolala

Maafkan Aku, Tak Menyadarinya

Part 1

            Sebuah motor melaju santai di jalan masuk kawasan sekolah ter-elite se- ibukota Jakarta. SMA Taruma Negara. Melewati pepohonan rindang, yang jauh dari hiruk-pikuk kota Jakarta, deru mobil, dsb. Tenang, satu kata yang mewakili semua hal tersebut. Mengendarai motor dengan santai, menikmati semuanya, merasakan udara yang terhindar dari polusi kota Jakarta yang bias merusak pernapasan. Motor tersebut berbelok memasuki gerbang yang telah terbuka, lalu menuju area parkiran. Setelah memarkir motornya, ia tetap saja duduk. Beberapa detik terbuang percuma, ia kemudian meraih I-phone birunya dari saku celananya dan mengambil ear-phone dari dalam tasnya dan memilih satu, diantara sekian banyak lagu barat di         I-phonenya, Counting Stars.

I
Lately, 
I've been, I've been losing sleep
Dreaming about the things that we could be
But baby, I've been, I've been playing hard
Said no more counting dollars
We'll be counting stars, yeah we'll be 
counting stars

II
I see this life like a swinging vine
Swing my heart across the line
In my face is flashing signs 
Seek it out and you shall find


III
Oh, but I'm not that old
Young, but I'm not that bold
I don't think the world is sold
I'm just doing what we're told
I feel something so right
Doing the wrong thing
I feel something so wrong
Doing the right thing

I could lie, could lie, could lie
Everything that kills me makes me feel alive

Back to I (2x)

IV
I feel the love and I feel it burn
Down this river, every turn
Hope is a four-letter word
Make that money, watch it burn

Back to III
Back to I (2x)

V
(4x)
Take that money
Watch it burn
Sing in the river
The lessons are learnt
Everything that kills me makes feel alive

Ia betul-betul terlihat asyik mendengarkan lagu tersebut, tapi siapa yang tahu ternyata ia tetap saja memperhatikan area parkiran, seakan menunggu seseorang, yaa benar ia tengah menunggu seseorang. Tatapannya terlihat focus ketika sebuah mobil putih memasuki area parkiran SMA Taruma Negara. Terlihat seorang cewek keluar dari dalam mobil. Ia terlihat seperti anak pejabat yang terkenal. Dilihat dari setelannya, cara berpakaiannya sudah jelas sekali ia adalah anak dari salah satu pengusaha sukses di Jakarta. Sweater merah yang melengket pada pakaian seragamnya, kupluk yang berwarna senada tak lupa bertengger di rambut hitam lurusnya, stocking hitam yang membungkus betis putih  miliknya, ditambah lagi dengan sepatu nike berwarna merah dan ransel mini merah yang di selempangkan di belakang. Ia memang pecinta merah, yang memang cocok dengan kulit putih miliknya. Masalah seragam tidak terlalu dipermasalahkan di SMA Taruma Negara, asalkan tetap menggunakan seragam putih, kotak-kotak.

Kepalanya berputar seakan mencari sesuatu di antara para murid di parkiran. Pandangannya tertuju pada cowok yang sedang duduk di motornya sambil mendengar lagu lewat ear-phone biru miliknya, cowok itu juga memandang ke arah tempat cewek tersebut berdiri. Sebuah senyuman terbentuk dari bibir cowok tersebut. Cewek tersebut berjalan engan cepat menghampiri cowok tersebut.

“Pagi Alex. Tumben datangnya cepat, atau aku yang datangnya terlambat yaa?”

“Tidak Alice, kamu datangnya tidak terlambat. Akunya yang datang terlalu cepat, yaa hitung-hitung supaya terhindar dari kemacetan Jakarta dan bisa menikmati udara segar”. Ucap Alex sambil membuka ear-phonenya dan membiarkannya melekat di lehernya.

“Kamu lagi dengerin lagu apa?”

“Ohh, tadi lagi dengerin lagu counting stars. Kamu nggak mau dengar?”

“mau, tapi pakai headset aku saja, soalnya kalau pakai ear-phone kamukan susah”. Ucap Alice sambil mengeluarkan headset merah dari dalam tasnya”

“Merah lagi, merah lagi. Kamu tidak capek apa, ngeliat warna merah terus?”

“Nggaklah, masa warna kesukaan tidak suka dilihat, yaa dilihatlah”

“Kamu yaa tidak ada berubahnya dari pertama kali aku ketemu kamu”

Alice tertawa mendengar pengakuan Alex akan dirinya. Alex juga ikut tertawa melihat tawa yang meledak dari mulut Alice. Mereka tertawa bersama, sebelum berjalan memasuki area gedung sekolah.

“Ayo masuk!”. Ajak Alex

“Eitss, tunggu ini headsetnya, katanya mau dengar lagu?”

“Oh iya”. Ucap Alex sambil meraih headset merah milik Alice dari tangan putih lembut Alice.

Alex menghubungkan headset Alice ke I-phonenya, dan memilih lagu counting stars dari berkas I-phonenya. Satu ditelinga Alex dan satunya, ia hubungkan di telinga Alice. Lagu counting stars mengiringi langkah mereka menuju gedung sekolah.

 

“Kamu lihat nggak tadi, Lex?”

“Apa?”

“Itu cowok yang aku katakan”

“Yang mana?”

“Masa kamu tidak lihat sih. Itu yang tadi berpapasan dengan kita di selasar sekolah”

“Hello, Alice. Selasar sekolah itu banyak. Di depan kelas apa?”

“Ehh, di depan kelas X Ipa 3 tadi, kalau tidak salah”

“Ohh yang rambut, cepak hitam itu yaa”

“Betul banget itu Alex, kamu memang mengerti aku deh”

“Kambuh deh penyakit alaynya”

“Hee hee”

Seorang guru dengan pakaian yang elegant memasuki kelas mereka. Seketika keributan yang terjadi tadinya hilang seketika.  Bu Evyl merupakan guru yang mendapatkan peringkat pertama dalam kategori guru terkiller, menurut beberapa orang di SMA  Taruma Negara. Tapi, menurut Alice dan Alex, guru tersebut sangatlah baik, hanya saja kebanyakan murid tidak terlalu bersosialisasi dengannya. Mukanya memang terlihat cuek bebek, menakutkan, dan menyeramkan. Akan tetapi, setelah berkenalan ia akan berubah menjadi sosok yang paling lembut seantero SMA Taruma Negara.

“Pagi anak-anak!”

“Pagi bu”

“Sekarang kita akan mempelajari tentang gaya newton!”

Penjelasan Bu Evyl, berjalan mulus-mulus saja. Kebanyakan murid di kelas XI IPA 2, tidak terlalu menganggap serius pembelajaran kali ini. Mereka malah sibuk dengan ponsel mereka, tanpa memperhatikan penjelasan Bu Evyl. Bagi mereka mendengarkan hal tersebut, merupakan pekerjaan yang serupa dengan mendengarkan ceramah atau pun siraman qalbu. Giliran ditanya atau pun ujian mendadak barulah mereka kewalahan sana-sini. Focus Alice dan Alex yang duduk setempat mendadak buyar, ketika salah satu siswa dari kelas sebelah, datang membawa laporan yang mungkin adalah tugas kelas. Mata Alice langsung melebar, melihat sosok cowok yang memasuki kelasnya tersebut. Rambut cepak hitam yang begitu dikenalinya.

“Permisi bu”

“Masuk, ada apa Andrea?”

“Ini tugas yang kemarin ibu berikan”

“Oh terima kasih Andrea”

“Sama-sama Bu Evyl. Saya kembali ke kelas dulu”

“Iya nak”

Mata Alice yang melebar memandangi cowok tersebut. Cowok idamannya yang selama ini ia mata-matai. Melihat hal tersebut Alex yang tengah duduk disamping Alice menggerak-gerakkan tangannya di mata Alice. Tak ada respond. Tnpa berpikir panjang Alex langsung memukul belakang Alice.

“Woii, ngelamun terus”

Sontak tatapan Alice langsung buyar, akibat pukulan keras Alex.

“Aku tidak apa-apa?”

“Tidak apa-apa, kamu kirain aku tidak lihat apa?”

“memangnya kamu lihat apa?”

“Kamu nggak usah mengelak deh, jujur saja. Dia siapa sih, kamu memang kenal sama dia?”

“Itu dia cowok yang aku bilang, keren, kan?”

“hmm, keren sih, tapi…”

“Tapi apa coba?”

“Nggak usah ahh, kita lanjut aja, nanti kamu nggak tahu materinya, aku lagi yang disalahkan”

“ushh, lagi rahasia-rahasia sendiri tuh”

“Wushhh, jangan rebut tahu nanti kita ditegur sam bu Evyl, kamu mau?”

“Nggak bos, ampun, ampun, ampun”

“Yaa gitu dong diam”

“hehehehe”

Alice dan Alex kembali focus kepada materi yang dijelaskan oleh Bu Evyl. Tanpa terasa bel istirahat berbunyi semua siswa berhamburan keluar kelas, tanpa menunggu Bu Evyl menutup pembelajarannya.

 

 

 tunggu edisi selanjutnya

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler